Case Solved (end)

Start from the beginning
                                        

Mereka terkejut, ternyata ini tempat yang benar.

"Siapa kau ha?" Hasna membentak.

"Maaf, saya tidak melayani pertanyaan. Silahkan pesan apa yang kami mau, anda bisa istirahat sampai besok." Matanya tidak menatap Hasna, melainkan menatap dinding.

Mereka saling berpandangan. Tidak mungkin untuk lari, karena masonic berkeliaran di luar memantau mereka.

"Segelas kopi bubuk lampung, dengan setengah sendok teh madu." Hasna mencoba mengulang ucapan Dementor saat ia memesan kopi di A Bid Cafe.

"Salah," ucap pelayan itu singkat.

"Kopi luwak dengan gingseng dan susu." Yuki pun tidak mau kalah, ia mengucapkan minuman kopi yang paling favorit di sana.

Dan lagi-lagi pelayan itu berkata "Salah!"

Ann memutar otaknya kembali. Ada apa dengan lingkaran? Ingatannya kembali saat ia dekat dengan Dementor, saat ia begitu sayang padanya. Ia mencoba kembali mengenang hal itu, seperti sebuah nostalgia yang sedang bernyanyi di tengah badai. Matanya terkantuk karena kelelahan, sama dengan Fakri yang sebenarnya ingin bersantai malam ini. Hampir ia tertidur, namun pikirannya masih harus menerawang sisi-sisi Dementor untuk menjawab teka-teki darinya. Kenangannya sampai pada Fakri yang begitu sayang padanya, tetapi ia tidak mengacuhkan itu. Mulai dari kebaikan Fakri yang selalu menunggunya jika ia belum pulang kuliah, sampai saat ia mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Ann saat Dementor mengeksekusi Rain. Di situ terlihat ia lebih menyayangi Ann ketimbang Rain. Kenangan Ann terus berlanjut, mengalir menuju masa kini yang mengerikan sebagai salah seorang Tikus-Tikus Newweek.

Di otak Yati lain lagi. Seandainya bisa di sebutkan apa yang di pikirkannya, mungkin akan terpampang rumus-rumus fisika, cipher, serta deretan angka-angka serta huruf-huruf. Semuanya berputar dan bermain, bagai serbuan lebah yang membengkakkan selaput-selaput otaknya.

Selama sepuluh menit mereka mencoba berbagai jawaban dengan bahasa inggris yang benar, tetap semuanya salah. Tapi mereka tidak tahu, kenapa salah?

Sesekali berdo'a dan memohon pada Tuhan agar menolong. Terkadang mata melirik pada arloji dan jam dinding. Suara detik itu terasa keras di telinga mereka, seolah lonceng kematian ada di ujung suara-suara itu.

Semenit sebelum semua berakhir, segerombolan orang bermantel biru dan berwajah bengis, dengan tertawa memasuki restoran. Terlihat senjata api menghiasi pinggang-pinggang mereka. Yati dan teman-temannya memperhatikan dengan gemetar. Rasa putus asa mulai menyusup, membuat Yuki mencoba berbagai kode tanpa berpikir panjang karena kepanikannya.

"Three point one four one five nine two six?"

"Wrong."

"twenty seventh?" ucap Yuki ngawur.

"Wrong and wrong." Jawab pelayan itu dengan sedikit tertawa.

Allahurabbi!

Waktu berlalu cepat, sudah tersisa dua puluh detik. Gerombolan berjaket merah mulai berdiri dan meraih senjatanya. Beberapa pengunjung yang memperhatikan, berteriak dan berlairan keluar, diiringi suara langkah para pelayan menyelamatkan diri masuk ke ruangan. Suasana restoran itu menjadi kacau, bising dengan teriakkan wanita-wanita. Yati yang melihat rekan-rekannya panik, berusaha menenangkan mereka. Ia tahu percuma untuk kabur, tidak ada jalan. Hanya yakin Tuhan akan menolong mereka di detik-detik terakhir ini.

Waktu tinggal sepuluh detik, sang pelayan menghitung mundur. "nine, eight, seven, six, five...." Tuhan inikah akhir dari Blackid Curcolian?

"Three, two..."

Tiba-tiba..

"May I have a large container of coffee?"

Semua menoleh pada gadis yang berucap barusan, mereka terheran-heran sekaligus takjub. Mereka heran mengapa gadis ini memesan satu kontainer kopi di saat genting seperti ini? Yang mereka takjubkan, pelayan itu menghentikan hitungannya dan terlihat kaget. Kemudian tersenyum tipis dan mengucapkan "Okay, please wait," seraya melangkah meninggalkan mereka.

Terlihat gerombolan itu dengan raut wajah kekecewaan harus pergi dari sana sebelum polisi tiba. Mereka telah membuat keributan, pastinya polisi akan segera tiba beberapa menit lagi.

Semua menoleh pada Ann yang berkeringat deras. Wajah manis berbalut jilbab lebar ini tidak mampu menyembunyikan air mukanya, di pelipis dan leher. Tangannya bergetar hebat. Ia mengigil, seolah hawa dingin pertengahan Juni ini telah membekukannya. Melihat bening air mulai menggenang di pelupuk matanya, Yati segera merengkuh Ann. Ann tidak tahan lagi, ia menangis terisak-isak di pelukkan Yati. Di dalam hatinya ia sudah merasa hampir kehilangan sahabat-sahabatnya. Ia juga sudah merasa bahwa ini akhir dari perjalanannya sebagai Blackid. Namun ternyata Tuhan berkehendak lain, ia menangis dengan rasa syukur dan ketakutan yang bercampur.

Yuki dan Hasna hanya terdiam. Di angan mereka, segalanya seperti hal yang aneh. Ternyata apa yang mereka rumuskan sesuai logika dan penalaran, tidak mampu menyelesaikan permasalahan diri mereka sendiri. Selama ini mereka hanya mampu menyelesaikan kasus orang lain.

Fakri dengan gayanya yang cool, pendiam dan pemikir, hanya menatap Ann dalam-dalam. Ia tidak mampu berkata apa-apa, seolah semua ini adalah kesalahannya. Malam ini, ia tidak menyelamatkan Ann, tapi Ann lah yang menyelamatkannya.

Pelayan itu muncul lagi dengan sebuah kotak. Ia memberi kotak itu pada Yati, seolah tahu persis bahwa ketuanya adalah Yati. Setelah memberi hormat, ia pun pergi. Kali ini tidak ke ruangan khusus pelayan, namun menuju pintu keluar dan menghilang ditengah badai salju.

Mereka saling berpandangan, terutama Ann yang sedari tadi sudah mengira bahwa ini bukan akhir. Dirinya merasakan bahwa mereka akan benar-benar punah. Tangannya semakin bergemetar, dirasakan oleh Yati yang sedang mengusap-usap bahunya.

Fakri membuka kotak itu, sebuah kertas kecil bertuliskan dengan tulisan khas Blackid rebah di tengah-tengah kotak. Fakri segera mengambilnya dan membacanya dalam hati. Tampak matanya sangat marah, lalu memberikan kertas itu pada Hasna.

"Bacakan!" Perintah yati.

"Tuhan menjaga kalian untuk malam ini. Namun tikus-tikus yang cerdas memang harus bertahan sampai mati bukan? Dan....." Hasna terus membacanya, lalu menyebutkan kode-kode yang harus mereka pecahkan. ".... waktu berakhir 23:59 besok. Semoga sukses seperti hari ini, dan selamat istirahat untuk malam ini. Kerja kalian sangat bagus. –Tikus Besar 0C4-" Hasna mengakhiri kalimatnya dengan hembusan nafas panjang.

Kapan ini berakhir?

Polisi mulai berdatangan, sangat lamban dan kurang bertanggung jawab. Mereka menemui Yati dan rekan-rekannya, sembari menanyakan kabar. Beberapa polisi memang mengenal mereka, namun mereka tidak mau bercerita. Mereka tahu itu percuma, masonic bergerak bagai peluru. Tidak terlihat namun mematikan.

:Dan salju-salju turun dengan cantik. Malam yang indah bagi mereka yang tengah terlelap dalam mimpi tuk hidup esok hari. Menjalani aktifitas sebagai orang biasa dan tidak memiliki ancaman apapun dari kelompok yang membahayakan.

Andai mereka orang biasa.

V in CASEWhere stories live. Discover now