Prolog

13.8K 458 8
                                    

Malang, 27 April 2017

Yang aku tau pernikahan itu indah, karena dengan pernikahan menjadi penyempurna untuk agamamu. Bahkan pernikahan yang dijalani melalui proses Ta'aruf lebih indah, karena dapat menyatukan dua hati yang sebelumnya tidak pernah bertegur sapa dapat saling merengkuh untuk menjalani bahtera hidup bersama.

Suara ketukan pintu seketika membuyarkan lamunan Fatma, ia yang tersadar namanya disebut oleh sang ibu langsung segera bergegas membukakan pintu.

"Iya bu, ada apa?". Tanya Fatma datar.

"Kok pake tanya ada apa, kamu lupa kalau malam ini adalah malam ta'aruf kamu? Kok kamu malah belum siap-siap sih? Ayo cepat ganti pakaianmu, ibu akan menunggu kamu disini". Ujar sang ibu bahagia.

"Baik bu". Sahut Fatma lirih.

Hari ini adalah hari dimana ayah akan mengenalkan aku pada seorang pria yang menurutnya baik dan cocok sebagai calon suamiku. Awalnya aku ragu dan tidak ingin menerima usulan ayah, tapi ayah dan ibu bersikukuh meyakinkan aku bahwa laki-laki tersebut adalah pemuda yang baik dan juga bertanggung jawab.

Kenalkan namaku Fatma Pasha, perempuan berusia dua puluh enam tahun, seorang gadis desa yang pemalu dan sangat tertutup apalagi dengan seorang pria. Aku memegang teguh syariat islam dalam hidupku, karena orang tuaku yang notabene merupakan seorang yang dipandang religius oleh warga sekitar dan hal tersebut membuatku untuk terus menjaga nama baik keluarga.

Malam ini calon suamiku yang bernama Hendra Firmansyah datang untuk berta'aruf agar kami berdua dapat saling mengenal satu sama lain di depan orangtuaku. Oh ya, Mas Hendra hidup sebatang kara di Malang, kedua orangtuanya telah meninggal dunia. Bermodalkan harta peninggalan kedua orangtuanya Mas Hendra nekat meninggalkan Surabaya lalu hijrah ke Malang untuk mencari penghasilan yang lebih baik.

Nasib baik menyambutnya ia berhasil mendapatkan pekerjaan diperusahaan semen ternama di kota Malang, perkenalan keluargaku dengan Mas Hendra berawal ketika ia mencari rumah sewa yang akan ia tinggali. Dan kebetulan rumah sewa milik keluargaku masih tersisa satu yang kosong dan Mas Hendra menyepakati harga sewa bulanannya.

Dari situlah keakraban keluargaku dan Mas Hendra mulai terjalin, karena posisi rumah sewa yang ditempati oleh Mas Hendra bersebelahan dengan rumah orangtuaku langsung. Jadi setiap ada waktu luang Mas Hendra sering membantu ayah di peternakan ayam milik ayah.

"Fatma, sudah belum? Kenapa lama sekali, nak". Panggil sang ibu.

"Iya sebentar, bu". Ujarku.

Setelah selesai mengganti pakaian, aku segera bergegas keluar dari dalam kamar untuk menemui ibu.

"Cantiknya anak ibu, Hendra pasti makin gak sabar buat nikahin kamu". Gerli sang ibu.

"Ah, ibu apaan sih". Sahut Fatma tersipu malu.

Mereka berdua langsung bergegas menuju ruang tamu untuk menemui sang ayah dan juga Hendra.

"Nah, akhirnya anak ayah datang juga. Sini, nak duduk di samping ayah". Ujar sang ayah.

Aku pun menuruti ucapan ayah dan segera duduk disampingnya sambil menundukan kepala.

"Fatma, maksud kedatangan Hendra kemari adalah untuk berta'aruf dengan kamu. Ia ingin mengenalmu lebih jauh, apa kamu bersedia untuk melakukannya nak?". Ujar sang ayah.

"Iya ayah". Sahutku lirih yang masih malu-malu untuk mengangkat kepala dan menatap wajah Hendra.

"Fatma, Hendra ini calon suamimu, izinkan Hendra untuk menatap wajahmu walau hanya untuk sekali". Gumam sang ayah.

Aku pun menuruti permintaan ayah, untuk pertama kalinya aku melemparkan pandanganku untuk seorang Hendra. Kami berdua saling tersenyum, rona merah makin terpancar dari kedua pipiku, aku pun kembali menarik pandanganku dari Hendra dan kembali menundukkan pandanganku.

"Baiklah, sudah cukup ya, nak Hendra". Ujar ayah "Jadi apa kalian berdua siap jika ayah nikahkan bulan depan?". Sambung ayah.

"Insha Allah, Hendra siap ayah". Sahut Hendra lantang.

"Lalu bagaimana dengan kamu Fatma? Apa kamu siap?". Tanya sang ayah.

"Apapun keputusan yang ayah buat, Fatma yakin itu yang terbaik untuk Fatma dan Insha Allah Fatma juga siap yah". Sahutku lirih.

Untaian kata Aamiin terucap diruangan ini, kebahagiaan sangat terpancar di wajah kedua orang tuaku. Karena sebentar lagi anak perempuan mereka satu-satunya akan melepas masa lajangnya. Aku pun berharap Mas Hendra bisa menjadi suami yang bertanggung jawab dan juga menyayangi kedua orang tuaku.

.

.

.

.

.

Selamat Membaca ❤

Bukan Salah Ta'aruf (Pelakor Series #3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang