09. But I Love You

Beginne am Anfang
                                    

"Bohong!" Suaraku kembali meninggi. "Jika kau mencintaiku, maka kau takkan melepaskan diriku lalu memilih untuk pergi. Kenyataannya kau lebih memilih untuk menuruti kemauan orang tuamu dan pergi, meninggalkan diriku!"

"Aku tak punya pilihan! Waktu itu ibuku sakit! Ia memintaku fokus mengurus bisnis di luar negeri. Ada banyak masalah di sana. Dan aku harus menurutinya!" Joshua berteriak kalut.

"Demi Tuhan aku tak berniat meninggalkanmu, Hana. Tapi waktu itu tak ada pilihan yang lebih tepat selain harus meninggalkanmu." Air matanya menitik.

Tenggorokanku kering. Dan air mataku kembali berjatuhan.

"Tapi jika saja aku tahu kau hamil, lain lagi ceritanya ..."

"Cukup." Aku meratap.
"Jangan membahasnya lagi, Josh. Kenyataannya di antara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kita sudah putus, kau meninggalkanku, dan aku merelakanmu," lanjutku.

Joshua menggeleng lirih, lalu kembali mengusap mukanya hingga wajahnya terlihat makin lelah.

"Kita jalani saja hidup kita seperti sediakala. Turuti kemauan ibumu, dan kembalilah ke Kanada, teruskan bisnis ayahmu di sana. Dan aku akan tetap di sini, hidup bahagia dengan putriku. Dan mari tidak saling berhubungan lagi."

"Apa kau berniat meniadakan keberadaanku? Apa kau tak berniat memperkenalkanku pada putrimu bahwa aku ayahnya? Ayah kandungnya?" Joshua protes.

"Tidak," jawabku cepat. "Akan lebih bagus lagi kalau ia tak tahu bahwa kau ayahnya."

"Hana ...?"

"Pergilah, Josh."

Joshua bangkit.
"Aku tidak akan pergi. Aku kemari untuk bertanggung jawab. Aku akan menghentikanmu dalam Reality Show ini. Dan akan kubantu dirimu menyelesaikan semua kontrak ataupun denda, atau ... apapun itu. Dan setelah itu aku akan menikahimu."

"Aku tidak akan menikah denganmu!" teriakku.

"Lalu apa kau akan menikah dengan lelaki itu? Sean?"

Aku tak menjawab.

"Aku takkan merelakanmu, Hana."

"Josh...?"

"Jika kau tak bersedia menikah denganku, maka biarkan aku mendapatkan hak asuh atas anakku."

Aku melotot. "Jangan coba-coba melakukannya!" jeritku.

"Aku serius," balasnya.

"Jauhi.putriku."

"Dia juga putriku."

Tatapan kami kembali beradu.

Dan lelaki itu beranjak. "Lain kali kita akan bicara lagi." Ia meninggalkan ruangan, meninggalkan diriku.

Sepeninggal dirinya, aku limbung.
Mau tak mau luka itu kembali terbuka.
Mengingatkanku akan setiap kenangan bersama Joshua yang telah berusaha kukubur, namun sekarang seolah peristiwa itu kembali terpampang dengan jelas di hadapanku.

Betapa dulu aku begitu bahagia ketika berkenalan dan  berpacaran dengannya, pemuda kaya raya berdarah asia, putra konglomerat yang punya kerajaan bisnis di Asia dan Amerika.

Betapa dulu aku begitu terharu dan merasa seperti Cinderella di dunia nyata. Membayangkan betapa indahnya kelak ketika aku menikah dengan pemuda itu. Dan betapa diriku akan menjadi wanita paling berbahagia jika bersanding dengannya.

Namun semuanya berantakan ketika ternyata orang tua Joshua tidak menyetujui hubungan kami. Menganggap bahwa gadis miskin sepertiku tidak layak menjadi bagian dari keluarga mereka.

Sweet HomeWo Geschichten leben. Entdecke jetzt