05

14.1K 2.3K 150
                                    

Xerim mengoleskan liptint tanpa ragu di bibir ranumnya sebagai langkah terakhir makeup naturalnya pagi ini. Selanjutnya ia kembali berkaca pada sebuah cermin dengan ukuran memanjang cukup besar.

Taklama terdengar teriakan dari luar kamarnya yang menyuruh untuk segera keluar.

"iya, sebentar." sahut Xerim segera mengambil tas ranselnya, lalu mengurai langkah gugup.

Mata Xerim bergerak mencari sampai akhirnya ia menangkap sosok jangkung yang sedang duduk bersama ibunya.

"Xerim berangkat ya, ma."

"hati-hati ya." wanita paruh baya yang masih nampak muda itu menepuk bahu Guanlin.

"gincunya merah banget, mau ketemu siapa?" tanya Guanlin dengan ekspresi penasaran sesudah berpamitan.

Xerim memalingkan wajahnya, tersipu malu saat mengingat untuk siapa ia berdandan hari ini. "gak untuk siapa-siapa, emangnya gak boleh apa?"

"nanya doang."

Xerim mengerucutkan bibirnya mendengar balasan dari Guanlin, lalu kembali menatap laki-laki yang sedang menaiki sepedanya itu. "Xerim cantik nggak?"

Guanlin mengangguk pasti, tanpa tahu pengaruh besar yang timbul dalam hati Xerim.

"bolos yuk, Lin." ajak Xerim ringan saat sudah nyaman di tempat duduknya.

Guanlin yang hendak mengayuh sepedanya terhenti mendengar ajakan sang gadis.

"hari ini kan cuma dua pelajaran, abis itu bebas. Ayolah, ya? Jam 10 kita balik ke sekolah ikut nonton lomba."

Benar-benar tak ada alasan untuk Guanlin menolak ketika wajah Xerim sudah terpasang ekspresi memohon.


oOo

Sebenarnya bukan satu atau dua hari mereka saling mengenal. Bukan juga baru seminggu yang lalu saat keduanya memutuskan untuk duduk bersebelahan. Tetapi sudah satu setengah tahun mereka saling mengenal.

Satu setengah tahun juga yang tanpa sadar membuat seorang gadis mungil bernama Xerim menganggumi sosok jangkung yang berkomunikasi melalui bahasa isyarat.

Menurut Xerim, Guanlin itu tampan dan lucu meskipun mempunyai kekurangan. Guanlin juga bukan tergolong dari kaum elit yang Xerim tau, makadari itu Xerim memberanikan diri mengungkapkan yang selama ini ingin ia ungkapkan. Setidaknya Xerim yakin bahwa Guanlin tidak akan menyakitinya. Mengingat laki-laki itu bukan lelaki yang hampir sempurna dan digandrungi gadis-gadis cantik yang akan menyelingkuhi atau mencampakkan dirinya. Lelaki itu hanya lelaki biasa namun tampan dan lucu.

Semenjak putus dari pacarnya setahun lalu, Xerim menjadi penganut carilah pasangan yang sama sepertimu, jika diatasmu, maka kau akan berisiko dicampakkan.

Mereka berhenti di sebuah cafe yang menyediakan breakfast. Setelah memesan, keduanya terdiam canggung.

"Lin." yang gadis lebih dulu memecahkan keheningan.

Guanlin akhirnya mendongak menatap Xerim yang terlihat sangat cantik pagi ini.

"menurut Guanlin, Xerim itu orangnya gimana? Jujur ya, ada yang jelek-jelek juga nggakpapa." lanjut gadis itu.

"cerewet."

Xerim terlihat menunggu kata-kata selanjutnya yang akan keluar dari mulut Guanlin, namun lelaki itu tak kunjung berbicara.

"cerewet doang?" Xerim memastikan.

"cantik."

Xerim tersenyum percaya diri, seakan tahu bahwa Guanlin akan berkata seperti itu.

"tapi pendek."

Xerim hendak memberikan cubitan seketika terhalang saat pegawai cafe mengantarkan makanan.

"makasih, mbak." ucap Xerim tersenyum. Dan kembali menatap garang Guanlin.

"jangan bawa-bawa pendek dong!" protes gadis itu.

"tadi katanya harus jujur."

"ya iyasih." kata Xerim akhirnya, tangannya mengambil garpu dan pisau lalu memotong roti bakar nutella keju yang tampak lezat itu.

"kalo misal ada cewek cerewet, cantik trus pendek suka sama Guanlin gimana?" tanya Xerim tanpa menatap Guanlin, berusaha sibuk memotong makanannya.

Guanlin berhenti mengunyah, kemudian menatap Xerim yang tampak jelas sedang menghindari tatapannya, ditambah ekspresi tegang gadis itu.

Guanlin bukan laki-laki bodoh, ia tahu gadis di hadapannya itu sedang berbicara tentang dirinya sendiri. Tanpa menunggu lagi, Guanlin menyentuh lengan Xerim, membuat gadis itu menatapnya takut-takut.

"nama ceweknya Xerim?"

Xerim kembali menunduk melihat tangan Guanlin membuat gerakan huruf namanya.

Lagi, remaja itu menyentuh lengan Xerim agar menatapnya.

"Rim, kita lebih cocok sahabatan."

"sahabat?" Xerim mengulangi gerakan yang sama dengan Guanlin.

Lelaki itu mengangguk, wajahnya sendu melihat ekspresi Xerim yang kecewa.

Bukan tanpa alasan Guanlin memutuskan untuk mengecewakan gadis di hadapannya, tidak untuk saat ini, begitu banyak yang belum Xerim ketahui tentang dirinya. Jika ia mengiyakan, ia takut akan lebih mengecewakan gadis itu diakhir.

"masih jam tujuh lewat sepuluh, kita punya waktu lima menit sampe sekolah. Ayo Lin." ucap Xerim mendadak sehabis melihat jam di pergelangan tangannya.

Tanpa merespon, Guanlin mengikuti ucapan yang berbeda dengan ucapan gadis itu beberapa jam yang lalu.

Guanlin merasa benar-benar seperti lelaki paling brengsek saat ini ketika tanpa sengaja melihat Xerim mengusap setitik airmata di pelupuk matanya.

Secret ¦ Lai GuanlinWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu