Waktu itu

32 0 0
                                    

Aku terbangun setelah cahaya matahari hadir disela-sela jendela kamar kos ku.

Memaksaku tersadar dari bunga tidur yang kerap kali membuatku tersenyum saat memejamkan mata.
Meskipun kali ini celanaku tak basah.
Aku lalu bergegas mengambil peralatan mandi, dan menuju wc umum yang terletak di ujung lorong yang melewati 8 kamar, yang berpenghuni kan mahasiswa-mahasiswa yang rata-rata berada di semester akhir, yang berarti mereka baru saja tertidur karena semalaman suntuk harus berkelahi dengan skripsi yang katanya menentukan arah hidup mereka.

Mungkin aku yang sedikit santai karena aku masih berada di semster tengah yang masih bebas untuk
memilih menjadi mahasiswa yang akan lulus cepat atau lulus tepat.

Aku tak bergegas mandi, sebelum ke wc aku melihat ponselku dan jam masih menunjukkan pukul 08.00 yang berarti aku masih memiliki satu jam untuk melakukan persiapan menuju kampus.

Aku lalu mengambil rokok ditelinga yang ku minta dari salah satu teman kos ku yang tinggal disebelah kamar ku tadi.

Biasalah paling enak rasanya mengepulkan asap di ruang kecil ini sambal melakukan ritual panggilan alam saat bangun tidur.

Posisi ini memang paling enak untuk menghayal sebelum menjalani realita yang akan terjadi di setiap harinya, dalam khayalan itu aku bisa menjadi siapa saja, mulai dari pengusaha kaya yang memiliki perusahaan bercabang-cabang, atau menjadi seorang aktivis sejati yang tiap hari berteriak soal keadilan, atau berkhayal tentang adegan erotis dengan salah satu kembang kampusku.

Nah jika khayalan terakhir muncul biasanya aku akan lebih lama didalam sini.

Rokok sudah terbakar sampai filter, kali ini aku enggan menghayal bersama si kembang kampus, jadi aku memutuskan menyudahi ritual ku dan bergegas untuk mandi, karena rasanya waktuku sudah ku buang hingga sepuluh menit dalam posisi jongkok ini selain itu perutku juga sudah terbebas dari belenggu mules karena mie setan level 1 tadi malam.

Selesai mandi aku lalu bersiap menuju kampus, kaos oblong dilapis dengan jaket jeans butek tak dicuci hingga tiga hari, dipadukan dengan celana jeans dilengkapi dengan converse kw.

Aku siap menuju tempat para manusia yang diperbudak dengan ambisi. Mengejar satu lembar kertas untuk menuju kehidupan lebih baik. atau hanya sekedar mengejar gelar dibelakang nama yang katanya bisa menambah uang jujuran bagi seorang wanita. dan juga layak jadi menantu bagi para kaum lelaki. Beragam lah alasannya.

Ku pacu motor matic ku dengan kecepatan 40 kilometer per jam, alasannya saat kembali mengecek ponsel tadi.
Ternyata waktu tidak menungguku dan hanya memberikan aku 10 menit untuk hadir di mata kuliah salah satu dosen yang selalu bersikap sinis kepadaku.

Pak gofur namanya, Dosen manajemen komunikasi, Umur sekitar 40an namun gaya Rambutnya ala anak muda tahun 2000an mahasiswa lain menyebutnya Mantan bintang Iklan sampo, rambutnya lurus belah dua,sekilas mirip sama gedung MPR. orangnya agak kaku, gaya mengajarnya monolog,khas pendidikan sekarang sih.

meski sering mencoba Menghibur dengan lawakannya, Namun hasilnya hanya tawa garing seperti kripik kentang setengah melempem.

Jika diingat lagi sikap sinis nya Kepadaku memang bukan tanpa sebab.

kami memang sedang berada dalam suasana transisi pasca perang. baru beberapa hari lalu kami gencatan senjata.

Begini Kisahnya.

karena baru putus cinta dengan salah satu mahasiswa bary yang berhidung mancung dan memiliki status bangsawan arab dibelakang namanya, aku masuk kelas dengan wajah kusut dan hanya mengenakan kaos oblong dilapisi dengan sweater buluk yang ku pinjam dari salah satu kawan yang berada disebelah kamar kos.

