• something i need / h.s

Beginne am Anfang
                                        

Tapi Harry malah tertawa renyah dan tidak bergeser sama sekali. Pada akhirnya Scarlet menarik nafas dan menerobos pria itu. Kemudian berjalan secepat mungkin dari Harry yang ia yakin pasti kesal setengah mati.

Harry dengan gerakan cepat menarik lengan gadis yang berusaha mati-matian menjauhinya itu. Dan tanpa sengaja, Harry menarik lengan sweaternya. Harry merasa seakan dunianya berhenti saat ia melihat tangan gadis itu penuh dengan bekas luka yang beberapa diantaranya nampak masih baru. Ia kemudian menatap Scarlet yang memalingkan wajahnya sambil menggigit bibir.

"Why?" bisik Harry. Entah kenapa suaranya tiba-tiba hilang.

Scarlet menyentakkan tanganya kuat-kuat agar terlepas dari genggaman Harry. "Jangan berpura-pura perduli. Aku tidak butuh rasa kasihanmu." balasnya ketus kemudian berjalan secepat mungkin menjauhi Harry.

- • - • - • - • - • -

Scarlet baru saja tiba di sekolah saat ia menemukan sebuah kertas yang di lipat dua terletak manis di dalam lokernya. Ia mengernyit heran. Gadis itu meraih kertas tersebut dan tiba-tiba saja matanya melebar saat ia sadar akan bau yang tercium dari kertas itu. Bau parfum bocah keriting yang duduk persis di sebelahnya. Ia menghela nafas berat, kejadian kemarin benar-benar sulit di lupakan Scarlet. Maksud gadis itu, Harry sudah melanggar batas pribadinya bahkan di hari pertama pertemuan mereka.

Dengan mendengus pelan ia membuka lipatan itu dan membacanya dengan saksama.

hai scar,
aku mau minta maaf karena aku sangat lancang kemarin. kau tau, aku bukan tipe orang yang mudah untuk meminta maaf dan hal ini benar-benar baru buatku. jadi mungkin ini akan terdengar mengelikkan atau apalah tapi aku hanya ingin kau tau kalau aku tidak berpura-pura perduli, oke? i do care and i have my own reason. aku hanya berharap kau mau dan percaya, and maybe--if you want to--we could be friends.

regards,
you know who i am.

Scarlet menatap kertas di genggamanya lama. Kalau boleh jujur, tipe orang seperti Harry adalah pria yang pastinya akan di hindari gadis itu selama ia berada di High School. Tipe troublemaker yang tentunya kalau berteman denganya sama saja menjerumuskan dirinya sendiri kedalam masalah. Tapi entah apa yang membuat Scarlet perlahan tersenyum kecil.

Dan saat ia mendapati Harry menatapnya dari seberang koridor sambil mengangkat alis, perlahan Scarlet tersenyum lebar dan mengangguk.

*

"Aku dulu punya seorang adik." ucap Harry sebelum menghembuskan asap rokok yang sedari tadi dihisapnya.

Scarlet mengalihkan pandanganya dari sandwich tuna yang sedari tadi ditekuninya pada Harry. Rambut pria itu kini sudah memanjang dan ia terlihat benar-benar berbeda dari saat mereka pertama kali bertemu. Scarlet menekuk lututnya dan bersandar disana,. "Namanya siapa?" tanya gadis itu.

Harry memainkan puntung rokoknya, samar-samar Scarlet bahkan bisa melihat pria itu tersenyum. "Cecilia."

"Namanya bagus, pasti cantik." gumam Scarlet tanpa sadar.

"Well she is," balas Harry datar. Ia melempar puntung rokoknya kedalam danau di hadapan mereka dan kemudian menatap Scarlet tepat di mata. "especially when i saw her on her white coffin before they left her alone under the ground."

Mata Scarlet membesar seketika mendengar ucapan Harry, "Maafkan aku, aku tidak bermaksud menyinggungmu. ucapnya cepat.

Pria dihadapan Scarlet hanya menggeleng pelan, "Its okay. Sudah berlalu kok." Harry menghela nafas berat. "It was suicide. Harusnya aku lebih memperhatikanya, Scar. Padahal kalau aku lebih perhatian sedikit saja, aku pasti sadar akan semua bekas luka di lenganya. Lucunya, aku baru tau saat ia sudah meninggal." Harry tertawa hambar.

Scarlet sendiri menunduk dalam. Bukanya ia tak pernah memikirkan tentang hal seperti itu. Namun sebelum ia sempat melancarkan niatnya, takdir mempertemukan Scarlet dengan Harry dan pria itu perlahan mengubah Scarlet.
Sekarang Scarlet mengerti mengapa Harry perduli padanya sejak awal. Karena adiknya sendiri bahkan melakukan hal yang sama seperti yang di lakukan Scarlet. Harry hanya ingin setidaknya menyelamatkan orang lain, karena ia tidak bisa menyelamatkan adiknya sendiri.

