Chapter Twenty One

6K 362 15
                                    

Richard bangun dengan kepala yang berdenyut ngeri. Duduk dipinggir ranjang, dia membungkukkan tubuh untuk meremas rambutnya. Kemudian matanya melirik keatas nakas, botol dan gelas minumannya masih disana. Sejak semalam, Richard sulit menghitung berapa botol minuman yang telah dia habiskan.

Dia bahkan tidak pergi bekerja dan membiarkan ponselnya berdering berkali-kali. Mungkin sekretarisnya hampir saja menangis semalam saat Richard tidak datang ke kantor tanpa kabar dan meninggalkan semua pekerjaannya.

Dan semua itu karena kepergian Olivia Sinclair.

Richard sudah kehabisan ide untuk melampiasakan kemarahannya selain menghancurkan ruang kerjanya dan meminum koleksi minuman beralkohol yang dia miliki.

Baru saja dua puluh empat jam berlalu, tapi dia seolah merasa sedang dihabisi didalam neraka. Kebiasaannya selama beberapa bulan ini yang selalu berhubungan dengan Olivia membuatnya tidak tahu harus melakukan apapun.

Richard yang gila kontrol, Richard yang tenang dan bisa mengatasi semua hal dengan caranya seolah lenyap ditelan bumi. Satu-satunya yang tersisa hanyalah Richard William yang sedang setengah mati merindukan Olivia Sinclair.

Richard mengerang tertahan memejamkan matanya.

Aku tidak bisa terus begini.

Dengan sisa tenaga dan kewarasannya, dia mulai berdiri. Merapalkan kalimat dalam hati kalau semuanya akan baik-baik saja dan kembali seperti semula. Apa yang dia lakukan sudah tepat dan mulai saat ini Olivia harus menghilang dari kepalanya.

Namun semua kalimat meyakinkan yang dia rapalkan dalam hati itu lenyap saat matanya jatuh pada baju mandi milik Olivia yang tergantung manis dikamar mandi.

Hanya melihat benda itu saja mampu membuat Richard mematung dan kembali menderita akibat rasa rindunya.

"Fuck." Umpatnya pelan sambil memejamkan mata. Lalu tangannya bergegas menarik benda itu kasar dan menjatuhkannya kedalam keranjang pakaian kotor sebelum memutuskan mandi.

Selesai mandi dan bersiap-siap, Richard menelepon Alex dan mengatakan kalau hari ini dia akan kekantor. Melintasi ruang makan, Richard tidak menjawab sepatah katapun saat Philip menawarkannya sarapan pagi yang sudah wanita itu siapkan.

Begitu juga saat dia sudah berada didalam mobil bersama Alex. Richard terlihat lebih dingin dari biasanya. Saat memeriksa pekerjaan melalui Ipadnya, dia langsung menghubungi sekretarisnya untuk menyakan beberapa hal.

Jika ada yang tidak sesuai dengan keinginannya maka Richard akan memerahi sekretarisnya dengan kata-kata yang kasar.

Alex yang meliriknya melalui kaca spion hanya mendesah samar. Richard dan emosinya sama sekali tidak baik untuk siapapun. Untung saja Alex sudah terbiasa dengan semua itu meskipun pagi ini dia harus menjemput Richard dengan wajah yang sedikit memar dan sudut bibir yang robek.

***

"Ugh..." gumam Olivia setelah dia berhasil membuka matanya. Terduduk diatas ranjang, Olivia mulai menyadari kalau saat ini dia sedang berada disebuah kamar yang asing baginya.

Membawa rasa sakit dikepalanya, Olivia berjalan gontai keluar dari kamar. Lalu dia mendengar suara berisik yang berasal dari dua orang.

Olivia mendekati arah suara itu. Ada Adam dan seorang wanita yang terlihat lebih tua dari Adam disana. Mereka terlihat sedang berdebat.

"Aku tidak percaya kau berani melakukannya dirumah ini, Adam!"

"Kau tuli, Laura? Sudah kubilang dia hanya temanku."

"Jangan kau pikir aku mudah kau bohongi, Adam!"

"Agh... bagaimana lagi aku harus menjelaskannya padamu? Dia adalah temanku! Tadi malam kami pergi bersenang-senang, lalu dia mabuk dan aku membawanya kemari."

MistressesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang