Chapter Twenty Three

5.6K 333 12
                                    

"Hai, sayang." Jane memeluk Olivia saat pagi ini Olivia menghampirinya didapur. Saat dia pulang sore itu, Angela langsung menceritakan semuanya padanya dan meminta Jane tidak menanyakan tentang kenapa dia berada dirumah pagi ini.

"Hai, Jane."

"Sebentar lagi aku selesai. Kau bisa membantuku mengurus meja makan, kan?"

Olivia terseyum dan mengangguk. Dia melakukan pekerjaannya dengan tidak bersemangat. Entahlah, sejak dia kembali pulang dan mengurung diri, tidak sekalipun Olivia bisa berhenti memikirkan Richard.

Terbiasa tidur didalam pelukan Richard membuat Olivia sulit memejamkan mata. Olivia merasa hampa dan juga kehilangan. Untuk pertama kalinya dia merasa seperti ini terhadap seseorang.

Sayangnya, kenyataan kalau Richard tidak menginginkannya membuat perasaan rindu itu semakin menyedihkan.

"Oliv?"

Sebuah tepukan dibahunya membuat Olivia tersentak. Dia juga baru saja menyadari kalau sejak tadi dia hanya berdiri sambil memegangi sebuah sendok.

"Ya, An?" tanya Olivia linglung.

Angela menggelengkan kepalanya dan mendesah. "Duduk saja, biar aku yang menyiapkannya."

"Tidak usah, An. Aku saja. Nanti kau bisa terlambat kekampus." Olivia bergegas melanjutkan pekerjaannya dibawah tatapan Angela yang terus mengamatinya.

Setelah sarapan tersaji dimeja makan, ketiga perempuan itu duduk dikursi mereka masing-masing. Hanya terdengar denting peralatan makan yang saling beradu saja disana. Jane sesekali melirik Olivia yang terlihat murung, kemudian Angela yang mengamati kakaknya.

Wanita paruh baya itu menghela napasnya. "Oliv," panggilnya lembut hingga Olivia menoleh padanya. "Aku tidak akan bertanya tentang masalah yang sedang menimpamu. Tapi yang harus kau tahu, disini ada aku dan Angela yang selalu bisa kau andalkan."

"Jane benar. Lagi pula tidak ada gunanya kau menangisi si berengsek Richard. Masih banyak lelaki di kota ini yang bisa kau ajak bersenang-senang." sahut Angela. Dia berusaha terdengar santai diantara gemeratuk giginya menahan marah saat menyebut nama Richard.

Olivia menatap Jane dan Angela bergantian selama beberapa detik sebelum tersenyum tulus. "Terima kasih. Aku sangat menyayangi kalian."

Jane bangkit dari kursinya untuk memeluk Olivia. "Semua akan baik-baik saja, Olivia."

"Dan aku sangat bersyukur kau ada disini. Setidaknya kau bisa menggantikanku melakukan pekerjaan rumah yang selalu Jane berikan padaku. Asal kau tahu, dia semakin cerewet!" rutuk Angela.

Olivia menggelengkan kepalanya malas. "Jangan biasakan melimpahkan pekerjaanmu pada orang lain, An. Lagi pula aku tidak akan bersantai sepanjang hari dirumah. Aku akan mencari pekerjaan nanti."

"Untuk apa? Kau pernah bilang padaku kalau tabunganmu sangat banyak. Kenapa kau harus bekerja lagi?" protes Angela.

Olivia memang pernah bercerita padanya tentang jumlah tabungannya yang sangat cukup membiayai kehidupan mereka untuk lima tahun kedepan.

"Tabunganku memang banyak. Tapi kalau aku hanya duduk diam dan menghabiskannya, maka setelah semuanya habis..."

"Aku yang akan bekerja. Setelah aku lulus nanti, aku akan mencari pekerjaan bagus untuk menghidupi kebutuhan kita. Jadi, Oliv, kau tidak perlu khawatir. Cukup duduk manis saja dirumah bersama Jane."

Jane dan Olivia saling mengulum senyum dan melirik satu sama lain. cara Angela berbicara seolah-olah dia sudah sangat dewasa dan siap menanggung apa yang selama ini menjadi tanggungan kakaknya.

MistressesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang