"Jadi—yang waktu itu—"

"Ya," potongnya. "Aku menyerangmu dengan berbagai ancaman karena agar kau bergabung dengan kami. Aku juga sengaja membuat lukamu parah agar kau tidak bisa pergi dari sini sampai kau benar-benar mau bergabung dengan kami."

Aku mendengus tertawa dengan rasa tak percaya. "Kau tahu? Apa yang kalian lakukan waktu itu sangat kejam. Aku bahkan hampir memilih mati di tangan kalian. Pantas saja waktu itu kau membuat lukaku parah tapi kau juga mengobati lukaku."

Velian mulai memasang perban baru di kepalaku dengan melilitkannya. "Kau sudah paham kan sekarang?"

"Ya," sahutku. "Lalu—bagaimana dengan Aleea? Bisakah kau menceritakan sedikit tentangnya?"

"Hmm—" Velian tampak berpikir sejenak. "Aleea itu—sebenarnya pintar. Dia pandai sekali dalam membuat taktik penyerangan. Hanya saja—ia berhati lembut dan tidak tegaan. Diantara kami bertiga, dialah satu-satunya orang yang paling bersih dalam menjalankan misi. Bersih dalam arti—tangannya tak ternoda darah sedikitpun. Dibandingkan membunuh ia lebih suka membius lawan dan untuk masalah membunuh, biasanya ia serahkan padaku atau Zealda."

Aku mengerutkan kening sejenak. "Apa—itu berlaku ketika waktu itu kita diserang saat di rumahku?"

"Ya, saat kita di serang waktu itu, dia hanya melemparkan bom asap dan membius mereka dan sisanya adalah aku yang menghabisinya."

"Tapi—aku pernah melihatnya sesekali membunuh orang dengan melemparkan belati ke leher lawan."

"Benarkah?" Velian mengerutkan kening. "Kalau begitu dia orang pertama yang Aleea bunuh. Itupun hanya dengan lemparan belati saja."

Aku termanggut-manggut mendengarnya. "Pantas saja Zealda selalu mengejeknya."

Velian tertawa kecil. "Yah, kau sudah tahu itu."

"Lalu—" Aku menatapnya dan sejenak ingat ucapan paman Thomas waktu itu. "Bagaimana denganmu?"

Velian mengertukan keningnya meski begitu tipis. "Apa yang ingin kau ketahui tentang aku?"

"Banyak," jawabku.

"Kau akan mengetahuinya nanti," ujarnya lagi.

Aku hanya terdiam. Sebenarnya aku sudah tahu sedikit tentangnya, meskipun ada bagian yang masih menyimpan misteri ketika paman Thomas menceritakannya. Mungkin—ia memang tidak ingin bercerita. Aku tidak ingin membuatnya kesal dengan menanyakan masa lalunya. Karena itu—sebaiknya aku diam. Mungkin hanya waktu yang bisa menjawabnya perlahan.

"Baiklah aku akan menunggunya," ujarku kemudian.

* * *

Setelah beberapa hari, kondisiku semakin membaik. Kulihat Aleea dan Zealda sudah bisa berlatih dengan lancar. Hari ini adalah hari pertamaku untuk menjalankan misi. Kami sudah mempersiapkannya dengan matang untuk menyusup kedalam istana. Pada dasarnya ritual dua puluh tahun yang lalu banyak menyimpan misteri dan kami akan menyelidikinya.

Dalam hal strategi, kuakui Aleea memang hebat. Ternyata ucapan Velian waktu itu tidak berbohong. Aku mendengarkan rencana yang dipaparkan oleh Aleea dengan seksama dan merupakan ide yang sangat cemerlang. Aku benar-benar di buat takjub. Aku melihat peta istana dengan menghafal tanda-tanda silang di berbagai titik. Aku tidak tahu bagaimana Aleea bisa mendapatkan peta istana, dan—kepandaiannya dalam mengawasi dan mencari informasi patut untuk di puji.

Malam ini ada acara pesta dansa di istana, dan rencananya adalah aku akan berpura-pura untuk menjadi tamu undangan untuk mengawasi yang mulia Raja. Sementara Aleea akan berpura-pura menjadi pelayan sambil membawa obat bius. Velian dan Zealda akan menyusup kedalam dengan tugas masing-masing.

AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang