18 | but Mom never trying

Start from the beginning
                                    

"Apa kau Julia?" tanyaku tiba-tiba dengan asal-asalan.

Astaga. Bodoh. Lantas aku buru-buru memaksa kelopak mataku untuk membuka karena sejak tadi aku rupanya belum cukup berkesadaran penuh.

Aku baru saja membelalakkan indera mataku ketika tiba-tiba saja seorang gadis berambut cokelat sedang menatapku jijik.

Julia memang berambut cokelat, namun aku ingat sekali gadis itu tidak pernah memandangku jijik seperti sekarang ini. Tidak, itu bukan Julia. Itu Penelope; cewek paling tidak punya hati di dunia ini—sekali lagi kukatakan.

Aku bertanya-tanya dalam hati kenapa Penelope bisa-bisanya berada satu ruangan denganku ketika kemudian kusadari rupanya aku tengah berada di ruang kesehatan sekolah—ya, aku masih hafal sekali tata letak ruangan kecil yang dulu pernah kumasuki ketika masih di tahun kedua aku bersekolah di sini.

Kududukkan tubuhku di sisi tempat tidur, namun tepat ketika bokongku telah menopang berat badanku seluruhnya, rasanya tulang-tulang pinggul dan punggungku mau runtuh. Rasanya persis seperti ketika jari manisku terjepit engsel pintu rumahku ketika aku berumur lima tahun, namun bedanya kali ini rasanya sepuluh kali lebih buruk dari sebelumnya.

Aku mengerang cukup keras, refleks memegangi punggungku. Kurasa hal itu membuat Penelope terperangah bertanya-tanya mengapa aku mengerang dengan lantang sehingga cewek itu buru-buru memegangi pundakku sambil bertanya, "Kau tak apa?"

Tidak terpikirkan olehku perbuatan lainnya selain mendorong tubuh Penelope agar ia menjauh dariku. Dan ya, aku langsung membuatnya terhuyung ke belakang beberapa langkah dari tempatnya berdiri begitu kudorong tubuhnya. Meskipun aku masih kesakitan, tapi rasa sakit itu tidak akan mengurangi kekesalanku atas perbuatan Penelope selama ini, mengingat dirinya juga selalu berbuat seenak dahi kepada siapa saja, bahkan pada adikku sendiri.

"Julian kena skors, jadi kau tak perlu khawatir," Penelope mendadak memberitahuku dengan santai, seolah kalimat itu bisa membuatku tenang.

"Anak besar itu?"

"Ya. Siapa lagi?"

Masa bodoh dengan Julian si besar. Pasalnya anak itu memang pantas diberi pelajaran. Bisa-bisa seluruh sekolah bisa sekarat gara-gara dihabisi olehnya kalau ia tidak di-skors. Daripada aku membicarakan si Wreck It Ralph—yang mungkin dirinya itu mengalami gangguan emosi yang menyebabkan tangannya tiba-tiba tidak terkontrol sehingga menonjokku—lebih baik aku memaksa Penelope agar mau bicara. Maka, kataku, "Sekarang, mengakulah bahwa kau penulis teror-an itu."

"A-apa?"

"Kau yang membuat gosip-gosip itu selama ini," tuduhku dengan nada sarkastik.

Penelope buru-buru mengelak, "Bukan aku!" serunya dengan nada meninggi, "Kenapa kau selalu menuduh, hah?!"

"Karena kau jahat!" Tiba-tiba saja aku ikut terbawa emosi begitu Penelope berusaha membela diri. "Kau tidak pernah puas dengan apa yang kau lakukan. Aku tahu kau," lanjutku.

"Kenapa juga kau selalu membela gadis bisu it—"

"Dia tidak bisu!"

"Lalu apa?"

Sejenak, ruangan menjadi hening tanpa suara karena untuk saat ini tiba-tiba saja aku merasa terlalu bersalah dalam segala hal. Tiba-tiba saja aku merasa tidak tahu siapa yang seharusnya kubela. Siapa Julia? Dan siapa para Carpenter? Aku tidak tahu. Yang aku tahu, mereka adalah hanya tetanggaku.

Lalu, yang keluar dari mulutku hanyalah, "Ya, Julia bisu. Kau benar," kataku, dengan nada pasrah, dan aku membayangkan betapa sebentar lagi duniaku akan runtuh karena tidak tahu lagi harus berkata apa.

---

"Mom, apa kau sudah berbicara dengan Nyonya Carpenter?"

"Tidak—" Mom berkata terburu-buru—yang membuatku mengernyitkan dahi setengah bingung—sebelum akhirnya menenggak secangkir teh manis yang baru saja ia seduh.  "Eh, maksudku, ya. Aku sudah membujuknya."

"Jadi?" aku menagih penjelasan Mom.

"Ya?"

"Mom!" aku setengah membentak karena tidak sabaran. Mom selalu bermain-main dengan janji, tidak pernah serius ketika kutagih janjinya. Lama-lama Mom bisa kubentak-bentak seperti layaknya Seth yang biasanya sudah sangat ketakutan kerika melihatku marah.

"Olivia Carpenter bilang dia akan menghubungi polisi hari ini."

Hari ini? Omong-omong, aku sampai lupa sudah berapa hari lamanya Julia menghilang. Dasar bodoh. []

 []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ten Rumors about the Mute GirlWhere stories live. Discover now