1

19 3 0
                                    


Matahari menyelinap masuk ke dalam gorden kamar. Sinarnya seolah berusaha mengganggu tidurku. Aku memutuskan untuk bangun dan berjalan menuju jendela untuk membuka gorden. Aku menatap keluar jendela, mengucapkan terimakasih kepada matahari karena sudah membangunkanku pagi hari ini.

Seperti inilah kegiatanku setiap pagi. Dibangunkan oleh matahari untuk memulai hari. Hanya mataharilah yang masih setia untuk selalu menemaniku. Bahkan orang tuaku pun kalah oleh matahari. Matahari ada sejak aku lahir hingga detik ini, tetapi orang tuaku memutuskan untuk meninggalkanku bahkan saat aku belum bisa membaca. Mereka hanya meninggalkan kenangan masa kecil indahku dan satu foto mereka yang sedang tertawa lepas.

Aku menggelengkan kepala untuk menghilangkan hal yang seharusnya tidak aku ingat ingat lagi tadi.

Aku kembali duduk di kasur dan mengambil ponselku yang entah sejak kapan berada di bawah selimut. Aku sedikit terkejut, ada notifikasi masuk. Aku membuka pesan dari Pak bowo. Ia lah yang mengurusku saat kecil, sejak aku dilantarkan di jalanan oleh orang tuaku. Pak Bowo lah satu satunya orang yang mengetahui dan menganggap aku ada . Ia mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku.

Aku hanya membaca pesan itu dan melanjutkan untuk membuka notifikasi lain. Ada satu email masuk dari seseorang yang tidak aku kenal.

"Ini untukmu, wahai pria manis. Dariku yang selalu memperhatikanmu."

Hanya terdapat dua kalimat tersebut dan 5 foto yang ia kirim. Aku mulai membuka foto itu satu persatu.

Foto pertama. Ada aku yang sedang duduk di pojokan cafe kesukaanku yang berada di sudut kota dengan secangkir kopi yang terlihat hangat. Bagaimana bisa dia tau aku sering mengunjungi cafe ini?

Foto kedua. Aku sedang berjalan di kaki pantai. Foto ini terlihat seperti sudah direncanakan. Seperti aku sudah tau ada seseorang yang memotretku. Aku semakin bingung. Ini tempat yang sangat aku rahasiakan dari semua orang. Aku selalu pergi ke pantai ini setiap aku berulang tahun. Tempat aku merenungkan diri mengapa tuhan menakdirkanku untuk hidup di dunia.

Foto ketiga. Terlihat aku sedang menangis di sudut ruangan kelas. Rambutku yang berantakan, muka memerah, dengan pakaianku yang tidak karuan sudah cukup untuk memperlihatkan seberapa tidak terurusnya aku. Sudah cukup untuk memperlihatkan seberapa hancurnya hidupku.

Aku mengalihkan pandanganku dari ponsel. Aku benar benar tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Bagaimana bisa ada seseorang yang mengambil fotoku? Manusia seperti apa yang menghabiskan waktunya untuk melakukan ini. Bahkan aku kira hanya Pak Bowo lah satu satunya mahkluk hidup yang menganggap aku ada.

Aku menarik nafas panjang, mempersiapkan diri untuk melihat foto selanjutnya.

Foto keempat. Ini sungguh sungguh tidak bisa dipercaya. Aku sangat bingung dan mulai ketakutan. Aku memalingkan pandanganku ke sudut kamar. Tempat dimana foto keempat ini diambil. Foto keempat ini menunjukan aku sedang tidur terlelap dikasur dengan minuman keras yang berserakan dilantai.

Bagaimana bisa? Aku bangun untuk memastikan pintu kamarku terkunci dengan rapat. Seperti yang ku duga, pintu ini terkunci. Lalu melalui pintu yang mana ia bisa masuk ke dalam kamarku dan aku tidak menyadarinya? Kamar ini sangatlah kecil. Kamar ini bahkan terlalu kecil untuk seseorang bisa bersembunyi disini.

Aku benar benar tidak percaya. Keadaanku sangat kacau sekarang. Aku kesal. Aku marah. Aku menatap diriku di cermin, rasanya aku ingin mengahabisi diriku sendiri.

Lagi lagi aku bertanya, bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku membiarkan seseorang mengetahui keberadaanku.

Foto kelima. Kali ini tidak ada aku disana. Seseorang yang benar benar membuatku bingung ini memotret pintu balkon kamarku yang tidak pernah aku buka sekalipun. Seketika aku memalingkan pandanganku kearah pintu balkon. Entah dari mana, seperti ada bisikan yang menyuruhku untuk membuka pintu itu.

Karena rasa penasaran yang amat sangat tinggi, aku memutuskan untuk bangun dari kasurku dan berjalan menuju pintu balkon. Jantungku berdebar sangat cepat. Aku mulai menggerakan tanganku untuk menyentuh gagang pintu. Gagang yang berdebu karena tidak pernah disentuh. Aku sisihkan debu itu dengan jemariku. Lalu aku mulai membuka pintu balkon. Suara denyitan pintu terdengar jelas saat aku mendorongnya.

Balkon itu telah terbuka. Aku melihat pada satu titik di balkon. Ada kotak berwarna hitam dengan pita emas dan surat diatasnya.

Apa lagi ini?

Aku mengambil surat itu. Surat berwarna coklat muda, terlihat kusam dan tua. Seperti surat yang sudah lama dibuat tapi tidak pernah disentuh.

"Rafa, jadilah pria yang kuat. Jangan pernah menganggap dirimu tidak memiliki siapapun, ingat bahwa tuhan selalu mengiringi langkahmu. "

Tanganku bergetar. Kakiku terasa seperti tidak bisa menopang badanku. Aku terjatuh berlutut. Aku sudah lama tidak merasakan ini. Semua kenangan masa kecil muncul begitu saja. Aku menutup mataku. Otak ini benar benar tidak bisa berhenti membuatku memikirkan kasih sayang yang pernah aku rasakan.

Aku benar benar tidak bisa menahan emosiku. Air mata jatuh begitu saja tanpa aku sadari. 

Aku merindukannya..

Kasih sayang.

Aku merindukan kasih sayang.

Aku menarik nafas panjang. Aku mulai memberanikan diriku untuk mengetahui apa isi kotak hitam itu.

Kamera hitam tua.

Kamera hitam tua yang ada di kotak hitam itu.

Ini kamera tua yang bagus, apa harganya mahal? Apa ia mengirimkanku ini untuk menjualnya sehingga aku dapat menjalani hidupku dari hasil penjualan kamera ini?

Ingin rasanya aku mengotak-atik kamera ini. Namun aku teringat aku harus pergi ke pantai sekarang, jika aku berlama lama berada disini waktuku untuk berdiam diri di pantai akan berkurang.

Aku memutuskan untuk masuk kembali ke dalam kamar dan bersiap siap untuk pergi ke pantai.

Aku berangkat menuju pantai menggunakan sepeda tua yang diberikan Pak Bowo kepadaku saat aku memutuskan untuk tidak lagi hidup bergantung padanya.

Biasanya aku tidak pernah membawa apapun, bahkan ponsel. Namun kali ini aku membawa kamera dari orang misterius itu. Aku akan mengembalikan kepadanya jika nanti aku bertemu dengannya. Akan kukatakan padanya bahwa aku tidak butuh bantuan apapun.

PERTAMA KALIWhere stories live. Discover now