Part 1

5 0 0
                                    

1 Oktober 2011

Aku menikmati suasana Jawa Timur dan Jawa Tengah di malam hari dari dalam bus yang melaju perlahan menuju Jakarta. Mendapatkan tempat duduk di pinggir jendela membuat mataku mampu menyusuri pemandangan sepanjang jalan yang dilewati bus. Samar-samar aku lihat bagaimana seorang gadis menangis di trotoar jalan seolah kebingungan bagaimana hidupnya esok hari. Ada bulir hangat yang mengalir di pipiku.

"Bapak...Ibu...kita istirahat dan makan malam dulu disini, silakan Bapak Ibu bisa turun dan menikmati makan malam yang sudah disediakan," Ucapan kondektur bus malam membuyarkan kenangan kelam beberapa bulan silam.

Entah...tiba-tiba aku ingin lari dan menangis lagi..mataku menyusuri tiap sudut ruangan di rumah makan di Jawa Tengah ini dan kakiku terus melangkah mencari-cari satu tempat dimana aku bisa meluapkan perasaan dan emosiku.

Dan ya....ini tempat yang aku cari...
Musholla.
Aku memilih sholat terlebih dahulu dibandingkan makan malam.
Bagiku perasaan dan hati yang tentram lebih penting dibandingkan apapun juga.
Setelah puas menangis dan meluapkan perasaanku di sujud akhir Isya' dan Maghrib yang aku qadla', aku mengambil teh hangat dan sedikit lauk untuk sekedar mengisi perut.

Bus kembali melaju menuju ibukota dan akhirnya aku bisa terlelap dengan lebih tenang meskipun tak senyaman tikar di rumah.

10 September 2010

"Namanya Bu Nadya, beliau mengajar Ekonomi di tempatku," ujarmu memperkenalkan rekan kerja barumu yang duduk bersama seorang lelaki di satu kafe siang itu.

"Ini calon saya, Bu. Namanya Rahma dia mengajar Bahasa Indonesia di SMPN 3."
Aku mengulurkan tangan dengan sedikit tersipu ketika kau mengenalkanku sebagai calonmu.

"Rahma, salam kenal Bu. Titip Pak Ari ya, laporin saja ke saya kalau beliau nakal," ujarku menggodamu.
"Bu Nadya, kami duluan ya?," aku mengakhiri pertemuan hari itu.

24 Maret 2011
"Keluargaku tidak setuju aku menikahimu," Bunyi pesan yang kau kirimkan melalui SMS membuat sendi-sendi kakiku seketika lesu.
"Kenapa?" jawabku singkat
"Mereka takut aku kalah," ujarmu mengakhiri pesanmu yang sekaligus mengakhiri hubungan kita selama 4 tahun.

Wajahku pias, tenggorokanku tercekat dan jari-jari tanganku kaku. Seketika dunia terasa menjadi satu warna, abu-abu. Aku merasa kakiku tak berpijak di tanah...aku merasa tak berada di bumi dan aku merasa terjebak antara hidup dan mati.

"Bu Rahma kenapa?" Tegur salah satu rekan kerjaku
"Ah, tidak ada apa-apa, Bu." jawabku
"Itu angkotnya sudah datang, Bu. Bu Rahma naik angkot ini kan?"
"Oh, iya...terima kasih, Bu, Mari..saya duluan."

Duniaku gelap. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi. Aku tidak tahu kemana harus pergi..yang kutahu satu hal, aku ingin mati.

"Brak...."
"Mbak...mbak...bangun, mbak...mbak...."
Mataku tiba-tiba gelap.

- to be continued -

(da)Hulu KitaWhere stories live. Discover now