Blue Afternoon

76 8 5
                                    

Sage

Dentuman musik menghantam telingaku saat membuka pintu kamar pelan-pelan. Sambil menahan napas, aku menutup pintu kamar dengan hati-hati. Ya pintu kamarku memang berderit dan bunyinya konon terdengar hingga puluhan kilometer (oh ini jelas gurauan konyol Scarlett). Tapi tetap saja aku harus pelan-pelan. Kalau Scarlett tahu, dia akan marah besar. 

Kulongokkan wajahku ke bawah. Memandang gelap dan dinginnya ruang makan. Seberkas cahaya merah, kemudian berganti menjadi kuning, kemudian hijau, berpendar menyinari tangga kayu mahogani di depanku. Temaramnya keadaan di sekitar membuat ragu dan takut kembali berkelindan liar dalam hati. Aku mengenggam erat pinggir kanvas, seakan-akan apa yang tergambar di atasnya memberikanku keberanian. 

Hari ini Mom dan Dad menjenguk Granny ke San Diego dan akan kembali lusa. Sejak mendengar rencana Mom dan Dad ke San Diego tiga minggu yang lalu, Scarlett—adikku―langsung merecoki Mom dan Dad hampir sepanjang waktu. Merajuk minta izin mengadakan pesta kelulusan di rumah.

"Apa prom di sekolah minggu lalu tidak cukup?" Keluh Dad pagi itu. Ia menyeruput kopinya pelan sebelum menyahut. "Seingatku tak pernah ada pesta kelulusan lebih dari sekali." Dad tahu persis bagaimana liarnya pesta anak-anak muda. Dia tidak ingin tetangga terganggu dan menelepon polisi, kemudian reputasinya sebagai Tetangga Paling Teladan ternodai. 

Aku diam saja. Lebih berkonsentrasi mengkoordinasikan tanganku dan mulut untuk menyuap oatmeal. Sesekali aku melirik air muka Scarlett di depanku yang berubah-ubah. Tergantung apa yang dikatakan Mom dan Dad nanti.

Dan sekarang pipinya menggembung. Mata birunya mengecil, setengah menjerit dia menyahut. "Dad, apa kau tega membiarkan aku tak berpamitan dengan teman-temanku?"

"Apa kemarin di prom kau tak sempat berpamitan?" Tanya Mom lelah. Pagi ini sudah kesekian kalinya Scarlett membuat suasana di rumah panas. Entah di saat makan, saat Dad menonton pertandingan futbol, atau di saat Mom harus menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

"Bulan depan aku sudah ada di Connecticut. Aku dengar Pantai Timur sangat berbeda di sini." Manik mata biru Scarlett menerawang, memandang halaman rumah kami. Wajahnya sedikit membersut. "Aku akan jauh dari rumah untuk waktu yang lama. Apa kalian tidak kasihan padaku?"

Jawaban Scarlett memang tidak mengada-ada. Dia diterima di Fakultas Hukum Yale University. Salah satu universitas bergengsi di Pantai Timur. Dengan statusnya sebagai salah satu mahasiswi Yale, Mom dan Dad seharusnya lebih lunak pada Scarlett dan mengabulkan seluruh permintaannya. Hanya pesta ini saja yang pembahasannya alot. 

Mom dan Dad sempat diam sejenak dan melempar pandang satu sama lain. Aku memperhatikan mereka. Berharap Mom dan Dad akan mengabulkan permintaan Scarlett meskipun tetap memasang wajah kaku.

Ya, kau tidak salah baca kawan. Tapi yang kunantikan bukan pestanya, tapi seseorang yang akan datang di pesta. Aku menguping pembicaraan Scarlett dengan Alana dan Lily di kamarnya kemarin. Orang itu akan datang. Yang Scarlett butuhkan hanya izin Mom dan Dad menggelar pesta saat keduanya di San Diego.

"Tidak ada alkohol, pria, dan jangan lupa..." Mom menggantung kalimatnya. Aku ikut-ikutan menahan napas dan mencengkeram tepi meja makan. Berkonsentrasi mendengar kalimat terakhir Mom.

"Ajak Sage bergabung bersama teman-temanmu." Lanjutan kalimat Dad―setelah ia lama bertukar pandang dengan Mom―sempat membuat Scarlett melongo. Tak lama kemudian, ia memekik kegirangan. Dalam hitungan detik, lengannya yang masih berbalut piyama pink merangkul bahuku. Rangkulan yang tidak ramah sama sekali. 

Blue AfternoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang