Bab 3. Gambir, Sore itu

59 8 8
                                    

Bab 3. Gambir, Sore itu.

   "Aku nggak mau pulang deh." Gya yang saat itu sedang meniup-niup cokelat hangatnya berkata pada Yuda. "Di sini enak. Suasana baru. Teman baru. Dan yang paling penting nggak perlu lagi menahan rindu," lanjutnya sambil terkikik malu.

   Tidak mendengar balasan apapun dari sang pacar membuat Gya akhirnya menoleh. Pria itu, sejak lima menit yang lalu sudah sibuk dengan ponselnya. Dan dengan senyuman bodoh terpasang di bibirnya, Gya kembali melanjutkan ucapannya.

   Dia menceritakan kembali keseruannya menonton pertandingan basket di Asean Games kemarin. Meskipun Gya tidak bisa menonton pertandangan tim Indonesia melawan tim dari Korea selatan. Padahal Gya sudah membayangkan betapa menyenangkannya menonton para oppa berlarian di lapangan. "Kamu sih, aku ajakin ikut nonton nggak mau. Padahal seru banget"

   "Oh ya?"

   "Iya lah!" Dan kamu malah lebih milih nonton sama dia. Gya hanya berani melanjutkan ucapannya tadi dalam hati.

   Yuda meletakkan ponselnya. Tapi tidak kunjung memulai percakapan seperti biasa, Dan Gya tidak ingin menganggu Yuda yang tampak tengah berpikir serius.

   "Kereta kamu yang jam setengah lima 'kan?"

    "Iya Mas." Untuk lebih meyakinkan Gya akhirnya mengeluarkan juga karcis keretanya dari dalam dompet. Matanya lantas terpaku pada foto kecil dirinya dan Mas Yuda. Foto pertama mereka setelah resmi berpacaran. Gya mencetaknya untuk diletakkan di dalam dompet. Senyum mereka terlihat malu-malu. Gya masih ingat, dia terlampau malu untuk menempelkan lengannya pada lengan Yuda.

   "Gy?"

   "Eh, iya Mas. Ini, bener kok, keretaku yang jam setengah lima. Mas jadi nemenin aku sampai keretaku datang 'kan?" tanya Gya.

   Ah. Gya benar-benar tidak ingin pulang. Dia masih merindukan Yuda.

   Gya memang berada di Jakarta selama empat hari. Tapi tidak setiap hari Gya ditemani oleh sang pacar seperti yang biasa Gya lakukan kalau Yuda pulang ke Surabaya. Karena tujuan awal Gya ke Jakarta memang ingin bertemu dengan teman-teman semasa kuliahnya dulu.

   Dan anehnya saat Gya di Jakarta, pekerjaan Yuda juga sedang sibuk-sibuknya. Pria itu bahkan seperti diburu waktu saat menjemput Gya di stasiun waktu pertama kali gadis itu datang ke Jakarata.

   "Mas. Kamu dengerin aku ngomong nggak?" Gya melambaikan tangannya di depan wajah Yuda. Mencoba menarik perhatian pria yang sejak tadi melamun itu.

   Yuda kaget. Pria itu kemudian memandang Gya dengan tatapan bingung. "Apa Gy?"

   Perempuan berambut sebahu itu sontak menghela napas dalam-dalam.

   Gya yakin dia bisa bertahan pada jarak yang bisa diukur jelas dengan satuan kilometer. Tapi kalau jarak hati seperti ini, Gya meragu.

   "Mikirin apa sih Mas?"

   "Bukan apa-apa. Nggak penting kok Gy," balas Yuda pelan.

   "Tapi aku penasaran Mas," desak Gya.

   Yuda menampakan wajah serba salah. Tapi melihat wajah penasaran Gya akhirnya Yuda menjawab. "Aku rasa kita nggak bisa lanjut lagi, Gy."

   Gambir sore itu ramai. Banyak penumpang berlalu lalang. Suara tangisan melepas pergi. Dan teriakan riang menyambut yang kembali. Tapi Gya merasa Gambir mendadak sunyi selepas Yuda mengatakan hal itu.

   Kesibukan yang tadi memenuhi Gambir mendadak menghilang. Gya bahkan tidak bisa melihat hal lain selain wajah Yuda yang terlihat gusar. Seolah dunia melambat dan Gya terjebak di dalamnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LepasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang