Part 14 : Inbounded

Start from the beginning
                                    

Sekujur tubuh Rory bergetar hebat. Perasaan yang menerjangnya saat ini tidak dapat diungkapkan dalam kalimat. Rasa rindu menyergapnya. Untuk sesaat, dia merasa semua ini mimpi. Tapi, ini semua terlalu nyata dia tidak mampu menolaknya.

Ayahnya, orang yang selama ini ia kira hilang, berdiri tepat di hadapannya dengan jubah hitam yang berkobar ditiup angin. Tidak, ini bukan ilusi. Semua ini nyata.

Selama sesaat, ayah dan anak itu hanya terdiam memperhatikan satu sama lain.

"Rory," ayah Rory, Richard, berkata tajam tanpa basa-basi, "apa yang kau lakukan bersama mereka?"

Ini bukan kalimat pertama yang kuharapkan setelah kita tidak bertemu enam tahun, Ayah, keluh Rory dalam hati.

"Itu bukan urusan Ayah," jawab Rory, "sekarang yang terpenting kita telah bertemu—"

"Aku bertanya apa yang kau lakukan dengan mereka!" Richard berkata tegas sambil menunjuk teman-teman Rory. "Kau tahu kan, siapa mereka!"

"Bukan masalah Ayah aku berteman dengan siapa!" Rory berteriak marah, wajahnya memerah. "Ayah harusnya tahu—"

"Tunggu dulu." Mata Richard mengerjap seolah tidak percaya. "Kau bilang mereka itu temanmu?"

Rory membisu. Ayahnya adalah Cultist, yang berarti dia adalah musuh Lyca dan teman-teman lainnya. Itu fakta, dan dia tidak bisa membantahnya.

"Rory." Richard mendekatkan wajahnya ke Rory, ekspresinya berubah marah. "Mereka bukan temanmu. Mereka hanyalah monster, darah kotor. Mereka berusaha memanipulasimu, menipu—"

"Ayah!" Rory memotong kalimat ayahnya, mengejutkan lelaki itu. "Aku bukan anak kecil lagi, Ayah. Aku tahu dengan siapa aku berhubungan. Dan mereka bukan monster! Mereka makhluk biasa seperti kita."

"Rory, kau tidak paham semua ini. Kamilah yang berusaha menyeimbangkan tatanan."

"Dengan apa!? Dengan membunuh mereka?"

Di luar dugaan, ayah Rory mengangguk tanpa keraguan. "Mereka, makhluk yang kau sebut teman itu, hanyalah monster rendahan. Dan kita, Manusia, bangsa yang lebih mulia, sudah sepatutnya berada di atas mereka. Kita tidak setara dengan mereka, Rory! Jika kau berada di sisi mereka, itu berarti kau 'musuh' kami. Mereka tidak pantas dikasihani, Rory."

"Tidak." Rory melangkah ke belakang. Butiran air mata mengalir di kedua pipinya. "Tidak. Ayah salah." Gadis itu tidak mampu menerima kenyataan. Ayahnya, orang yang paling disayanginya bersama dengan ibunya, kini berdiri di hadapannya sebagai seorang Cultist. Wajah penuh amarahnya jauh berbeda dengan kelembutan yang selama ini disaksikannya. Dia ingin meraung, mengatakan lelaki tinggi di hadapannya bukan ayahnya. Bahwa ayahnya benar-benar telah meninggal, dan lelaki itu hanyalah penipu yang meniru ayahnya. Akan tetapi, apa mau dikata, kebenaran selalu lebih menyakitkan daripada kebohongan.

Rory hampir saja kehilangan keseimbangan jika Lyca tidak menahan gadis itu. Wajahnya sangat terpukul. Terkejut. Lyca mendongak, menatap lelaki itu dan menggeram. Richard menatap mereka dingin.

Jadi begini yang dilakukan anakku satu-satunya, lelaki itu mendengus.

"Kau ayah yang bodoh!" bentak Lyca. "Berani-beraninya kau membuat Rory menangis. Apa salah dia, hah? Berteman dengan kami?!"


"Itu bukan urusanmu," ucap Richard dingin. "Sekarang, menyingkir dari sini. Aku masih punya urusan dengan putriku."

"Tidak akan!" bentak Lyca beringas. "Kau paling juga hanya akan membunuhnya, bukan?"

Richard mendesis kesal. Baru sekali ini dia diolok-olok seorang darah kotor. Ferlyan lagi, darah terkotor di antara makhluk-makhluk lainnya. "Jika itu maumu."

Down To Ash(HIATUS)Where stories live. Discover now