Aku dan Seth tidak banyak bicara selama kami berdampingan melewati trotoar. Bukannya takut orang-orang akan menganggap kami gay—yang berkencan di sore hari—atau apa, aku justru khawatir dengan Seth yang sepertinya marah padaku atau malah ada sesuatu yang lainnya karena pasalnya, semenjak keberangkatan kami dari rumah ke toko roti, Seth hanya terdiam, tidak mengajak kakak laki-lakinya ini bicara.

Kami berbelok ke jalan Kirkwood Avenue. Jalanan ini bisa dibilang sebuah gang, dan wajar saja sore ini sepi sekali. Hanya ada hitungan orang yang saat ini melakukan hal yang sama denganku dan Seth—berjalan sore hari. Aku hanya terus melangkah dan melangkah sambil sesekali menoleh ke arah wajah Seth sementara adikku itu cuma terus-terusan menatap kosong ke arah langkah kakinya (mungkin ia takut kalau-kalau kakinya itu menyandung kotoran burung).

"S-Seth," panggilku sepersekian detik kemudian. Adikku tidak menoleh.

"Seth!" bentakku sekali lagi. Kali ini dagunya berubah posisi, memutar ke arahku meskipun itu hanya beberapa derajat saja dari posisi awal. Kulihat wajahnya layu. Ia tidak repot-repot merespon panggilanku, malah membisu menatapku yang juga mengamatinya balik namun dengan sorotanku yang dongkol. "Hei, ada apa, dude? Jangan bersikap seolah ini hari terakhir dalam hidupmu."

Seth berkata, "Tidak ada. Aku hanya memikirkan Mom. Apakah dia berselingkuh?"

Aku terkekeh lantang, tidak percaya dengan yang diucapkan Seth. Konyol sekali pertanyaannya. Mom berselingkuh? Perlu diketahui, itu hal paling konyol yang pernah kudengar dari mulut Seth.

"Kemarin aku sempat melihatnya bicara dengan Sheriff Marley di depan rumah. Kurasa mereka amat serius. Dan, mengapa pula Mom mengajak teman SMA-nya ke rumah kita?" lanjut Seth dengan serentetan pertanyaannya, seolah itu adalah sesuatu-yang-begitu mengganjal-di -pikirannya sejak tadi yang harus segera-dikeluarkan kalau tidak ia akan meledak.

Kujawab ia dengan senyuman tipis meski kutahu Seth tidak akan pernah puas. Lalu kataku, "Aku ingat dulu Mom pernah mengaku, Mom tidak pernah suka dengan polisi. Itu sebabnya ia malah menikah dengan pria yang profesinya petugas bank."

"Lalu, mengapa Mom ngobrol dengan Sheriff Marley kemarin?"

"Entahlah," jawabanku singkat karena aku sedang tidak bisa berpikir meluas ke arah kemungkinan-kemungkinan yang terjadi mengapa seorang perugas kepolisian mendatangi Mom yang pekerjaannya hanya penjaga perpustakaan kota dan bukannya seorang jurnalis yang bekerja di penerbitan koran.

Seth menatapku ganjil, seolah sejak tadi aku ini dianggapnya berbohong dan tidak serius. "Kenapa lagi?" tanyaku.

Adikku mendesis, telunjuknya ia tempelkan tepat di depan bibir, dia berbisik, "Aku merasa tidak enak," bicaranya seolah mengisyaratkan ada seseorang yang sedang mengawasi kami. "Jason, aku takut ... Mengapa kita lewat di jalan yang sepi?" tanyanya, seketika aku tersadar, rupanya hanya ada kami yang lewat di Jalan Kirkwood Avenue saat ini. Tidak ada orang di depan sana, serta sewaktu kutolehkan wajah ke belakang kami ... tidak ada orang di ... oh, rupanya masih ada.

Seorang pria agak gempal badannya bertopi flatcap warna hitam berjalan bersamaan dengan langkah kami. Jarak kami dan pria itu kemungkinan satu meter. Cara berjalan pria itu menunduk, sehingga aku hampir tidak yakin apakah benar ia memakai kacamata hitam atau tidak karena ia benar-benar tidak kelihatan—maksudku, penampilannya aneh. Maksudku, ah lupakan saja.

Ketika kupalingkan muka kembali ke depan, Seth tiba-tiba berteriak, "Jason, awas!!!"

Aku bingung apa maksud adikku itu. Kulihat tubuh kecilnya menjauh ke samping. Aku baru saja mau melihat ke belakang di mana pria aneh berkacamata hitam tadi berada, namun, kepalan tinju pria aneh itu melayang ke arah hidungku.

Buugghh!!! Hidungku patah. Lamat-lamat, tiba-tiba pandanganku berputar, seolah aku  baru saja ditabrak banteng Afrika. Aku bisa merasakan darah segar mengalir dari salah satu lubangnya.

Aku mengumpat pada pria yang kini berdiri tepat di hadapanku, "What the f—"

Namun, sebuah tonjokan menghantam hidungku lagi. Aku sempat mengaduh sebelum akhirnya tubuhku tersungkur. Masih ada cukup kesadaran untuk bangkit kembali, dan ya, kucoba berdiri, kukepal jemariku sekuat mungkin, dan kulayangkan ke arah  pria-sialan-gila-sinting-yang menyerangku tiba-tiba itu, dan ...

Buugghh!!!

Buugghh!!!

Menukik dan amat keras, pria itu membalas pukulanku. Begitu lemahnya tubuhku karena tahu-tahu, aku tumbang di trotoar Jalanan Kirkwood Avenue. Mataku perlahan mengabur, menyisakan bayangan hitam pria misterius itu di depanku.

Bisa kudengar lamat-lamat, tatkala pria sinting itu menendang kepalaku sejurus kemudian, Seth menjerit keras penuh ketakutan dari kejauhan.

"Setthh ... carilah bantuan...," bisikku sebelum sesudahnya, pria itu menendang kepalaku sekali lagi. []

 []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ten Rumors about the Mute GirlWhere stories live. Discover now