Meet the Ordinary Hinata

5.1K 400 17
                                    

"Tadaima..." Hinata mendorong pintu apartemen berwarna biru terang setelah kunci berhasil dibukanya. Suara denting lonceng mungil yang bergantung sebagai penghias, bergemerincing manis. Apartemen bisa dipastikan sepi. Hanabi sibuk dengan teman-teman geng-nya, main ke game center atau karaoke. Hiashi masih di kantor, dan Neji masih di sekolah dengan kegiatannya di klub judo.

Hinata selalu pulang ke sebuah apartemen berkamar tiga yang kosong.

Melewati ruang utama dengan TV 21 inci dan sebuah meja berkaki pendek, Hinata langsung menuju jendela dapur. Jendela kaca digeser demi mengizinkan udara sejuk musim semi yang ramah, masuk. Masih menenteng tas sekolahnya, sepasang kaki berkaus kaki putih bersih, melangkah di atas lantai dapur, beriringan dengan suara tetesan air dari kran yang agak bocor.

Dari dalam tas sekolahnya, Hinata mengambil secarik kertas yang dia dapat dari perjalanan singkatnya dari sekolah menuju rumah. Selembar kertas yang bisa membantu banyak dan selalu jadi pusat perhatiannya di saat-saat seperti ini.

Katalog mini yang penuh dengan kata 'Obral' di pasar swalayan terdekat.

Brosur yang menampilkan gambar-gambar menarik dari daging sapi cincang, sayuran terbaik, juga kebutuhan rumah yang lain. Susu sapi, telur dan macam-macam merek shampo lagi SALE. Mata Hyuuga yang sebelumnya lelah, kini berbinar senang.

Mirip ibu rumah tangga, Hinata yang tumbuh tanpa seorang ibu, terbiasa mengisi lowongan kosong yang dulu hanya diperuntukkan bagi wanita Hyuuga cantik yang meninggal beberapa tahun lalu. Hinata memasak, mengurus keperluan ayah, adik dan kakaknya. Dia juga mampir ke tempat laundry coin dua kali seminggu untuk nyuci baju sekeluarga. Dan di waktu senggangnya, Hinata dapet waktu ekstra untuk bermain di alam mimpinya. Dalam kata lain: tidur.

Kelelahan adalah hal yang tak bisa dihindari. Sebagai manusia biasa yang hidup dengan dua 'pekerjaan', Hinata selalu gampang capek. Selain urusan sekolah, Hinata juga harus ngurusin keluarganya. Hiashi yang ogah kawin lagi, jadi alasan utama Hinata. Dia nggak mau bokapnya kepaksa kawin lagi cuma untuk dapet perempuan yang mau ngurusin keluarganya.

Hinata selalu tersenyum meski dia sering kecapekan. Hinata selalu bilang dia nggak apa-apa, meski dia sebenarnya jenuh. Namanya juga cewek, normal aja kan kalo seorang cewek di usia remaja lebih suka main? Umumnya kalo cewek mau belanja, dia belanja sepatu, baju-baju model terbaru atau aksesoris manis yang juga imut.

Nah, kalo Hinata, dia pergi shopping buat beli keperluan sehari-hari dan bahan-bahan makanan.

Tapi jangan ngerasa kasihan sama cewek yang satu ini, dia nggak butuh rasa kasihan. Buatnya, rasa kasihan simpan aja buat pengemis di jalanan. Lagian, Hinata kan ngelakuin ini untuk keluarganya, wujud rasa kasih sayang untuk keluarga itu adalah hal yang mulia.

So what kalo dia berubah jadi anak kuper yang juga gaptek? Yang penting, Hinata bukan cewek bego yang jago dandan tapi berotak beku dan nggak bisa baca huruf kanji dengan lancar. Hinata emang bukan cewek Sains, tapi berkat bantuan Neji, dia bisa memecahkan masalah rumit dunia Sains. Kemampuan akademis siswi kelas satu Konoha-gakuen itu, boleh diacungin jempol.

Cukup membicarakan tentang hal itu, alihkan lagi perhatian kita ke Hinata yang masih duduk di meja dapur, mulai mencocokkan dana dari Hiashi dan barang-barang yang perlu dia beli. Setelahnya, Hinata akan ganti baju, mengambil dompet, dan mulai menikmati hari dengan shopping di pasar swalayan sebelum masak menu makan malam.

.

.

.

Halte bis di jam-jam hampir sore begini, biasanya emang sepi. Kebanyakan orang yang tinggal di area komplek apartemen, masih sibuk seperti juga tiga anggota keluarga Hyuuga yang lain. Kecuali Hinata, yang terbiasa ketemu sama ibu-ibu tetangga yang biasanya baru pulang belanja.

Flirt With the DevilWhere stories live. Discover now