Sayonara

3.9K 311 30
                                    

Koridor sekolah yang sumpek dipadati anak-anak remaja penduduk Konoha-gakuen, sedikit menyusahkan Tenten untuk menemukan seorang Hinata di antara semua murid-murid berseragam serupa. Untungnya Neji lumayan tinggi dibandingin sepupunya. Dan kalo udah ada Neji, nggak perlu repot-repot untuk nyari Hinata.

"Neji!" Tenten melambaikan tangannya tinggi-tinggi, setengah putus asa, setengah kepepet. "Neji!" teriaknya lagi, lebih keras. Setelah mendapatkan perhatian Neji, Tenten bisa bernapas lega.

Cewek berperawakan tinggi dan suka banget mencepol rambutnya, berlari menghampiri Hyuuga yang berdiri diam di tengah koridor. Perhatian Tenten segera beralih ke Hinata yang udah dia tebak ada di samping Neji. "Pagi, Hinata-chan."

"Senpai."

Tenten sedikit ragu untuk ngomong di situ aja atau nggak. Apalagi hal yang mau dia omongin bersangkutan dengan Gaara. Tadi dia emang manggil si stoic Neji, tapi urusan yang mau dia obrolin, berkaitan sama Hinata doang.

Dengan alasan ngobrol soal cewek, Tenten narik Hinata ke kamar mandi cewek. Neji ditinggal gitu aja tanpa petunjuk. Daripada bengong, Neji pun cabut ke kelasnya.

"Hinata-chan, sebenarnya ada apa sih antara Gaara-san dan kamu?"

Bisa dipastiin sekarang, Tenten nggak nonton berita tentang kemenangan Hinata di Mal. Selain itu Hinata juga ingat ucapan Mr. Richie, -Ini adalah rahasia. Itu berarti, jangan bilang siapa-siapa. Kalau sampai hal ini bocor, kau akan terikat dengan kami selamanya-

"Ng-nggak ada apa-apa."

Tenten mengedikkan bahu, dia pikir nggak ada untungnya juga cari masalah sama Gaara yang punya reputasi nakutin itu. "Oh. Gitu, ya? Ehm, kalo gitu aku minta tolong, ya? Mau kan bantuin aku?"

"B-bantu apa, Senpai?"

"Aku butuh tambahan anggota kelompok di Home Economics jam empat sore nanti. Temenku ada piket, jadi nggak bisa gabung. Kamu bisa, kan?"

Nggak bisa. Hinata harus ngurusin baju-baju kotor keluarganya dan juga belanja. Persediaan makanan udah hampir habis, khususnya telur. Nggak bersisa satu butir pun di kulkas. Kalo Hinata mau bikin tempura atau dadar telur yang nantinya diselipkan di nasi gulung, gimana?

"Maaf, Senpai. Nanti sore aku tidak bisa."

"Yah... kok gitu sih? Please... aku butuh banget, nih." Tenten segera mendesak Hinata sebelum semuanya terlambat. "Cuma sebentar banget, deh. Ya? Please...?"

Rayuan Tenten yang standar banget itu mulai berpengaruh. Hinata memikirkan ulang keputusannya. "Kira-kira berapa lama?"

.

.

.

Kira-kira tujuh jam kemudian.

Kelas Home Economics dimulai. Hinata udah berdiri di dekat meja yang juga jadi tempat berdirinya kompor gas mini dengan wajan berisi minyak. Guru yang bertanggung jawab, Tsunade, udah terlalu ngantuk untuk ngajar di jam empat sore.

"Oke, semua bahan bumbu utama dicampur. Lalu tumis bahan-bahannya. Setelah selesai, jangan lupa menulis nama kalian di daftar hadir. Makanannya boleh dibawa pulang. Tenang saja, denganku, nilai kalian selalu sempurna. Adios." Tsunade cabut setelah itu. Bener-bener nggak bertanggung jawab.

Hinata bingung dan mulai menyesali keputusannya. Semakin parah waktu dia ketemu Gaara lagi di sini. Cowok itu masuk kelas dengan seragam yang lebih bersih dari tadi pagi. Bergabung bersama Tenten yang sebelumnya cuma berdua sama Hinata di kelompok masaknya.

Flirt With the DevilWhere stories live. Discover now