One Month

11.5K 852 106
                                    

"Tidak," Mario menjawab dengan senyum percaya diri. Yang membuat Rosa langsung mendorong tubuhnya hingga ia jatuh terguling ke bawah bagai potongan batang pisang.

"Mario Manofff!" Gawat! Kalau aku hamil bagaimana? Pikiran akan ada ronde kedua di dalam kamar tidur langsung musnah gara-gara informasi dan fakta bahwa Mario telah mengeluarkan sperma masuk ke dalam rahim, dengan volume yang tidak biasanya.

Buru-buru Rosa beranjak dari sofa, berlari mendekati koper dan tas slingbag miliknya untuk mengeluarkan ponsel. Mengecek catatan tanggal menstruasi. Jika ia sedang dalam masa ovulasi, bisa dipastikan ia langsung hamil.

Oh, no. Rosa menampar dahi, terakhir kali ia datang bulan 2 minggu yang lalu, tepat ketika ia pergi keluar negeri. Sekarang sudah tanggal segini. Aduh! Aku sedang dalam masa subur!

"Mario!"

"Iya, honey!" senyumi saja, abaikan denyut sakit di pantatnya akibat jatuh barusan, Mario tak perlu meladeni Rosa yang kini merajuk sambil menghentakan kaki. Ia hanya ingin berjalan untuk mengambil celana, lalu memakainya kembali. Tak lupa ia juga memungut celana dalam sang Istri yang sempat ia lempar sembarang.

"Kalau aku hamil bagaimana?" entah harus bereaksi bagaimana, tapi Rosa sudah berkaca-kaca membayangkan dirinya hamil. Bukan senang malah kepikiran. Ia punya segudang kesibukan, punya anak tidak sembarang seperti beli jajan di mini market, tapi Mario sepertinya tak paham dengan perasaan campur-aduk yang membuatnya resah ini.

"Ya, bagus, dong," masih sempat-sempatnya lelaki itu nyengir kuda, ia sama sekali menganggap santai semua ini. Maklum, ia suka sekali anak kecil, jadi kalau sampai ia dan Rosa akhirnya punya anak sendiri, betapa bahagia dirinya.

"Mario, punya anak harus direncanakan terlebih dahulu. Terutama aku yang pekerjaannya seperti ini. Jika aku hamil, aku harus memutuskan semua kontrak dengan paksa. Namun proses itu tidak semudah kamu makan pancake buatanku. Aku tidak bisa mengambil banyak pekerjaan jika aku hamil, atau bahkan tidak mengambil pekerjaan sama sekali, aku-aku ..." Rosa menarik napas, namun saat ia mencoba kembali mengambil napas, yang ada malah tangisnya meledak. Ia sebenarnya sangat khawatir akan bahaya kelelahan pekerjaan yang dia punya, kalau dirinya sampai hamil pada masa super sibuk seperti sekarang, bagaimana jika ia keguguran karena terlalu sibuk bekerja?

"Ro-Rosa Sayang ..." Mario padahal hendak mengulurkan tangan untuk memberikan celana dalam Rosa untuk sang Istri pakai kembali. Namun tangis Rosa yang tiba-tiba pecah malah membuat tubuhnya reflek langsung memeluk, mengelus helaian rambutnya yang panjang. Menenangkan sang Istri dengan gestur lembut.

"Reaksimu seolah kau sudah hamil saja, padahal kita baru melakukannya sekali."

Iya, betul juga.

Rosa segera mendongak untuk merenggangkan pelukan. "Kau benar juga, kita melakukannya hanya sekali. Mana mungkin aku bisa langsung hamil, bukan? Lagipula spermamu yang keluar itu belum tentu bisa menghamiliku, 'kan? Ah, aku berpikir terlalu berlebihan." Seolah tangisan tadi adalah hal memalukan, Rosa kini tersenyum sambil mengusap sisa air matanya dengan kain yang diberikan sang Suami.

"Hei! Ini celana dalamku?!" Rosa melotot menyadari kain berenda familier yang ternyata adalah celana dalamnya. Ia kira Mario memberikan sapu tangan tapi malah-dia, mau mati?

"Awh! Hei! Sayang. Sakit," Mario mengusap lengan yang telah dipukul dengan keras oleh Rosa. Istrinya ini kalau masalah memukul cukup sadis, bisa membuat kulitnya langsung biru saat esok hari. Seperti punya jurus ajaib saja gitu.

"Rasakan," Rosa memeletkan lidah lalu detik berikutnya menggembungkan pipi seperti tupai menelan kacang. Ia bergegas mengambil satu koper kecilnya untuk dibawa ke kamar, meninggalkan koper besar untuk bagian Mario yang bawa.

Jika Rosa percaya begitu saja dengan kalimatnya, ia bakal minta bercinta berulang kali sampai benar-benar membuat sang Istri hamil tanpa sadar. Wahaha ... bukankah itu ide cerdas?

"Sayang? Jadi aku boleh minta ronde kedua?" Mario menarik koper yang beratnya sampai harus menyebut nama Tuhan, entah Istrinya ini mengisi bagian dalam dengan segala macam pakaian atau mayat yang telah dipotong-potong. Rosa selalu membuat beban tak wajar ketika packing koper.

"Tidak! Aku ingin mandi lalu segera menemui Dokter, aku tidak ingin hamil tanpa ada rencana."

"Ish, sialan," Mario mendecak sambil menggebrak kopernya dengan kesal. Kalau Rosa memikirkan tentang rencana, pasti rangkaian rencananya bagai peta tanpa tanda baca.


Ia harus punya taktik meyakinkan Rosa, jika sang Istri punya pendirian menunda-nunda seperti ini. Mario harus minta bantuan James dan Janice untuk menghasut Rosa agar tidak ragu untuk segera punya anak.

Pasalnya umur Rosa dan dirinya sudah 28 tahun, mereka telah menikah selama 3 tahun, semuanya sudah cukup dengan senang-senang nikmat hidup berdua. Ini waktunya memikirkan punya anggota baru secara serius, mumpung ia diberi kesempatan. Karena ...

"Marimar," James merebut gelas kopi yang hendak saja diseruput oleh Mario. Entah bagaimana kembaran beda tinggi badan dan kelakuan ini muncul dikantor miliknya, namun Mario tidak kaget, James memang ajaib. Dia bakal muncul dan pergi sesuka hati bagai lalat mencari tahi, tapi kadang juga muncul sesuka hati bagai malaikat memberi pertolongan. Seperti saat ini.


"Tenggaklah, ini obat subur. Aku mendapatkannya dari Daddy." James menyodorkan sebuah botol berisi cairan hitam entah apa, yang saat dihirup baunya bagai rumput dan tanah yang difermentasi.


"Kau berkunjung ke rumah Mommy dan Daddy?" Mario mendapat anggukan kepala sebagai jawaban, lalu melihat James-dengan tampang selalu serius-duduk di sebelahnya.


"Hei, kenapa kau tidak mengajakku? Aku juga rindu Mommy dan Daddy."


"Aku mengajak Janice juga, sedang kau tidak bisa mengajak Rosa karena saat itu Istrimu sedang di luar negeri. Aku tahu kau paling sebal jadi obat serangga di antara aku-Janice dan Mommy-Daddy. Ayo cepat minum, aku harus melihatmu menenggaknya sampai habis, baru aku bisa balik ke Kantor." James melihat jam tangannya sejenak, pukul 9 pagi, ia ada pertemuan dengan produser musik pagi ini.


Mario kembali menatapi botol yang isinya punya bau menyengat, ia mengernyit sejenak ketika ia hirup lebih dekat cairan hitam pekat ini. "Ini terlihat seperti racun. Apakah aku akan mati setelah meminumnya?"


"Meski kau kadang menyebalkan, tapi aku tak bakal tega membunuhmu dan membuat Rosa menjanda."


Mario langsung mengerucutkan bibir. Memang, dirinya dan James sungguh punya sifat yang bertolak belakang. Bahkan perbedaan tinggi mereka pun bagai tiang dengan sebuah bangku. Oh, tentu saja tiang adalah Mario sedang bangku adalah James sendiri. Entah keturunan siapa James ini sehingga bisa lebih pendek bahkan dibandingkan dengan Ayah mereka yang tidak tinggi-tinggi amat.


"Baiklah," Mario menelan ludah, sebelum ia menahan napas lalu melakukan gerakan sekali bergerak isi botol obat kecil yang diberikan James masuk ke dalam tenggorokan.


"OH MY GOD!"


Seperti yang James duga, Mario bakal berteriak dan kejang-kejang karena rasa pahit serta efek panas tubuh yang diterima. Itulah alasan kenapa ia harus tetap di lokasi ketika Mario meminum obat subur itu. Janice saja sampai menangis ketakutan ketika melihat dirinya dalam keadaan seperti orang tidak waras. Padahal Janice bukan tipe wanita yang mudah menangis, namun Istrinya benar-benar menagis histeris waktu itu.


"Mario!" James segera menyiram Mario dengan air dingin yang telah ia sediakan dengan sengaja. Seperti api yang bercinta dengan air, asap kabut tipis keluar dari tubuh Mario seolah Adiknya telah kebakaran.


James menatapi Mario yang tengah terkapar-terengah-basah di lantai ruang kantor layaknya sebuah pemandangan seorang mafia yang baru saja menghabisi sang musuh.


"Daddy bilang obat ini cuma punya waktu sebulan. Daddy hanya memberikan aku dua botol, satu untukku dan satu untukmu. Karena aku tahu Rosa besok akan pulang. Jadi bercintalah dengannya sesaat dia pulang. Obat ini juga akan membuat Janice hamil, aku sudah mencoba dengan Janice. Kau akan merasakan perbedaannya, jika kau penasaran, bermasturbasilah dan lihat sendiri." James bersedekap tangan, lalu tiba-tiba tertawa layaknya kakek penyihir-tingkahnya seperti ini karena telah tertular akan sifat empat dimensi Janice-, paling ajaibnya lagi, kembaran Mario itu langsung meninggalkan TKP demi mengejar jadwal bertemu produser musik.

Mario punya waktu sebulan. Itulah kenapa ia harus persuasif dalam meyakinkan Rosa untuk segera memiliki anak.


Baby MaybeWhere stories live. Discover now