1. Musim yang buruk

2.5K 330 17
                                    

Clara duduk termenung mengamati Andrew yang tampak pulas dalam tidurnya. Kemarin ia langsung membawa Andrew kembali ke Apartemennya. Dalam keadaan mabuk, beberapa kali pria itu menyebut nama Vionna, dan menangis menunjukkan kesedihannya yang selama dua bulan ini ia pendam. Andrew mengungkapkan segala perasaannya, pernyataan cinta yang begitu dalam serta patah hati yang teramat menyayat.

Andrew, meski dia begitu ramah dan sopan terhadap semua orang, tetapi sebenarnya dia adalah pribadi yang tertutup. Sangat jarang menunjukkan perasaannya. Tetapi kemarin, Clara menyadari bahwa Andrew benar – benar sangat mencintai Vionna seolah tidak bisa hidup jika tidak bersama wanita itu.

Suara lenguhan menyentak lamunan Clara, Andrew membuka mata dan perlahan – lahan bangun dari tidurnya.

"Clara." Panggil Andrew ketika matanya sudah fokus melihat obyek di sekitarnya.

"Ahh... kau sudah bangun." Clara bangkit dari duduknya lantas menyodorkan teh hangat yang sedari tadi dibawanya. "Minumlah! Kemarin kau mabuk berat."

Andrew meringis kemudian menerima teh hangat tersebut lantas meminumnya.

"Kau pasti merasa aku sangat buruk kan?" Tanya Andrew menyadari bahwa kelakuannya dua bulan ini begitu aneh karena masalah rumah tangganya.

"Tidak juga." Clara menggidikkan bahu. "Tetapi itu pertama kali aku melihat mu mabuk seperti orang gila."

Andrew terkekeh mendengar candaan Clara. Ia kemudian bangkit dan menatap dirinya di cermin. Benar – benar berantakan seperti orang gila.

"Clara, apa kemarin aku mengatakan hal – hal aneh saat mabuk?"

Clara mengangguk, tak mau membohongi sahabatnya itu. Pria itu kemarin benar – benar mencurahkan segala isi hatinya bahkan ke hal – hal yang tak Clara ketahui sebelumnya. Dan curahan hati Andrew itu membuat rasa sesak di dadanya. Melunturkan angan Clara terhadap cintanya. Cinta yang sudah ia pendam selama lebih dari 9 tahun kepadanya.

"Bibi sangat mengkhawatirkan mu, Andrew." Ucap Clara. Nyonya Rixton yang tidak lain adalah ibu Andrew kemarin malam menelepon Clara untuk membujuk puteranya tersebut pulang. Meski nyonya Rixton belum tahu keadaan rumah tangga puteranya, tetapi ibu mana yang tidak mempunyai firasat bahwa dua bulan ini, puteranya mempunyai masalah serius sehingga terjadi perubahan di dalam diri Andrew.

Andrew mengangguk. "Aku janji kemarin adalah yang terakhir." Ia tersenyum tipis menatap dirinya sendiri di cermin. "Aku hanya ingin meluapkan emosi ku."

"Aku tahu." Clara bangkit dan melangkah keluar dari kamar, "Bersihkan dirimu! Aku harus bekerja. Sampai jumpa." Pintu pun ditutup, dan Clara tahu, meski Andrew berkata seperti itu untuk menguatkan diri, tetapi tatapan Andrew masih menyimpan kesedihan.

***

Hari ini pertemuan dengan klien penting di sebuah restoran ternama. Clara duduk dengan tenang, meski perasaannya tidak begitu tenang. Pertemuan ini sebenarnya adalah tugas Sophia tetapi wanita itu tiba – tiba merasakan sakit di kepalanya dan dengan terpaksa Clara menggantikan tugas penting itu. Clara takut jika pertemun ini tidak berjalan mulus lantaran dia merasa di musim ini, nasibnya tidak terlalu mujur.

Dia benci musim semi, sampai – sampai dia tidak ingin keluar rumah selama musim ini berakhir. Musim semi seolah menjadi momok menakutkan bagi diriya, karena rasa – rasanya ketika musim semi tiba, kejadian tidak mengenakkan selalu terjadi padanya.

"Perwakilan dari Decide Group?" Tanya seorang pria menghampiri meja nomer 8 tempat Clara duduk.

Clara mendongak dan mendapati seorang pria berkacamata dengan setelan jas rapi berdiri di depannya. "Ya tuan, saya perwakilan dari Decide Grup." Clara tersenyum sembari menjabat tangan lelaki di depannya. "Apakah anda tuan~" Jeda sejenak Clara mencoba mengingat nama klien ini. "Tuan Jack?"

Spring DayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang