Terlalu Begajulan Jadi Guru

104 3 0
                                    

Tepat dibelakang kursi supir aku duduk dengan air mata berderai-derai diiringi musik dangdut. Kegaduhannya tidak mampu menyumbat air mata pun ingus dari hidungku. Bertanya-tanya dalam hati, kesalahan apa yang aku perbuat setelah melihat nilai hasil Program Pengajaran Lapangan paling rendah diantara rekan-rekan yang lainnya,  yang sama-sama mengajar di salah satu SLB di Kota Bandung daerah Antapani. Penilaian aspek kepribadian dan sosial yang jadi masalah, paling buruk pada nilai itu padahal aku rajin masuk dan selalu tepat waktu.
Setelah mengetahui nilaiku paling buruk, aku berusaha membendung kesedihan lalu berpamitan akan pulang duluan, aku ingin sendiri juga ingin mengingat-ingat kesalahan yang telah kuperbuat.
Supir angkot tidak mungkin tidak tahu kalau aku menangis bombay membuang pandangan keluar jendela mobil seperti sedang dalam opera sabun.
Aku senang bicara terus terang apalagi ketika ada yang mengganjal dihati, termasuk dengan pembimbing PPL-ku, sebenarnya aku hanya bertanya dan minta penjelasan namun beliau menganggap hal itu perdebatan hingga menyinggungnya. Lalu aku pernah mengajar dengan memakai boots dan sneaker yang katanya itu tidak pantas dipakai seorang calon guru. Padahal aku rasa pakaianku tetap sopan dan tetap memakai master universitas.
Kupikir yang lebih penting dari mengurus pakaian adalah bagaimana mengajar di hadapan anak-anak. Tadinya, aku hanya ingin menunjukan pada anak-anak agar nyaman menjadi diri sendiri selama tidak merugikan siapapun maupun orang lain.

Tapi sebentar..
Aku merasa sudah muak dengan pembimbing tersebut yang suka mengomentari yang tidak harus dikomentari. Berikut contoh yang telah terjadi padaku:
1. "Neng sini!" dari kejauhan beliau melambai-lambaikan tangannya memanggilku, lalu aku berlari menghampirinya
"Ada apa bu?"
"Itu ih jerawat kamu, obatin atuh!"

Lha..
Jadi manggil-manggil dari jauh hanya buat ngomong itu. Saya yang memang jerawatan merasa tersinggung namun berusaha aku maklum bahwa dia tidak tahu bagaimana perjuanganku membasmi jerawat.

2. Hari itu sedang diadakan acara geladi bersih upacara pramuka dan aku menjadi dirigen. Latihan berlangsung secara alot dan aku merasa pegal karena berdiri terus. Diakhir geladi bersih, ibu itu memanggilku lagi,
"Neng sini!"
Kalimat seruan itu menjadi alarm untuk tubuhku mencium ada hal yang tidak beres. Aku menghampirinya sesantai mungkin.
"Kalau lagi hormat jangan nungging"

Lhaaaaaaa...
Maaf ibu, siapa yang nungging?

Oke, kita buka Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Menungging
v. membungkuk dng kepala ke bawah dan pantat terangkat ke atas (tt perahu, kapal, dsb); terjungkir (bagian depan ke bawah dan bagian belakang terangkat ke atas); menukik lurus ke bawah (tt pesawat terbang dsb);

Jadi untuk apa aku sebagai dirigen dan sedang upacara tiba-tiba menungging?

Oke, mungkin maksudnya lekukan bokongku terlalu menonjol untuknya.

Sudah, cukup itu saja yang menjadi contoh. Jadi, intinya setelah kejadian itu aku berjanji jika kelak harus mengajar lagi, aku akan memilih sekolah yang holistik yang punya tujuan peserta didik memahami diri sendiri. Karena setiap individu memiliki keunikan yang berbeda maka, pembelajaran yang terjadi akan lebih fleksibel. Contoh terkecil dalam mengenakan pakaian, peserta didik berhak mengenakan pakaian yang menurutnya nyaman sekalipun ia memakai sandal jepit ke sekolah tidak ada hukuman untuknya.

TunaWhere stories live. Discover now