Mereka berdua berjalan ke tempat gue berdiri. Ketika gue ingin menaiki anak tangga, Kak Luna memanggil gue.

"Dhea, Dhea sini bentar deh."

Yes, akhirnya dipanggil juga!

"Oh iya, kenapa Kak Luna?" Gue pun menghampiri mereka.

"Hemm, nanti balik sekolah lo ada acara?" tanya Kak Luna, dan Kak Jingga hanya terdiam dengan tatapannya yang ke sembarang arah.

"Gak ada sih Kak, kenapa?"

"Gue boleh minta tolong gak?"

"Emmm, boleh. Minta tolong apa?"

"Ya, gue udah ngomong juga sih sama Jingga. Jadi seharusnya gue sama Jingga hari ini mau cari peralatan untuk mading di toko buku, tapi tiba-tiba nyokap minta gue untuk jemput adek gue, jadi gue gak bisa. Nah, Jingga sama lo aja ya nanti ditemeninnya, bisa kan?" 

Tanpa gue sadari, gue menelan air liur gue mendengar permintaan Kak Luna.

"Iya bisa kok Kak Luna," sahut gue tetap sok tenang, padahal deg-degan.

Kak Luna tersenyum lebar, "okay! Ngga, lo sama Dhea ya nanti."

"Iya," sahut Kak Jingga singkat.

"Yaudah Kak, gue naik ke kelas dulu ya," ijin gue dan gue menaiki anak tangga, namun baru sampai tangga ke-empat, Kak Jingga manggil nama gue.

"Dhe, nomor handphone lo berapa? Biar nanti janjiannya gampang," ucap Kak Jingga.

Yes! Kak Jingga minta nomor gue!

Gue kembali turun tangga, "nomor Kak Jingga berapa? Sini biar gue missed call."

Dan Kak Jingga pun mengetikan nomornya di layar handphone gue. Dengan jarak sedekat ini, indera penciuman gue langsung bekerja dengan baik. Rambut Kak Jingga wangi sepertia aroma buah. Parfumnya harum dengan aroma wood  yang terasa lembut. Sumpah, gue suka banget sama harum parfumnya.

Dengan langkah senang dan penuh semangat, serasa baru aja disuntik energi positif, gue masuk ke kelas dengan sumringah.

"Eyyyy, ada yang baru dateng pake senyum-senyum kayak lagi jatuh cinta aja. Kenapa nih si Dheaaa?" ucap Uben dengan suara kencang yang kedengaran sama anak satu kelas.

"Haha apaan sih Ben?" ucap gue santai sambil menaruh tas di atas meja.

"Ah paling juga si Dhea abis malakin anak kelas X-4 lagi," sahut Ketan.

"Haha lo masih minta beliin jajanan sama si Peppoy Dhe?" tanya Sassya.

"Gak njir, si Ketan ngada-ngada aja. Gue abis dikasih jajan lebih sama kakak gue haha."

"Apaan? Tadi lo gak cerita apa-apaan pas di taman belakang," sahut Ketan lagi.

"Kan tadi gue dengerin lo cerita."

"Wuah-wuah, cerita apaan nih kalian berdua? Kok gak bagi-bagi?" tanya Uben.

Ketan dan gue saling bertatapan. "Haha engga Ben, si Ketan biasa ceritain aibnya."

"Haha aib apaan lagi?" sahut Indira.

"Iya kemaren dia balik naik angkot terus kentut di dalem angkot, hahaha," ucap gue dan membuat semuanya tertawa.

"Ngarang anjir nih si Dhea," sahut Ketan sebal, dan kami kembali tertawa melihat wajahnya yang polos itu.

"Eh btw, lo udah ngerjain PR bahasa belom Dhe?" tiba-tiba Sassya bertanya.

"Hah? PR? Emang ada? Yang mana?"

"Jangan bilang lo lupa?"

"Hah? Perasaan gak ada deh."

Reminisce 1.5Where stories live. Discover now