Atap Rumah Sederhana

593 39 9
                                    


Diatap rumah kayu yang sederhana, rumah diantara bangunan yang tinggi, tempat ku bersandar melepaskan lelah ditiap harinya. Melihat kendaraan berlalu ditengah jalan ramai, dikota yang penuh dengan suara kehidupan dan aktivitas manusia. Suara semangat, canda, dan tawa orangtua dan adik-adikku menghilangkan kelelahan ku diantara luasnya samudra yang penuh dengan keegoisan, keserakahan, antusias, dari orang-orang yang ingin mencapai kebahagiaan dunia.

Pernah ketika itu, aku dan ibuku menyiapkan makanan untuk keluarga kecilku, satu butir telur, ditambahkan sedikit garam dan juga nasi yang dihaluskan, untuk membuat telur goreng yang nantinya akan dibagi menjadi lima bagian. Berjualan makanan ketika masih remaja, menjadi contoh terbaik untuk adik-adikku dan juga harapan pertama untuk orang tuaku, itulah masalalu.

Zahara Al Jannah namaku, aku baru saja menyelesaikan pendidikan S1 dan sekarang menjadi seorang guru, ayahku seorang guru, dan ibuku adalah wanita tangguh, semangatku, dan juga sahabatku untuk mencurahkan kesedihan dan juga kebahagian ku. Aku memiliki tiga orang adik perempuan dan juga satu adik laki-laki.

Siang telah menjelang, terik matahari yang begitu panas, membuatku harus segera berangkat bekerja. Ibu memanggilku yang berada di dalam kamar, mengingatkan ku untuk segera berangkat mengajar.

"Lia, sekarang sudah jam 12.30, siap-siap untuk berangkat bekerja."

Lalu aku pun menjawab "iyah Bu".

Segera ku bersiap-siap untuk berangkat kerja.

Ketika aku keluar rumah, banyak sekali angkot yang berbaris di jalanan, rupanya pada saat itu, demo besar-besaran seluruh angkot untuk menurunkan harga BBM. Aku pun bingung untuk berangkat kerja, dan ojek pun belum ada di daerah kota ku. Pada saat itu, keluaraga aku tidak memiliki kendaraan bermotor apalagi mobil. Jadi terpaksa aku harus berjalan kaki untuk menempuh tempat kerja. Perjalanan ke tempat kerja sekitar 1 jam kalau kita berjalan kaki. Rasa panas, lelah, dan rasanya ingin mengeluh kepada dunia dengan gaji honorer pada saat itu tiga belas ribu rupiah. Dan akhirnya aku tetap melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki.

Langkah kaki ini tetap istiqomah berjalan menuju tempat kerja. Pikiran demi pikiran membayangi kepalaku, terlintas di dalam benak lelah ini tentang cinta, akupun bingung, selama ini aku tidak pernah memikirkan tentang cinta, bahkan untuk pacaran saja aku tidak pernah, karena memang, aku memilih teguh untuk tidak mendapatkan cinta yang tidak halal. Bahkan ketika masih mahasiswa, akupun terlalu sibuk untuk segera menyelesaikan kuliah, dan ikut aktif disalah satu organisasi rohani islam yang ada dikampusku.

Entah kenapa aku melihat ada beberapa pasang kekasih menaiki motor dengan bahagianya. Akupun berpikir "Andaikan aku memiliki pasangan yang bisa mengantarku ke tempat kerja Ya Allah".

Akupun langsung beristigfar, "Astagfirullah lia, kenapa kamu berpikir seperti itu, luruskan niat mu, menikah bukan hanya hal sepele seperti itu".

Pada saat itu, aku menghentikan pikiran aneh yang terbesit dipikiran ku, aku masih harus memikirkan adik-adikku yang ingin melanjutkan kuliah, dan membantu keuangan orangtua ku. Akupun tetap melangkah berjalan untuk mengajarkan secara ikhlas sebagai guru honorer saat itu.

Sampailah dipertigaan jalan menuju tempat kerja, terjadilah kecelakaan yang dahsyat tak jauh dibelakang ku. Tersentak kaget mendengar kecelakaan dibelakangku. Tapi aku tak peduli, aku tetap melangkah ke tempat kerja, karna takut telat saat mengajar nanti.

Akhirnya, sampailah ditempat kerja, aku masih membayangkan indahnya ketika kita memiliki pasangan. Tapi aku tetap teguh, jangan sampai aku terjebak diantara cinta yang tidak halal.

Itulah awal ketika aku mulai memikirkan cinta untuk seorang insan lelaki yang entah dimana jodohku akan dipertemukan Allah untuk ku. Kuncinya adalah keteguhan didalam diri, tekad yang tak pernah padam, dan senantiasa menjadikan Allah sebagai cinta yang paling utama diantara cinta yang lainnya.

TeguhWhere stories live. Discover now