Aku, Zenia ...

10.5K 364 126
                                    

Tidak ada yang bisa percaya bahwa aku anak yang normal seperti anak-anak lainnya. Aku bisa dikatakan anak genius. IQ-ku tidaklah rendah. Bahkan di atas rata-rata. Tapi, kenapa aku dianggap aneh dan berbeda? Aku bukan anak bodoh apa lagi idiot. Aku berfisik normal seperti banyak orang. Tubuhku memiliki tinggi 150 cm, aku tidak bungkuk, aku pandai merawat diriku, aku tidak ada cacat. Komunikasiku dengan orang lain selalu lancar. Aku seperti anak normal lainnya. Tapi, kenapa semua orang menganggap aku berbeda.

Namaku Zenia Assyifa Mecca. Seorang anak perempuan dari pasangan dokter dan juga seorang pemilik penerbit dan toko buku terbesar di Indonesia. Aku selalu mengatakan pada mama dan papaku bahwa aku normal. Aku tidak gila ataupun aneh apa lagi berbeda. Aku hanya anak manusia biasa yang punya cita-cita tinggi seperti anak lainnya. Aku memang tidak pernah banyak bicara. Sama siapa pun. Seumur hidup, aku belum pernah memiliki sahabat sampai sekarang. Umurku saat ini adalah 17 tahun. Dan terakhir aku berinteraksi dengan orang luar rumah saat aku berumur 6 tahun. Sudah lama bukan? Saat aku mulai beranjak remaja bahkan aku sudah selesai Sekolah Menengah Atas, aku hanya seorang diri tanpa ditemani oleh seorang teman bersosok manusia. Ini kisah nyataku. Maka akan aku ceritakan bagaimana aku saat ini. Saat aku berumur 17 tahun ini. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di hidupku beberapa tahun ke depan. Dengan dimulainya cerita ini, aku menceritakan kisah baru saat aku lepas dari kandangku. Kandang yang sangat aku benci. Kandang dengan nuansa kayu yang berinterior Jawa klasik.

Aku menghentikan gerakan tanganku yang sedang mengepang rambut ikal cerlyku yang berwarna cokelat agak kemerahan. Kulangkahkan kakiku ke kamar mandi yang berada di sudut kamar untuk membersihkan tanganku dari segala kuman. Lalu aku kembali berdiri tepat di depan meja rias. Aku meraih sepasang botol soflen dan membukanya dengan cepat. Kuraih satu soflen yang ukurannya paling kecil senormal mata manusia biasa yang berwarna hitam pekat itu. Sengaja aku memilih soflen yang berbentuk mata manusia pada umumnya agar tidak ada yang mencurigaiku dan mengatakan aku centil di hari pertama aku di kehidupan baruku ini. Aku langsung mengenakannya dan menutup mata asliku. Aku tidak mau dikatakan aneh oleh semua orang.

Aku sudah siap dengan mataku. Lalu kukerjakan hal yang lain lagi. Aku memasang pita kecil-kecil yang sudah dihias pada jepitan kecil. Pita-pita ini kupasangkan dirambutku yang sudah dikepang. Saat sedang asiknya aku bermain dengan rambutku, kurasakan seseorang berdiri di dekatku dan memilih duduk di sofa meja rias. Aku lirik dia sekilas dengan senyuman yang kuhadiahkan untuknya di pagi hari. "Hai," sapaku yang kembali menyibukkan diri dengan pekerjaan awalku.

"Hai, Ze!" balasnya yang kini sedang meneliti gerakanku. "Kamu mau ke mana?" sambungnya dengan melontarkan sebuah pertanyaan.

Kulirik sekilas ia yang terus melihat gerak-gerikku dengan kuhadiahkan lagi senyuman yang menandakan aku sedang bahagia hari ini. "Mau ke kampus," jawabku singkat yang masih terus tersenyum. Senyuman bahagia ini menandakan aku bahagia karena bisa keluar dari rumah untuk berinteraksi jangka panjang. Jantung ini deg-degan saat mengingat kejadian apa yang akan terjadi nantinya. Dan aku mencoba menerawang seperti apa hariku ini. Akan terus bahagia, atau ... akan buruk! Apa pun itu, aku harus menikmati masa bebasnya aku dari kandang yang amat suram ini.

"Apa itu kampus?"

Aku menyudahi kegiatanku dengan pita-pita kecil. Kini aku sedang menyiapkan peralatan lainnya. Hari ini hari pertamaku menjalankan OSPEK. Aku tidak tahu seperti apa OSPEK itu di dunia nyata. Karena selama ini, aku hanya mengetahuinya melalui film dan juga berita. Sembari aku berjalan ke sana ke sini di dalam kamarku, aku meladeni setiap pertanyaan yang ia lontarkan untukku. "Kampus itu sejenis sekolah gitu. Tapi, kalau di sekolah kita belajar semua mata pelajaran yang ada di Indonesia, kalau kampus itu hanya mempelajari satu jenis mata pelajaran dengan keseluruhannya. Kita hanya fokus pada satu pembahasan saja," jelasku panjang lebar. Ah, kuharap dia mengerti.

Zenia [Terbit]Место, где живут истории. Откройте их для себя