1; Kerinduan Ustadz Malik

Start from the beginning
                                    

"Benar kata Akhi, semoga para santri ini nanti kelak akan menjadi generasi yang cemerlang yang akan membawa bangsa kita ini maju ya" ucap Malik kemudian.

"Amin. Bagaimana dengan kabar keluarga akhi di rumah? Apakah semuanya sehat? Saya tidak sempat bercengkrama minggu lalu sebab harus mengurusi santri-santri baru ini" kata Arifin sambil mengarahkan Malik berjalan menyusuri lorong asrama ini sambil melihat-lihat pekerjaan dari para santrinya tersebut.

"Alhamdullilah baik-baik saja, cuman kebetulan adik saya si Kahfi kemarin sempat sakit tipes dan harus dilakukan perawatan ke rumah sakit selama beberapa hari. Namun, sekarang sudah membaik kok" ucap Malik kepada Arifin dengan tangan yang sekarang digenggam ke belakang.

"Akhi sudah menemukan calon istri belum? Atau sekarang sedang melakukan ta'aruf dengan siapa nih?" tanya Arifin sambil tersenyum bercanda.

"Ah, Akhi. Saya belum ketemu calon, lagian mana ada wanita yang mau dengan rupa seperti saya. Apalagi dengan pekerjaan saya yang hanya seorang pengajar di pesantren seperti ini. Wanita sekarang sudah banyak maunya" jelas Malik kepada Arifin.

Untuk sesaat Arifin berpikir, ucapan Malik ini sebenarnya terlalu merendah. Sebab apa yang dikatakan oleh dirinya itu jauh dari apa yang dimiliki olehnya sekarang, Malik yang berwajah tampan itu merupakan seorang keturunan Arab yang tergolong berada, dia memiliki tubuh yang cukup atletis sebab olahraga yang sering dilakukan olehnya, dada bidang serta perut yang rata juga seringkali tercetak di baju yang ngepas yang sering dipakainya ketika mengajar.

"Ah, ente terlalu merendah jadi orang. Wajah seperti nabi Yusuf ini masa tidak bisa mendapatkan calon sih" ucap Arifin kepada Malik.

"Hahaha, terlalu berlebihan kamu menyebut saya seperti nabi Yusuf. Kalau salah satu gundiknya ya mungkin. Lantas, ente sendiri kepada tidak menemukan calon sampai sekarang" balas Malik.

"Ya, mungkin belum takdir saya menikah sekarang. Belum dipertemukan dengan si dia-nya" ucap Arifin sambil tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Bukannya si dia-nya ente sekarang lagi jalan sama ente sekarang" balas Malik sambil menatap Arifin dengan lembut.

"Ah, ente ngomong apasih?" ucap Arifin kemudian sambil tersenyum membuang muka kearah santri yang sedang bekerja di lapangan yang luas.

Malik hanya bisa menatap Arifin dengan senyum yang terkembang di bibirnya, mereka berdua sekarang sedang menatap kearah yang sama dimana para santri sedang menyelesaikan membersihkan lapangan pagi itu, "Oh, iya. Aku dengar ente dapat kamar baru ya, ada ruang televisinya lagi. Benerkah yang aku denger itu?" tanya Malik kepada Arifin.

"Iya, benar. Alhamdullilah Kiai Jafar merenovasi kamar saya ketika liburan kemarin, saya kira cuman direnov sedikit saja, eh tau-taunya sampai dikasih tivi di kamar" ucap Arifin.

"Wah benarkah? Aku bisa lihat tak?" tanya Malik kepada Arifin kemudian.

"Boleh, kenapa tidak? Ente mau lihat sekarang memang?" tanya Arifin balik.

"Ya, boleh kalau ente mau menunjukkannya sekarang" ucap Malik kemudian.

"Yuk, mari" ucap Arifin kemudian sambil mengajak Malik menuju kamarnya. Kamar Arifin berada di paling ujung gedung tersebut, dimana kamar tersebut baru saja direnov oleh pemilik yayasan, Kiai Jafar. Sebab struktur bangunan tempat Arifin tersebut sudah mulai rusak.

Kamar tersebut yang sebelumnya di cat warna krem berubah menjadi cat yang berwarna putih, dengan pintu yang dapat dikunci dari luar ataupun dalam. Di kamar itu baru saja diisi oleh Kiai Jafar dengan tivi layar datar yang dapat digunakan oleh Arifin untuk mendengarkan siaran dakwah atau berita lainnya yang mungkin dapat diajarkan oleh dirinya kepada santrinya kelak.

Kamar itu cukup luas, sebab dapat menampung sebuah kasur yang cukup besar yang muat hingga dua orang di dalamnya, dua buah kursi tamu dan meja kecil, serta meja komputer yang lengkap dengan rak-rak buku serta bangku yang digunakan untuk duduk. Tak lupa pula, hiasan berupa kaligrafi dua kalimat syahadat serta kabah berada di ruangan itu.

"Wah, bagus juga ruangan kamarmu sekarang" puji Malik kepada Arifin.

"Ya, begitulah. Begini saja sudah lebih dari cukup sebenarnya, dan terasa agak berlebihan" ucap Arifin sambil menutup pintu kamarnya itu.

"Mereka juga membangun kamar mandi di dalam? Berarti kau tidak perlu mengantri lagi dong kalau harus pergi mengajar" ucap Malik.

"Yahhh, bisa dibilang begitulah. Tapi kalau ente mau numpang mandi ya silahkan, asal izin saja dulu sama saya" ucap Arifin kepada Malik sambil duduk di kasurnya.

Malik yang sedari tadi melihat-lihat kamar mandi Arifin berbalik ke arah Arifin yang sekarang membelakangi dirinya. Diapun naik keatas ranjang dan segera memeluk Arifin dari belakang, dan tanpa basa-basi dia mencium pipi Arifin sambil tangannya meremas dada Arifin yang lumayan bidang itu,"Aku kangen kamu mas" ucap Malik kepada Arifin dengan lembut.

Arifin kemudian lantas berdiri dari tempat tidurnya, melepaskan tangan Malik yang sebelumnya dikalungkan di lehernya. Arifin hanya diam dan tak berkata apapun, dia lantas berjalan menuju pintunya. Dan diapun menguncinya.

Arifin kembali menuju kearah Malik yang sekarang sedang duduk di tepi kasurnya tersebut, dia dapat melihat Malik tersenyum lembut melihat dia berjalan kearahnya. Lantas, diapun duduk di samping Malik sambil tetap menatap lelaki itu dengan seksama. Setelah ditatapi beberapa saat, Arifin memegang dagu Malik dan mengarahkan bibirnya kearah Malik. Dia lantas mengecup basah bibir Malik yang berwarna ceri tersebut,"Aku juga kangen kamu sayang" ucap Arifin kemudian.

Penasaran dengan cerita selanjutnya? Jangan lupa di voment sama follow aku ya, sama kasih komentar kalian tentang apa yang bakalan terjadi sama Arifin dan Malik. See you dicerita berikutnya.


GURU NGAJI ANTO [ON GOING]Where stories live. Discover now