Ruangan utama begitu gelap, aku segera menyalakan lentera besar dan kulihat lantai sudah banjir darah. Aku menatap sekeliling dengan nanar dan aku melihat dua tubuh sudah tergeletak.

"Ibu!"

Aku segera berlari menghampiri ibu yang sudah tergeletak di sudut ruangan. Aku menatap tanganku yang sudah berlumuran darah dan kulihat bekas tusukan dan sayatan di lehernya. Mataku berkaca-kaca dan tanganku mengepal agar tidak menetes.

"Ayah!"

Aku menghampiri tubuh ayah yang juga tergeletak di dekat kursi. Tubuh ayah sudah berlumuran darah dengan belati menancap di jantungnya. Tubuhnya sudah tak bernyawa.

"Agghhh!!!"

Aku segera melesat ketika mendengar suara bibi Alya mengerang, namun terlambat ia sudah tersungkur di lantai dengan kepala berlumuran darah bersama bunga-bunga di keranjang yang berserakan di lantai.

"Valen, pergilah!" teriaknya ketika aku menghampirinya. "Cepat lari!"

Aku meraih pedangku ketika aku mendengar pergerakan di belakangku. Dan benar saja, dua orang sudah bersiap menyerang ku. Aku segera menangkis serangan mereka dan bergerak memutar untuk menghindari serangan berikutnya.

"Siapa yang memberimu perintah untuk membunuh keluargaku?"

Pria berhoodie itu hanya terdiam, namun aku bisa melihat matanya dan ia sedang menyeringai meskipun mulutnya tertutup cadar. Mereka melompat dan menyerang ku lagi. Aku menggenggam pedangku semakin erat dan kembali menangkis serangan mereka. Suara dentingan pedang kami cukup membuat telingaku berdengung.

"Katakan padaku siapa kalian!" desisku.

"Kau tidak perlu tahu soal kami, yang penting adalah kau dan seluruh keluargamu harus mati malam ini."

Pria itu kembali menyerang ku dan aku melompat mundur hingga akhirnya punggungku membentur dinding. Aku menahan dua pedang sekaligus dengan pedangku, dan disaat itu satu orang lagi menyerang ku dari sisi lain dengan panah.

Aku mengerang ketika panahnya berhasil menghujam pinggangku. Aku menendang mereka berdua dan menebaskan pedangku ke tubuh mereka. Namun serangan ku yang buruk hanya melukai mereka tanpa membunuhnya.

"Sial!"

Aku melompat melalui jendela yang terbuka dan segera melepaskan kudaku. Aku memacunya dengan cepat dan mereka mengejar ku. Guncangan membuat pinggangku semakin nyeri dengan anak panah yang masih menancap.

Rasa sakit yang mendera membuatku semakin lemas. Keseimbangan Ku mulai berkurang karena pandanganku yang semakin buram. Aku terjatuh dari kudaku dan berguling kedalam jurang. Aku mengerang kesakitan ketika anak panah yang menancap di pinggangku semakin menusukku.

Ternyata mereka tak berhenti sampai disitu. Aku berusaha untuk bangun ketika derap kaki menuruni jurang . Aku menahan sakit luar biasa sambil berlarian menyusuri hutan gelap. Jantungku berdegup kencang dengan kecemasan luar biasa ditambah napas ku sudah tak beraturan.

Ditengah kepanikan ku, seseorang sudah membekap mulutku dari balik pohon besar dan menarik ku untuk bersembunyi. Aku berusaha memberontak sambil melawan bekapannya, namun ia mendesis sambil meletakan telunjuk di bibirnya pertanda aku harus diam.

Aku terdiam dan patuh ketika suara derap kaki mendekat dan melintas di sekitar kami. Aku bisa mencium aroma Mint yang maskulin di tubuhnya. Tangan kekarnya sudah mendekap ku sambil menatap waspada akan derap langkah kaki yang masih terdengar.

"Sial! Gadis itu lolos," umpatnya sebelum kembali berlari untuk mencari ku.

Aku memberontak dari tangannya setelah keadaan sudah cukup aman. Namun tangannya terlalu kuat dan terasa berat, aku tidak bisa melepaskan diri darinya.

AssassinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang