"Lo tau 'kan kalau manusia itu akan bangkit dari titik jenuhnya?" Sahut Farhan begitu dia belok pada lorong di kampus, "Maksud gue, kesabaran orang itu ada batasnya."
Disamping Farhan terdapat Isna yang tengah kesal karena percakapan ini, bagaimana mungkin begitu dia lulus SMA mencoba move on ditambah dengan meninggalnya Alana—sahabatnya— Farhan megungkit masalahnya dengan Alvaro.
Desahan nafas Isna menandakan bahwa dia kesal pun sudah di lontarkan, tapi tetap saja lelaki yang berada disampingnya ini meroceh tak jelas—Ralat—meroceh tentang dirinya dan Alvaro.
Mana ada sih cewe yang mau ngomongin masa lalunya sama doi.
Oke itu ga ada hubungannya, tapi yang jelas Isna kini tengah kesal kesalnya pada Farhan. Andai dia bisa menyumpal mulut Farhan dengan laptop atau sejenisnya—Farhan menyukai teknologi, maka dari itu dia akan diam jika sudah berkutat dengan laptop atau sejenisnya— dan seketika itu dia ingat dengan buku yang dia pinjam di perpustakaan kampus.
Buku tutorial photoshop.
"Nih, gue nemu buku baru." Ucapnya sambil memperlihatkan sampul buku itu tepat di depan muka Farhan.
"Gue udah hapal, gausah mengalihkan pembicaraan gue." jawab Farhan sambil menurunkan buku itu, dan kini terpangpang jelas wajah Isna. "Lo kenapa sih bisa benci sama dia?"
Isna mengerutkan bibirnya, Alana benar. Isna akan dikelilingi oleh orang yang menyanginya, termasuk Farhan yang menjadi tempat sandarannya jika dia galau dengan Alvaro.
"Gue ga benci," sahut Isna sambil menunduk. "Gue cuman gamau ada hubungan sama dia. Lo tau kan gue sama dia itu berbeda."
"Ga! Gue gatau kalau kalian berbeda, liat deh kalian sama sama manusia, makan nasi, nginjek tanah, nangis, galau, jatuh cinta. Beda dimana—nya?" Cerocos Farhan dengan greget, "Beda dimananya?"
"Pokoknya gue sama dia itu beda, kita gabisa bersatu." Pekik Isna lalu pergi meninggalkan Farhan yang di buat bingung.
Namun Farhan tak sadar bahwa seseorang dibelakanganya mendengar ucapannya dengan Isna.
.The Empty Spaces Between Us.
"Loh, Adit ga ikut kesini?" Tanya Farhan begitu dia duduk di kantin kampusnya, "Dia ikut pulang ke Indo bareng lu kan?"
Lelaki didepan Farhan tertawa geli, "Dia lagi jemput Naya sekolah. Biasa baru jadi anak SMA."
"Ngomong ngomong soal SMA, lo masih kaya dulu atau udah berubah?" Tanya Farhan.
Alvaro menggelengkan kepalanya, "gue masih sama kaya dulu. Masih cinta sama Isna."
"Hualaaaah! Raja gombal mulai beraksi." Timpal Farhan sambil melemparkan snack ke Alvaro.
"Iyalah! Gue kan dulu Raja playboy, Raja gombal, cogan, most wanted, pentolan sekolah. Gaboleh ilang itu semua dari diri gue." Balas Alvaro berbangga diri.
"Boleh bangga dengan pencitraan lo disekolah, kuliah lo belom kelar. Skripsi aja ga beres beres, padahal dosen udah nagihin mulu kapan sidang. Ditambah Oma sama Opa nanya kapan nikah, kurang nyesek ga?" Sahut seorang laki laki dibelakang Alvaro.
"Wuih! Aditia." Pekik Farhan sambil berdiri dan memberikan tos ala mereka, "Bisa aja nih kata katanya, tau deh yang udah mapan di Paris mah beda."
"Mapan sih mapan, move on belom." Kini Alvaro menimpalinya dan dihadiahi jitakan oleh Adit. "Sakit nyet."
"Oh gitu ya, kalian asik asik ngelupain kita."
"Darren! Dean!"
"Mana oleh oleh dari Paris? Bolah cewe yang—" sahut Dean sambil memperagakan bodi seorang model. "—kaya gitar Spanyol."
"Kaya tau aja begimana bentuk gitar Spanyol." Cibir Farhan.
"Kesehatan lo gimana Rren?" Tanya Adit sambil duduk. Jadi posisi mereka semua saat ini duduk melingkar.
"Baik." jawab Darren, "oh iya. Gimana Kuliah lo Al?"
"Bentar lagi gue skripsi!" Sahut Alvaro berapi api, "doain ya!"
"Pasti." Balas Darren lalu tersenyum.
"Tahun kemaren juga gitu, bentar lagi gue skripsi. tapi sampe sekarang skripsi ga kelar kelar." Sindir Dean lalu memasukkan snack ke mulutnya.
"Gue kira lo makin rajin disana! Taunya masih sama aja kaya gini, katanya pentolan sekolah. Kok males sih?!" Timpal Farhan sok sok—an.
"Diem lo semua nyet, tahun ini gue bakal sidang! iya ga Dit?" Sahut Alvaro kesal.
"Iya, tahun ini ya. Insyaallah dia sidang, kalau penyakit malesnya pergi dulu. Walau sebentar." ucap Adit.
"Isna gaikut nih?" Tanya Darren sambil meminum cokelat panasnya.
Keadaan kembali hening, semua mata tertuju pada Alvaro. Laki laki perawakan tinggi itu kebingungan, seolah olah jawaban dari pertanyaan Darren ada pada dirinya.
Adit menghela nafas berat lalu merebahkan tubuhnya ke kursi kafe, dia memijat pelipis nya sambil menatap Alvaro.
"Isna gatau kalau Adit sama Alvaro lagi di Indonesia Rren." Jawab Farhan dengan pelan, "gue sengaja ga ngasih tau."
Alvaro menatap Farhan dengan penuh pertanyaan, dia kebingungan setengah mati. Dan hening kembali. Sekitar 5 menit kemudian, Alvaro pun bersuara, "Kenapa Han?"
"Dia baru putus dari Awan." Jawab Farhan pelan.
"A—Awan? Sejak kap—maksud gue, maksud gu—" sanggah Alvaro tak setuju, wanita yang selama ini harusnya masuk kedalam ruangan yang Alvaro siapkan, malah masuk ke ruangan yang lain.
"Lo bingung kan Al, apalagi gue." Sahut Farhan serius, "dia bahkan bilang ke gue kemaren, pas dia putus. Gue gatau apa yang terjadi dengan kalian berdua, tau tau dia bilang ke gue, dia dateng ke gue kalau dia putus sama Awan."
Adit, Darren dan Dean hanya termenung. Rumit.
Hubungan diantara Alvaro dan Isna begitu rumit.
"Dia terlalu lama nunggu, jangan mentang-mentang dia cewe lo buat dia nunggu Al." Sahut Adit pelan, "8 tahun dia nunggu Al, 8 tahun lama loh." Tambahnya disusul dengan tawaan renyah dari Adit.
"Kalian suka dari SMP kan? Dan sekarang udah kuliah, udah semester akhir." Farhan ikut menambahkan, "gue cuman gamau, Isna masuk keruangan lain Al, gue gamau."
...
..
.
Hai, ini bagian prolog dari Alvaisna, dan gue tambahin. Alvaisna ganti judul jadi The Empty Spaces Between Us, gimana nih?
Published, June 14, 2018.
YOU ARE READING
The Empty Spaces Between Us
Teen FictionRuang kosong yang udah disiapin apa bakal tetep kosong? Ruangannya udah rapih, penuh dengan bunga bunga, tapi kayanya bakal tetep kosong deh. - Isnaeni Adzahraa. Ruangan kosong yang siap untuk menyambut seseorang masih kosong, hampa, butuh sosok yan...
