Jam menunjukan pukul sembilan malam. Sudah waktunya Neru untuk tidur, namun dirinya masih berkutik dengan pelajaran-pelajaran yang ia ulangi di rumah.
Dia harus mempertahankan beasiswanya, agar dia bisa lulus dengan nilai terbaik, mendapatkan surat rekomendasi, dan bisa mendapatkan kembali beasiswa untuk jurusan kedokteran.
Tapi, sudah semenjak dua jam yang lalu ia terus duduk dan belajar. Kopi yang dia seduh sudah menjadi dingin. Rasa kantuk menyerangnya. Ia menguap berulang-ulang.
"Tapi masih baru jam sembilan." Dia pun memutuskan untuk beristirahat sejenak. Di regangkan tubuhnya yang kaku karena duduk berjam-jam itu.
Dia melangkah ke arah jendela, menyibakkan tirai, dan membuka pintu menuju balkon. Angin malam menerpanya, rasanya sejuk. Dia menatap langit yang tidak berbintang sama seperti di kampung halamannya.
***
"Neru, pernah melihat bintang?" Tanya Yurina dengan melempar pandangan ke jendela di arah kanan.
"Bintang? Tentu saja pernah," Jawab Neru setelah meletakkan tas sekolahnya di lantai, "kenapa?"
"Bagaimana bentuknya?"
"Eh? Bentuknya kecil seperti butiran gula tapi bersinar dengar terang. Apa Techi belum pernah melihat bintang?" Yurina menggeleng lesu. Neru pun menghampiri dia lalu mengusap puncak kepala Yurina.
"Maaf, aku tidak bermaksud."
"Bukan masalah, bagiku Neru seperti bintang kok. Jadi tak masalah,"
Neru tertawa, "darimana kamu belajar hal seperti itu?"
"Dokter Manaki yang mengajariku, katanya 'katakan itu pada Neru nanti ya?'. Hahahaha...!" Neru ikut tertawa.
Neru mendesah. Kalau saja dia bisa membawa Yurina keluar ke tempat yang minim dari cahaya, pasti dia dapat melihat sedikitnya beberapa bintang di langit. Tapi saat itu ia hanyalah bocah SMP, ia dapat berbuat apa?
Tiba-tiba ponselnya berdering. Panggilan masuk dari Yonetani, begitu ia mengangkat. Suara Yone yang khas itu membuatnya senang.
"Bagaimana hari pertamamu?"
"Baik, tidak ada masalah."
"Begitu ya? Ku rasa aku terlalu khawatir. Bahkan Naomi-neechan sepertinya tidak sepertiku ya?"
"Ibu sudah ku telfon sebelumnya,"
"Hm begitu. Oh ya, sudah menemukan teman? Naomi-neechan bilang padaku bahwa dia takut kamu tidak memiliki teman karena kamu dari desa."
Neru menggeleng, spontan. "Tentu saja aku punya! Kapan-kapan akan ku ajak mereka ke tempatmu,"
"Ah. Aku mengerti. Sudah seperti orangtua saja aku, baiklah. Tidur kamu, besok kamu sekolah. Selamat malam!"
"Um. Selamat malam,"
***
Neru mendapati Risa di dalam lift seperti biasanya. Lift di apartemen ini hanya ada dua namun kapasitasnya hanya mampu menampung enam sampai sepuluh orang saja. Penghuni lain lebih banyak menggunakan tangga, katanya bisa sekalian berinteraksi dengan tetangga.
"Pagi," sapa Risa lembut. Suaranya agak serak, khas bangun tidur.
"Pagi." Sapanya, "apa kamu tidur dengan cukup? Kamu terlihat kurang tidur!"
"Ya.." jawab Risa dengan menguap, ".. sebenarnya kemarin aku ada sedikit urusan sehingga aku harus bertahan cukup larut."
Semenjak kepulangan Miho, Risa menelfon sang ayah, berbicara via panggilan video. Mengutarakan isi hatinya. Sang ayah sangat mengerti namun berbeda dengan Miho yang dasarnya keras kepala.
YOU ARE READING
Unreal.
FanfictionWatanabe Risa dan Nagahama Neru memiliki cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang dokter di masa depan dan memiliki alasan dibalik itu semua, 'untuk bisa memaafkan diri sendiri'.
