Eps.1

1.6K 73 1
                                    


“Bunda aku berangkat ya! Assalammualaikum." Si bungsu meraih tanganku dan menciumnya.

"Umi, abang berangkat ya. Assalammualaikum." Gantian si sulung mendaratkan ciuman di kepalaku.

"Ayah maunya dicium!" Suamiku yang jahil menunjuk-nunjuk pipi kanannya sebagai kode.

Anak-anak memperhatikan tingkah laku kami. Walau mereka bukan terlahir dari rahimku, tapi cara mereka memperlakukanku tak berbeda dengan ibu kandungnya sendiri.

“Ciyehh Ayah dan Bunda. Romantis banget sih!” gurau si sulung yang melihat dari dalam mobil dengan jendela terbuka.

Aku tertawa, ciuman penuh kasih kuberikan padanya sebagai penyemangat di kantor nanti.

Cup!

"Tuh sudah, sana berangkat. Nanti terlambat!" Aku mendorong tubuhnya untuk segera masuk ke mobil.

"Asiik, makasih sayang. Iya, iya. Ayah berangkat ya!" Ia tersenyum bahagia dengan mata berbinar. Tak lupa mendaratkan kecupan di dahiku.

"Eh sebentar, Yah! Nanti malam mau makan apa?" tanyaku menahan lengannya.

"Apa aja, terserah Bunda. Masakan Bunda selalu enak. Ayah pasti makan kok."

"Ih Ayah, terserah itu bukan jawaban. Bunda bingung. Jadi mending Ayah langsung tentukan menunya aja. Biar Bunda tinggal masakin. Gak pusing mikir menu lagi, ya? Jadi mau dimasakin apa?" Aku merajuk.

"Sapo tahu sama ayam rempah deh, Bun. Biar hangat, lagi musim hujan," jawabnya.

"Oke, Yah!"

"Berangkat ya Bun, bye! Assalammualaikum."  Ia berlari ke arah mobilnya. Ketiga pria kebanggaanku melambaikan tangan dan supir kami pun segera melaju hingga tak lagi tampak di depan rumah.

Aku kembali ke dalam rumah dan melanjutkan rutinitas pagiku. Membersihkan rumah, menyetrika, menjemur, dan menyiapkan bahan masakan untuk makan malam.

Zuhur menjelang. Selesai shalat, aku beristirahat sejenak agar bisa mengisi tenagaku kembali.

**

Waktu menujukkan pukul lima sore, aku mendengar suara klakson mobil. Pertanda suamiku sudah tiba. Anak-anak sudah tiba lebih dulu pada pukul tiga sore tadi. Mereka berada di kamarnya masing-masing.

Aku membersihkan diri, membuka celemek dan mencium aroma bajuku.

"Uhmm, bau bawang. Aku semprot cologne dulu deh!" gumamku. Tak lupa merapihkan jilbab instan yang sedari tadi kupakai.

"Anak-anak, ayah pulang nih. Turun semua, yuk!" Suaraku bergema di dalam rumah yang tak seberapa ini.

"Iya Bunda, sebentar." Terdengar sahutan dari kamar si bungsu.

"Tunggu ya, Mi." Suara si sulung menyusul.

Aku berlari kecil ke arah pintu rumah, kembali merapikan pakaian, bersiap menyambut suami.

“Assalammualaikum,” ucapnya saat turun dari mobil.

“Waalaikumsalam ”  Aku menjawabnya seray memberikan senyum termanisku.

Ria berwajah teduh itu memelukku erat dan langsung bercerita dengan antusiasnya.

"Sayang, tadi aku bertemu seseorang di minimarket depan. Dia bertanya sebuah alamat. Saat aku lihat alamat dan namanya, di situ tertulis nama kamu. Jadi aku mengajaknya serta. Agar dia sekalian makan malam bersama kita."

Aku yang sedang terheran, mendongak dan bertanya.

"Siapa, Mas?" Alisku bertaut karena bingung.

"Itu!" Ia menunjuk sosok pria yang menyusul dibelakangnya.

Aku melirik ke arah yang ditunjuknya. Lututku lemas, persendian seakan melemah pelukanku merenggang. Tiba-tiba mataku merabun, ada kaca bening menutupi pandangan. Berganti dengan hujan kecil.

Ada rasa sesak menghimpit dadaku, membuatku sukar bernapas. Kegalauan melanda. Bingung harus bersikap bagaimana.

Berjarak dua meter dibelakang suamiku, seorang pria berdiri mematung. Ia terlihat kaget demgan pemandangan di depannya.

Pria yang tiga tahun lalu hilang dihantam badai tsunami saat kami baru saja mengayuh biduk rumah tangga.

MENYAMBUT SUAMIWhere stories live. Discover now