Kemelut Perpecahan Seksual (Sexual Rupture) Besar Kedua

Start from the beginning
                                    

Perempuan tidak lagi memiliki peran sosial sebagai perempuan di rumahnya. Tugas utamanya adalah merawat anak laki-lakinya, "anak-Tuhan", yang derajatnya telah meningkat jauh sejak periode mitologis. Ruang publik benar-benar tertutup bagi perempuan. Praksis Kekristenan perempuan perawan yang memutuskan hidup sebagai biarawati pada kenyataannya adalah sebuah retret (mundur) ke pengasingan untuk menemukan keselamatan dari dosa. Setidaknya, kehidupan biara dan tertutup ini menawarkan kebebasan dari seksisme dan kutukan. Ada alasan material dan spiritual yang baik dan kuat untuk memilih kehidupan di biara daripada kehidupan seperti neraka di rumah. Kita hampir bisa menyebut institusi ini sebagai partai perempuan miskin pertama. Monogami, yang telah dimapankan dalam Yudaisme, diambil alih oleh Kekristenan dan disucikan. Praksis monogami ini memiliki tempat penting dalam sejarah peradaban Eropa. Aspek negatif dari monogami adalah perempuan diperlakukan sebgai objek seksual dalam peradaban Eropa karena orang Katolik melarang perceraian.

Dengan kedatangan Nabi Muhammad dan Islam, status perempuan dalam budaya patriarki suku-suku gurun agak membaik. Tetapi pada intinya, Islam telah mendasarkan dirinya pada budaya Abrahamik; selama periode Nabi Muhammad, perempuan memiliki status yang sama seperti yang terjadi pada periode Daud dan Salomo. Saat itu pernikahan ganda (multiple) untuk alasan politik dan memiliki banyak selir dianggap sah. Meskipun dalam Islam perkawinan dibatasi untuk empat perempuan, namun pada dasarnya status perempuan tidak berubah karena laki-laki masih memiliki lembaga harem dan selir.

Baik budaya Kristiani dan Muslim telah stagnan dalam hal mengatasi masyarakat seksis. Kebijakan Kekristenan terhadap perempuan dan seksualitas secara umum adalah latar belakang di balik krisis kehidupan monogami modernis. Inilah realitas di balik krisis budaya seksis dalam masyarakat Barat. Krisis ini juga tidak bisa diselesaikan dengan melakukan selibat seperti yang dituntut terhadap para imam dan biarawati. Solusi Islam tidak berhasil, yaitu dengan mengutamakan pemenuhan seksual laki-laki dengan memiliki banyak perempuan dengan status istri dan selir. Pada intinya, harem hanyalah sebuah rumah bordil diprivatisasi untuk dipakai oleh satu-satunya individu istimewa. Praktek sosial seksis seperti harem dan poligami telah memiliki peran yang menentukan dalam masyarakat Timur Tengah yang tertinggal di belakang masyarakat Barat. Sementara kekangan seksual (praktek selibat dan monogami) oleh agama Kristen adalah faktor yang telah menyebabkan modernisme, sedangkan mendorong pemenuhan seksual yang berlebihan (praktek poligami) adalah faktor yang menyebabkan Islam mundur ke keadaan yang lebih buruk daripada masyarakat suku gurun kuno, dan karenanya diungguli oleh masyarakat Barat modern.

Pengaruh seksisme pada pembangunan masyarakat jauh lebih besar dari yang kita duga. Ketika menganalisis kesenjangan yang berkembang antara pembangunan sosial Timur dan Barat, kita harus fokus pada peran seksisme. Pandangan Islam tentang seksisme telah menghasilkan hasil yang jauh lebih negatif daripada peradaban Barat dalam hal perbudakan mendalam terhadap perempuan dan dominasi laki-laki.

Perbudakan sosial bukan hanya fenomena kelas. Ada urutan penaklukan yang lebih tersembunyi daripada sistem kepemilikan budak itu sendiri. Sikap lunak terhadap kebenaran ini berkontribusi pada menanam sistem lebih dalam. Paradigma mendasar masyarakat adalah sistem perbudakan yang tidak memiliki awal dan akhir.


2. Dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama dikisahkan Miriam dan Harun (keduanya saudara Musa) memberontak dan mempertanyakan kenabian Musa dikarenakan Musa mengambil seorang istri seorang perempuan Kush. Masih ada perdebatan tentang identitas perempuan Kush ini, sebagian mempercayai bahwa perempuan Kush ini adalah Zipora, istri pertama Musa, sebagian lagi berpendapat sebaliknya. Dan di dalam interpretasi Midras, Miriam dan Harun memprotes keputusan Musa untuk selibat atau memisahkan diri dari istrinya. Akibatnya Miriam dihukum pengasingan selama 7 hari. Namun hanya Miriam yang dihukum, Harun tidak.


3. Dalam narasi Kejatuhan (Fall) agama Abrahamik dengan kisah Adam dan Hawa terusir dari Taman Eden berawal dari Hawa yang tergoda oleh seekor ular lalu menggoda Adam untuk memakan buah dari pohon pengetahuan antara yang baik dan buruk yang terlarang. Kisah ini menjadi dasar dari kepercayaan akan dosa asal, dan dalam mitos populer Hawa sangat disalahkan karena merayu Adam untuk ikut memakan buah (penerjemah).


4. Lilith adalah tokoh dalam mitologi Yahudi, yang dikembangkan paling awal dalam Talmud Babel (abad ke-3 hingga ke-5). Lilith sering digambarkan sebagai iblis yang berbahaya di malam hari, yang nakal secara seksual, dan yang mencuri bayi dalam kegelapan. Dalam cerita rakyat Yahudi, Lilith muncul sebagai istri pertama Adam, yang diciptakan pada waktu dan dari kotoran yang sama dengan Adam (kontras dengan Hawa, yang diciptakan dari salah satu tulang rusuk Adam). Legenda berkembang secara ekstensif selama Abad Pertengahan, dalam tradisi Aggadah, Zohar, dan mistisisme Yahudi. Sebagai contoh, dalam tulisan-tulisan Isaac ben Jacob ha-Cohen dari abad ke-13, Lilith meninggalkan Adam setelah dia menolak untuk tunduk kepadanya dan kemudian tidak akan kembali ke Taman Eden setelah dia bersatu dengan malaikat Samael.


5. Kepercayaan di dalam agama Kristen bahwa Yesus dikandung di dalam rahim ibunya, Maria melalui Roh Kudus tanpa perantara ayah manusia dan lahir ketika Maria masih perawan. Kepercayaan ini secara universal diterima di gereja Kristen dan, kecuali untuk beberapa sekte kecil. Hal ini merupakan dasar kepercayaan dalam Gereja Katolik, Ortodoks, dan paling Protestan. Muslim juga percaya pada kepercayaan ini.

Liberating Life: Woman Revolution (edisi Bahasa Indonesia) oleh Abdullah OcalanWhere stories live. Discover now