Harry kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan satu kotak rokok yang masih penuh. Ia menarik satu batang dan menyalakanya, membuat Scarlet memutar mata kesal.

"Hentikan Harry." gadis itu menarik pemantik yang di genggam Harry dan memasukkanya kedalam kantung. "Aku bahkan sudah tidak bisa menghitung ini batang keberapa yang kau hisap hari ini." sambungnya.

Harry hanya tersenyum tipis, tidak menghiraukan Scarlet yang terlihat sebal di sebelahnya. Ia menghisap rokok itu dalam dan kemudian menghembuskanya. Harry melirik Scarlet yang kembali memutar mata dan melipat tangan di depan dada. Sedetik kemudian, melalui lengan sweater gadis itu yang sedikit tersingkap, Harry dapat melihat bekas sayatan yang masih baru di kulit gadis itu.

"I want you to stop cutting." ucap Harry tiba-tiba. Mata hijau pria itu menatap Scarlet secara intens membuat gadis itu menelan ludah, gugup.

"Then i want you to stop smoking." balas Scarlet setelah ia bisa mengendalikan dirinya.

Harry terkekeh pelan. "Tidak semudah itu, Scar. Ini pelarianku." Ia kemudian kembali menghisap batang tembakau itu seakan seluruh bebanya lepas saat asap abu-abu itu buyar di udara.

"Dan cutting juga pelarianku." sambung Scarlet keras kepala.

Scarlet melirik Harry yang melempar rokoknya asal kemudian memegang bahu Scarlet sehingga gadis itu persis menghadap Harry sekarang. Harry tersenyum tulus, "You're too perfect to hurt your own self." ucapnya pelan. Dan entah kenapa membuat Scarlet merasakan nyeri di dadanya.

"And you're too young to die of lung cancer." Scarlet tersenyum tipis sambil menyentuh lengan Harry. Pria itu dengan cepat mengggenggam tangan Scarlet dan menarik gadis itu dalam sekali sentakan, membuatnya limbung ke pelukan Harry.

"I hate the world, Scar." bisiknya di telinga Scarlet pelan. "The world is so filthy that i want to vomit everytime i think about it."

"Aku tau, Harry." ucap Scarlet. Pandanganya jauh memandang kearah air danau yang jernih.

"Tapi kemudian aku bertemu denganmu. Dan kau mengubah persepsiku tentang dunia. Yah, setidaknya sedikit." Harry menyeringai lebar, membuat Scarlet terkekeh pelan. "Kau satu-satunya alasan kenapa aku tidak membenci duniaku lagi seperti dulu."

Scarlet mengernyit. "Kenapa?"

"'Cause my world spins around you, Scar. Bagaimana aku bisa membenci duniaku di saat duniaku itu, yah, dirimu?" Harry kemudian melemparkan lenganya, merangkul Scarlet dan tersenyum senang.

"Pilihan kata yang buruk, Styles." Scarlet tertawa kecil. Ia suka saat-saat seperti ini. Saat ia berada di pelukan Harry dan ia tau, ia akan selalu bisa berpegang pada pria itu. Tau kalau pria itu akan selalu mengulurkan tangan untuknya. Tau kalau pria itu akan melakukan apa saja demi membuatnya merasa lebih baik.

Harry tertawa renyah, "Senang rasanya punya seseorang untuk berdebat."

"Oh, Harry," Scarlet menatap pria yang menaikkan alis kearahnya. "Aku senang punya alasan baru untuk bertahan hidup." sambungnya dengan senyum manis membuat Harry tidak tahan untuk tidak mencium pipi gadis itu sekilas.

"Yah, setelah ku pikir-pikir dunia ini tidak jelek-jelek amat." ucap Harry dengan senyum kecil.

Scarlet tersenyum riang. "Lucu sekali, Styles. Aku baru saja memikirkan hal yang sama."

Mereka berdua kemudian larut dalam keheningan yang menenangkan. Satu hal yang mereka berdua tau, jauh di dalam diri mereka masing-masing, mereka melengkapi satu sama lain.

- • - • - • - • - • -

A/N

Maaf kalau ini aneh tapi ini point of view aku tentang something i need huehe maaf kalau kurang puas atau apalah ya hehe yg lain di tunggu yah^^ oiya aku bikin ss sih judulnya the oracle tentang zayn kalo sempet baca yah hihi

elsa.

memoir(^○^)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt