Part 2 - "Sirius A"

466 68 10
                                    

"Apakau tahu salah satu bintang yang paling terang?", sosok gelap itu bertanya.

Aku terkesiap, bangun, mimpi itu lagi. akhir-akhir ini entah mengapa aku sering bermimpi, kupikir aku tidak banyak menonton horor. Alarm hp ku berbunyi, kuraih untuk kumatikan, aku jadi sering terbangun sebelum alarm membangunkanku. Sejak bersekolah di Binusvi mimpiku sering aneh-aneh. Tak buruk, tapi rasanya misterius, meninggalkan ruang kosong.

"Deees, banguuun", teriak mami.

"Iya mi, dedes udah bangun", aku beranjak dari tempat tidur. Hah, sekolah lagi, malasnya.

__________

"Pagi des, lemas amat", Reiva menyapaku.

"Hm, tidurku ga nyenyak akhir-akhir ini"

Anak-anak lelaki dikelas sibuk berkumpul sebelum guru datang. "Ada apa sih?"

"Mereka membahas pertandingan basket nanti melawan 3A", jawab Reiva antusias. "Kyaaa, bisa lihat mas Bejooo"

"Desyca, nanti pulang sekolah lihat pertandingan basket kita ya", Gio menyapaku. Reiva langsung diam, seisi kelas melihat kami.

"Siap bos!", aku menjawab.

Menurutku, kelas kami tidak terlalu diskriminatif, tapi mereka saling canggung untuk menyapa satu sama lain bila belum pernah sekelas, apalagi terhadapku. jadi Gio adalah salah satu dari beberapa orang yang mengajakku bicara duluan.

"Wah, punya fans nih!" Rieva berbisik menggoda.

"Engga! apa sih", aku selow.

"Tunggu sampe Irene dengar", rieva mengancam sambil cekikikan.

"Rievaaaaa", protesku. Rieva cuma tertawa, terbayang sudah bullyan Irene nanti.

_______

Benar saja, Irene menggodaku saat jam istirahat, seperti biasa kami ngumpul di basecamp (perpustakaan bagian kebangsaan dan sejarah).

"Gio ya, hm... aku cek dulu latar belakang nya", irene sibuk dengan gadgetnya.

"Irene.. please deh, aku pengen cari teman disini, bukan gebetan", aku merajuk. "Kamu kaya mami aku deh, dikira sekolah cuma buat cari gebetan"

"Emang enggak?", irene bertanya datar. dasar Irene.

"Enggakah, aku berharap bisa dapat beasiswa untuk melanjutkan s1 ke amerika, aku ingin ke NASA", kataku serius.

Krik.. krik.. Rieva dan Irene diam saling berpandangan, lalu mereka tertawa ngakak.

"Mau jadi astronot des?" , tawa Rieva mereda.

"Emang kenapa?", protesku.

"Yah, engga sih.. cuma ntar kamu bakal jadi perawan tua dong", irene nyengir.

"Aku gak mikirin pacaran atau bergantung sama cowok juga, seperti yang mami aku bilang, perempuan harus didapur dan mengurusu rumah, aku tidak mau seperti itu", jelasku.

"Eh, eh, wuaoooow", irene dan rieva melihat hp irene, tak mengggubris penjelasanku, hiks.

"Des..des... lihat ni perutnya Gio", tatapan Irene tajam, "lihat ototnya, perfect, hm..."

Dasar irene, pasti ga bakal ada yang yangka kalau barbie satu ini pecinta muskular sexy.

"Irene. Mesum ih!", rieva malu sendiri. "Tapi des. Bener juga lo! Wow, masih kalah sama mas bejo sih. Tapi lumayanlah", rieva sama saja.

"Ya kan!", irene mendukung.
"Mana?" Aku penasaran.
"Cieeeeeee" rieva dan irene serempak. Spontan mukaku jadi merah.
"Gak jadi!", aku ngambek.
"Idiih. Desycaaa. Jangan marah dong!" Rieva membujuk.
"Marah aja sana. Fufufufu. Rugi lo. ada 6 ni roti sobeknya", irene dingin.

The A TeamKde žijí příběhy. Začni objevovat