...

27 10 8
                                    

Seminggu setelah dia tahu jika Flay adalah sepupu Orion, Asha malah tidak ingin bertemu dengan gadis itu. Dia masih bisa menyapa dan bercengkrama dengan Flay seperti biasanya. Namun hatinya terus di gerogoti rasa penasaran. Tapi di satu sisi dia juga takut. Takut menghadapi kenyataan yang akan semakin menghancurkannya nanti.

Fakta bahwa Flay adalah sepupu Orion, membuat Asha bertanya-tanya apa Flay tau tentang dirinya dan Orion?? Lalu kenapa? Gadis itu bahkan bersikap biasa-biasa saja. Seolah...
Ah...
Tentu saja. Bukan kah selama ini hanya dia yang selalu berharap. Mana mungkin orang semacam Orion membicarakan Asha, seperti dirinya yang selalu memuja Orion setiap waktu.

"Yo, 'Sha aku pulang duluan." sapa salah satu rekan Asha, membuyarkan isi pikirannya.

"Eh.. Ya. Duluan." jawab Asha tergagap. Matanya memperhatikan rekannya itu tersenyum, lalu melangkah pergi meninggalkan Asha dengan menggandeng tangan seorang gadis.

FLAY ??!

Seolah ada telepati, Flay membalikan badannya dan menatap Asha tepat di kedua mata.

"Duluan ya... Asha." ucap Flay tersenyum manis.

Asha hanya bisa mengangguk kaku.

"Sial." umpatnya pelan.

.
.
.
.

Asha menutup pintu apartemennya pelan. Lagi-lagi dia pulang larut. Berjalan lunglai menuju sofa biru tuanya dan langsung merebahkan tubuhnya di sana, Asha memejamkan matanya erat.

Orion.

Dulu sekali ketika dia masih sekolah, dia selalu menghayalkan jika dirinya akan jatuh cinta dengan seorang gadis manis, keibuan, penyayang, dan pengertian.

Namun semua itu musnah saat dia bertemu dengan Orion.

Tidak ada yang istimewa dari pertemuan pertama mereka. Bahkan terkesan kurang ajar.

Malam itu Asha pulang terburu-buru karena salju tiba-tiba turun. Dia tidak begitu senang saat butiran salju menumpuk di atas kepalanya juga bahunya. Karena itu dia memilih berlari untuk mempercepat sampai di apartemen hangatnya.

Tetapi ketika dia berbelok, sebuah lemparan keras telak mengenai kepalanya. Membuat Asha mengumpat, selain itu terasa dingin juga basah saat tangan kirinya mengusap bagian kepalanya yang sedikit sakit. Ternyata itu adalah sebuah bola salju yang kini sudah hancur di dekat kakinya.

Asha mengumpat pelan dan dengan gemasnya dia menginjak-injak sisa-sisa dari bola salju itu sampai rata dengan tanah. Saat itu Asha benar-benar terlihat seperti orang gila. Dia memaki dan mengumpat. Dia kesal. Dia membenci salju. Dia membenci kesialan.

Sepasang sepatu yang berhenti tepat di depan nya. Seorang pria tinggi dengan baju hangatnya yang lengkap. Mata hitam mempesona yang menatap Asha dalam. Rambut coklatnya tertutupi sebuah topi rajut hitam. Cukup tampan, Asha akui itu.

Dialah Orion Flaga.

Asha kembali memaki, dia sudah terlanjur kesal apalagi saat mendengar umpatan balasan dari Orion yang sangat menjengkelkan.

Mereka berdebat.
Namun pada akhirnya Orion adalah yang pertama meminta maap karena telah ceroboh melempar bola salju ke sembarang arah. Dan malah mengenai Asha. Dia juga menjelaskan kalau sebenarnya yang melemparnya tadi adalah sepupunya.

Dasar Asha yang mudah sekali luluh, maka dia pun memaklumi dan masalahpun selesai.
Asha mengingat jelas saat dimana Orion melemparkan senyuman menawannya pada malam itu.