Tak hanya itu aku bahkan tidak memperhatikan apa saja yang dijelaskannya, hingga dia menegurku sambil bertolak pinggang.

" hey mas"

tegurnya mengagetkanku.

" iya pak ada apa"

jawabku dengan cuek, entah mengapa sopan dengan dosen yang membosankan, tidak ada di kamusku semenjak aku berada di di semester itu.

" gak ingat soal etika berpakaian kampus?, kamu mau kuliah atau ke mall?,

jawabnya mengintimidasi.

" maaf pak, cuacanya panas, kalo keringatan, saya gatal-gatal pak"

jawabku asal-asalan.

" banyak alasan kamu, keluar sana"

bentaknya sambal menunjuk ke luar kelas.

Tanpa pikir panjang aku mengambil jaket dan tasku, lalu beranjak dari kursi dan menuju pintu keluar kelas.
Aku memang sedang tak ingin melanjutkan kelas ini.

" tunggu "

katanya menahanku lagi.

" ada apa lagi pak " ,

jawabku dengan nada yang sudah tak tahan ingin segera pulang.

" itu kamu ada jaket, pake jaketnya lalu duduk kembali dikursimu, lain kali jangan pake pakaian yang tidak sopan"

katanya lalu kembali melanjutkan mengajar.

Dengan sedikit kesal aku menurutinya, aku juga sedang tak ingin membuat heboh kelas jika aku tetap nekat untuk keluar kelas.

" apa maunya orang ini, menyuruhku keluar lalu menyurhku kembali duduk"

namun aku hanya bergumam dalam hati, bisa-bisa akan terjadi peperangan jika aku mengatakan itu padanya, dan sekali lagi aku sedang tak ingin membuat masalah.

" hey kamu memang tak mau diatur ya, jaketmu rapikan, sudah saya kasih keringanan masih aja bandel"

bentaknya kepadaku karena melihat jaketku yang kupakai tidak rapi.

Aku mulai kesal dan tersulut emosi, dengan moodku yang tidak bagus saat itu. Dosen ini memang memaksaku untuk berulah,

" pak,. Bapak ini maunya apa sih, tadi saya keluar bapak tahan, sekarang bapak malah marah, lagian apa hubunganya otak sama pakaian"

jawabku dengan suara yang agak tinggi.

Dia lalu terdiam, wajahnya memerah, aku yakin setelah ini aku tak akan lulus mata kuliah ini kecuali dia pensiun, menang undian sehingga dia berhenti mengajar, pindah planet atau terkena amnesia.

" dasar mahasiswa tidak mau diatur, saya akan carikan risetnya tentang hubungan otak dan pakaian, sekarang keluar kamu"

katanya dengan emosi yang meledak.

Aku sudah tak mendengarkan kata-ka ta lainya setelah Kata "keluar", Tanpa malas berpikir panjang aku meninggalkan ruangan kelas yang hening melihat kejadian itu, aku yakin setelah ini grup kelas akan rame, namaku akan menjadi trending di pembahasan mereka. dibelakangku.

Setelah itu banyak yang menyuruhku minta maaf, hal yang memang harusnya dilakukan. Tapi saat itu egoku masih tinggi, khas aktivis kampus abal-abal.

Dosen memang menjadi salah satu musuh, antek kapitalis katanya, pengajaran yang tidak demokratis katanya dan banyak lagi apologi dalam benakku yang menahan hati untuk meminta maaf. Hasilnya hingga sekarang Nilai mata kuliah ku, selalu kusyukuri, syukur-syukur gak di d.o maksudnya.

Tiba-tiba suara klakson mobil dibelakangku menyadarkanku dari lamunan ku, aku lalu memacu kendaraanku dan bergegas karena, waktu tinggal 2 menit lagi, karena kejadian itu, aku tak akan lagi diberi kelonggaran dengan musuh bebuyutanku itu.

B.E.N.I (Sebuah Cerita Hidup Untuk Cinta)Where stories live. Discover now