11 | Seth and the truth

Start from the beginning
                                    

Namun, sebelum sempat aku memutar dan mendorong tubuh Penelope di depanku lalu menyuruhnya pergi secara paksa; adalah tepat ketika tanganku bertumpu pada pundak Penelope, seseorang di belakangku berkata sesuatu. Lirih namun aku masih bisa mendengarnya. Terdengar setengah kaget namun lama-lama nadanya semakin menghilang di ujung kalimatnya. Penuh perasaan namun ada rasa sakit yang tertahan di dalam.

"Apa yang kalian lakukan..." Seth berkata demikian di belakangku berdiri.

Buru-buru aku menoleh terhadap asal suara, melepas tanganku; mengabaikan Penelope yang terus merengek. "S-Seth?" Sejak kapan Seth berdiri di situ? Sial, ini bakalan menjadi masalah yang serius untukku dan Seth nantinya. "Seth, dengar. Aku tidak bermaksud untuk—"

"Kita bicara nanti," ucap Seth dingin, tajam dan datar—seolah ucapannya adalah akhir dari hidupku—seraya buru-buru pergi dan menghilang di balik pintu kamarnya.

Aku berdecak, kesal. Semuanya kacau pagi itu. Tanpa pikir panjang lagi, segera kusuruh Penelope pulang ke rumah. Dan ya, cewek itu langsung melangkah pulang dengan tatapan-putus-asanya terhadapku, namun kuabaikan begitu saja lalu kututup pintu depan dengan kasar.

Malam harinya, aku mendengar isakan Seth di kamar. Aku pikir aku memang harus menengoknya (itu adalah kewajiban seorang kakak) mengingat kejadian pagi tadi.

"Seth?" aku memanggilnya, mengintip melewati pintu yang setengah terbuka—untung saja tidak dikunci. "Seth? Apa kau baik-baik saja?" tanyaku hati-hati, masih pada posisi mengintip di pintu, mencari keberadaan Seth dari jarak pintu ke tempat tidurnya.

Aku masuk, berjalan mendekati tempat tidur. Setelah kulihat, rupanya dia tidak ada di sana. Kusadari bahwa komputernya menyala, menampilkan sederet tulisan bergerak dari bawah ke atas dengan background hitam, menampilkan sederet nama pemeran film; yang mana sedetik kemudian kusadari bahwa Seth telah selesai menonton film, dan... di mana dia sekarang?

"Aku di sini. Kau mencariku?"

Aku menoleh, mendapati Seth memasuki ruangan. Rupanya anak itu sejak tadi berada di luar, di balkon kamarnya. "Kau... Tidak apa-apa 'kan?"

"Tentu saja. Kenapa?"

Aku menunjuk matanya, seraya berkata, "Kau menangis."

Selama beberapa detik Seth rupanya menyadari bahwa aku telah melihat pipinya yang basah karena akhirnya anak itu cepat-cepat menyeka pipinya yang basah dengan tangannya (namun rupanya malah terlihat semakin buruk, acak-acakan). Sedetik kemudian Seth berkata, "Kau pikir aku menangisi apa? Jangan konyol, dude. Aku baru saja selesai menonton film Dunkirk dan begitu bahagianya aku melihat mereka—para pemainnya—akhirnya terselamatkan, sampai-sampai aku bisa menangis! Hei, pokoknya kau juga harus menontonnya! Film itu seru sekali, kau tahu."

"Aku sudah menontonnya."

"Sungguh?"

"Minggu lalu. Tapi aku tidak menangis di akhir film-nya."

"Oh." Hanya 'oh' yang kemudian terucap dari bibir Seth sebelum akhirnya adikku itu menggerakkan cursor dan memencet exit pada video player-nya yang tadi telah memutar film Dunkirk—film perang yang memerankan Harry Styles sebagai salah satu aktornya. Aku mulai menimbang-nimbang, apakah Seth hanya berbohong untuk beralasan kenapa dia menangis-karena menurutku sendiri, menonton film Dunkirk bukanlah alasan yang masuk akal untuk menangis haru; pasalnya film itu adalah film perang, dan siapa yang akan menangisi film perang alih-alih ketagihan?

Seth menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur lalu membenarkan posisi bantalnya. Aku menunggunya berkata sesuatu dengan membeku berdiri di tempatku sejak tadi.

"Hei apa kau hanya akan berdiri saja di situ sampai aku tertidur pulas?" canda Seth, namun aku tidak tertawa; aku masih memikirkan kejadian pagi tadi.

Kutarik napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya perlahan. "Seth kau tahu, sebagai kakak aku harus mengetahui segala tentang adiknya. Jadi jika kau punya masalah—"

"Aku baik-baik saja," sela Seth.

"Bagaimana dengan Penelope? Apa kau masih baik-baik saja? Terhadap apa yang kau lihat pagi ini? Aku dan Pene—"

"Jason," katanya, menggantung di akhir penyebutan namaku.

Butuh beberapa detik untuk menunggu Seth kembali bicara, namun pada akhirnya dia tidak segera melakukannya dan aku harus memulai lagi, "Apa kau yang memberikan Penelope kado ulang tahun?" tanyaku hati-hati.

"Tidak."

Aku menunggu Seth melanjutkan kata-katanya, tetapi setelah beberapa detik berlalu, aku sadar Seth berbohong, "Ya. Aku yang meletakkan kado di depan pintu rumah Penelope pada malam hari ulang tahunnya."

"Itukah sebabnya dia datang padaku dengan menenteng kado dengan tujuan yang sama denganmu? Ucapan ulang tahun?" tanyaku menyelidik, setengah sarkastik.

Seth bangkit dari tempat tidur lalu duduk. "Aku menuliskan sesuatu."

"Apa?"

"Letak rumah kita. Dua rumah sebelah kiri dari rumahnya."

Aku kembali bertanya, "Tapi kau tidak menuliskan namamu di sana?"

"Ya. Hanya rumah. Maaf, Jason. Aku membuat semuanya kacau. Dan aku..." Seth tidak melanjutkan kata-katanya.

"Maafkan aku telah mendengar semuanya, Seth. Aku tahu rasanya pasti sakit. Tapi aku bersumpah aku tidak menyukai Penelope dan aku berjanji tidak akan pernah menyukainya," terangku, mendekat pada Seth lalu duduk di sampingnya.

Seth menatapku sendu, aku tahu itu adalah tatapan-rasa-bersalahnya setiap kali dia berbuat kesalahan sementara aku memarahinya. Seth berkata, "Lalu, siapa gadis yang kau sukai?"

Kualihkan pandanganku dari Seth ke arah jendela di mana di luar adalah balkon dan di seberang sana adalah rumah keluarga Carpenter. "Untuk saat ini, aku tidak tahu. Belum."

Tiba-tiba Seth—yang sedari tadi memasang wajah galau—berubah menjadi berseri-seri. "Hei, Jason. Apa kau tahu, kalau Julia ada di balik tirai jendela yang ada di seberang sana?"

"Tidak. Aku tidak tahu."

"Ya, tentu saja kau tidak tahu selama ini karena akulah yang tidur di kamar ini dan bukannya kau." Seth terkekeh, sedetik kemudian melanjutkan, "dan kau bahkan tidak tahu apa yang biasanya dilakukan Julia di seberang sana, karena aku tahu lebih banyak."

Dan Seth terkekeh lebar lagi, membiarkanku dihantui rasa penasaran akan jendela yang kini tertutup gorden di seberang sana; kira-kira, sedang apa Julia sekarang? []

Dan Seth terkekeh lebar lagi, membiarkanku dihantui rasa penasaran akan jendela yang kini tertutup gorden di seberang sana; kira-kira, sedang apa Julia sekarang? []

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Ten Rumors about the Mute GirlWhere stories live. Discover now