Tiga hari setelah kejadian itu, Asha kembali bertemu dengan Orion yang hampir saja membuat dirinya tercebur ke dalam kolam kecil di taman kota. Kalau saja Orion tidak cekatan menarik tubuh Asha, sampai mereka terjatuh berpelukan di atas salju dengan posisi Orion di bawah menjadikan tubuhnya sebagai alas dan memeluk tubuh Asha erat.

Asha ingat betapa hangat nya tubuh Orion saat itu. Hangat dan nyaman.
Asha bahkan tidak rela saat Orion melepas pelukannya dan menertawakan Asha karena wajahnya yang memerah padam.

Sore itu untuk pertama kalinya Asha mempersilahkan seseorang untuk berkunjung ke apartemennya.

Semakin lama, hubungan mereka semakin akrab. Tidak ada batasan lagi diantara mereka. Orion sering menginap di kamar Asha, berbagi kehangatan selimbut bersama. Meski perdebatan-perdebatan kecil kerap terjadi, akan tetapi anehnya hubungan mereka malah semakin dekat dan semakin lengket.

Asha pun mulai menyadari perasaannya untuk Orion.

Ucapan Tolle waktu itu benar. Dia memberikan segalanya pada Orion. Cintanya, waktunya, perhatiannya, segalanya. Bahkan hidupnya. Asha pun menyadari, cintanya mungkin hanya satu arah. Tapi Asha juga yakin Orion menyadari perasaannya, karena Asha sendiri bisa merasakan jika Orion memberikan hal yang sama padanya.

Asha tidak pernah berpikir, dirinya akan menyerahkan cintanya pada sosok Orion. Namun saat dia tersadar, dia sudah tenggelam dalam rasa ketidak wajaran itu pada Orion.

Ciuman pertama mereka Orion lah yang memulai, dan berakhir dengan kenikmatan yang mereka reguk bersama. Desahan erangan kenikmatan bagai simfoni indah di malam natal bersalju yang menggairah di malam itu.

Asha merasa bodoh. Seharusnya dia tidak terbuai dengan apa yang dilakukan Orion malam itu. Seharusnya dia berhenti. Namun dia tidak bisa. Dia begitu menginginkan lelaki itu, begitu mendambakannya. Asha tidak ingin melupakannya. Karena jika dia melupakan itu, maka tidak ada alasan lagi baginya untuk terus bertahan dari rasa kesepian ini.

Asha begitu mencintai Orion Flaga. Si pemuda asing yang mampu menjungkir balikan dunia kecil Rapasha.

Asha tidak tahu apa yang terjadi, mereka baik-baik saja. Mereka masih berhubungan. Mereka masih selalu menghabiskan waktu bersama, menonton film, jalan-jalan bersama, memasak bersama, bahkan Orion masih selalu menginap di apartemennya.
Asha bahagia.
Orion pun tidak pernah mengeluh apapun.
Dan, Orion membalas cintanya.

Tapi kenapa?

Sore itu mereka seperti biasa akan bertemu di cafe dekat apartemen Asha. Orion berjanji akan datang dan dia akan memberinya kejutan. Asha begitu menanti, tapi... sampai cafe itu tutup, Orion tidak pernah datang.

Dan Orion menghilang.

Tidak pernah lagi memberi kabar.

Tidak pernah menemuinya lagi.

Bahkan ketika Asha mendatangi tempat-tempat yang selalu mereka kunjungi. Orion tetap tidak ada.

Mencari dan terus berharap. Selalu tersenyum dan tetap percaya bahwa Orion akan menemuinya kembali. Namun nyatanya Asha sedang berjalan menuju kegelapan keputus asaan.

Menjalani hidup tanpa keberadaan Orion, begitu berat bagi Asha. Dia tidak ingin berhenti. Tapi hati nya terluka dan kecewa.



"Aku tidak mengerti kenapa kau pergi. Tapi jika rasa cintaku adalah sebuah kesalahan. Maka abaikan rasaku, jangan membalas, dan kembalilah."

September (?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang