9 | the taro flavor

6.4K 661 33
                                    

Untuk menebus rasa bersalahku semalam—entah apakah Nyonya Carpenter menganggap itu sebuah hutang atau bukan, ataukah sesuatu yang lain yang begitu membekas bagi dirinya terutama juga bagi Julia—aku bertamu ke rumah Julia bersama adikku, Seth. Kami membawakan roti gandum dan beberapa makanan ringan serta tiga gelas milkshake rasa taro.

Sebenarnya ini adalah ide Seth, yaitu tadi ketika kami mampir ke minimarket terdekat sepulang sekolah dengan niat untuk membeli kue sebagai tanda permintaan maaf, Seth—dengan sangat konyolnya; yang merupakan sifat asli dari Seth sendiri—mengusulkan untuk membeli roti gandum dan cemilan. Astaga, betapa memalukannya adikku itu! Apakah pantas jika Keluarga Carpenter diberi makanan yang seperti ini?

Ditambah lagi, ketika kami melewati salah satu kedai minuman, Seth mendesak untuk mampir dan membeli dua milkshake. Dia bilang ia sudah lama tidak merasakan milkshake rasa taro kesukaannya karena Mom melarang membelinya. Namun tanpa kuduga, terbersit ide dari Seth untuk membeli tiga gelas lagi—dengan alasan akan diberikan pada Keluarga Carpenter. Oh, Seth yang konyol. Aku bilang padanya bahwa, bagaimana jika mereka tidak suka susu? Tetapi Seth malah menimpali, "Hei, di dunia ini siapa sih, orang yang tidak suka susu?"

Yah, aku mengalah saja. Terserah Seth. Dia yang menang.

Ketika ternyata yang menerima pemberian kami adalah Julia—Julia bilang orangtuanya sedang pergi—rupanya gadis itu senang sekali mendapati bahwa milkshake yang kami bawakan untuknya adalah rasa taro. Dia sampai menggerakkan tangannya berkali-kali untuk berterimakasih—yah, aku pikir itu mungkin memang gerakan berterimakasih; aku agak lupa sih, sebenarnya. Namun tetap saja, dari wajah Julia yang sumringah itu menunjukkan bahwa ia sangat menyukai pemberian kami. Ya, Julia suka rasa taro. Gadis itu menulis di booknote-nya dengan tergesa yang kemudian setelahnya kubaca, tulisannya, terima kasih. Taro adalah favoritku. Tulisannya terlihat acak-acakan karena terburu-buru.

Satu fakta yang kudapatkan hari ini dari Julia alih-alih gosip seperti hari-hari sebelumnya adalah: Julia suka rasa taro.

Well, setidaknya Seth tidak buruk-buruk amat untuk kali ini. Beruntung saja Julia kebetulan menyukainya. Aku harap ketika Nyonya Carpenter nanti pulang, wanita itu akan berjingkrakan begitu mengetahui tetangganya memberikan milkshake rasa taro. Serta kalau perlu, berteriak demikian, "Hei, para MacMillan! Terima kasih taro-nya!" dari rumahnya tanpa rasa malu sedikit pun.

---

"Hei, Jason," Seth memanggilku pelan seraya mendekatiku yang tengah bermain video game di ruang tengah.

"Apa?" tanyaku tanpa menoleh padanya, masih fokus pada permainanku.

Seth berdeham, lalu berkata, "Kau tahu gadis yang kemarin lusa itu?"

"Siapa?"

"Gadis yang juga datang ke pesta di rumah Carpenter."

Aku menimpali, "Julia?" tebakku, setengah bernada defensif. Ah, tetapi aku pikir tentu saja tidak, bukan Julia. Julia 'kan kemarin tidak menampakkan dirinya sama sekali dan untuk apa Seth bertanya tentang Julia? Dan oh! Sialnya aku jadi kembali teringat akan kejadian itu...

Julia yang terkunci... Di ruang atas.

"Bukan Julia. Itu, gadis yang datang ketika kau kabur dari pesta," ujar Seth setengah mendesak.

Aku tidak menghiraukan perkataan Seth seluruhnya. Sambil masih fokus memainkan game-ku, aku mengingat-ingat siapa gadis yang Seth maksud. Akibatnya, konsentrasiku terpecah menjadi dua gara-gara memikirkan gadis-yang-belum-dikenal-namanya-oleh-Seth, lalu sedetik kemudian...

"Ah!" seruku, membanting controller dan menggerutu, "gara-gara kau ini!"

Seketika, wajah Seth berubah serius dan cerah. "Siapa?! Siapa namanya? Kau sudah ingat 'kan?"

"Siapa apanya?! Aku mati tertembak, kau tahu?! Lihat itu!" bentakku geram. Sedetik kemudian Seth langsung terdiam—aku pikir, dia takut terhadapku dan menghindari agar aku tidak berlama-lama marah.

Melihat tampangnya yang kaku dan memelas, aku pun berkata, "Penelope," mulaiku, "namanya Penelope Miller. Puas kau?" celetukku seraya menekan tombol play pada controller dan kembali bermain lagi, mengabaikan Seth di sampingku.

Tetapi, tunggu. Tunggu dulu. Aku menjeda permainanku dan bertanya, "Kenapa kau bertanya soal gadis? Sebelumnya kau tidak pernah—"

"Ah, Jason!" sergahnya. Aku bisa melihat wajahnya agak memerah dihiasi bibir Seth yang senyam-senyum penuh arti. Ah, rupanya adikku sudah mulai jatuh cinta... "Bukankah ide bagus jika kita bermain game bersama?" Tiba-tiba saja Seth mengalihkan topik pembicaraan. Sudah jelas sekali. Anak ingusan ini menyukai seorang gadis.

"Hei, kalau kau mau meminta bantuanku soal gadis, aku tidak bisa membantu banyak, kau tahu."

Seth terkekeh. "Ya, tentu saja aku tahu. Kakakku satu-satunya ini 'kan tidak pernah jatuh cinta apalagi punya pacar apalagi berkencan apalagi—"

"Diam kau!" hardikku sebelum Seth sempat mengoceh panjang lebar lagi tentang menjelek-jelekkan segalanya tentang diriku dan membuatku terdengar sepuluh kali lebih bodoh dari seorang remaja yang selama hidupnya belum pernah punya pacar.

"Omong-omong, apa kau tahu hobi dan kesukaannya?"

Aku menggeleng sambil berkata singkat, "Tidak."

Aku berusul, "Cari saja di google dengan kata kunci 'apakah Penelope Miller juga mencintai Seth MacMillan?'" kataku lalu terbahak, menertawakan wajah Seth yang memerah.

Seth lantas mengerucutkan bibir dan mengerutkan alis, tanda bahwa dirinya dongkol denganku. Tanpa berkata apa-apa, anak itu berlalu menuju kamarnya, menutup pintu dengan keras dan memang itu disengaja.

Hei, satu fakta yang bisa kudapatkan dari Seth pada hari ini; adikku jatuh cinta lebih dulu dariku pada seorang gadis. Dan hei! Umurnya bahkan baru limabelas! Dua tahun lebih muda  dariku. Fakta itu membuatku terkekeh karena itu adalah sesuatu yang termasuk lucu dan konyol, sekaligus mengiris hatiku karena sampai saat ini aku belum juga tertarik dengan gadis Bloomington mana pun; baik di sekolah maupun di Jalan Fess. Bagiku, semua gadis sama saja; sama-sama merupakan penggosip—jika kau tahu mereka lebih mendalam pada akhirnya nanti. Kita bisa ambil satu contoh; Mom. Sudah jelas, 'kan? Tidak perlu dipertanyakan lagi bahwa semua gadis sama saja. []

 []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ten Rumors about the Mute GirlWhere stories live. Discover now