Tiba-tiba nafsu makan si lelaki tiada. Makanan yang diinginkan oleh perutnya hanya disuap sekitar 4 kali. Setelah transaksi pembayaran lelaki itu pun beranjak dari sana.

Merasa ingin menggigit sesuatu. Sang empu meraba-raba kantong baju dan celananya. Benda panjang kecil akhirnya dia temukan. Kini yang dibutuhkannya adalah sebuah korek api. Tapi dia malah mendengus kesal. Karena barang pentingnya raib hentah kemana.

Seperti malam kemarin si lelaki tetap melangkah tanpa tujuan. Pikirannya berkelana kesana kemari. Sungguh kebetulan, jika kakinya terhenti di sebuah jembatan. Arah pandang lelaki tersebut menuju air dibawahnya. Kata demi kata muncul dalam benak si lelaki tersebut.

'Mereka hanya mengalir. Tak perlu berpikir panjang dengan apa yang dilalui di depannya. Karena mereka hidup dengan mengikuti arus yang ada'

Si lelaki mulai bermonolog dengan hatinya.

Semua pasti baik-baik saja jika aku menyatu dengan mereka. Aku hanya perlu mengikuti arus. Aku tak perlu takut dengan apapun. Mereka ada banyak sangat banyak. Jika sesuatu terjadi padaku setidaknya mereka ada disampingku. Aku dan mereka bersama-sama. Bahkan bisa saja aku bertemu dengan orang-orang yang kucinta. Bukankah itu lebih baik lagi?

Si lelaki mulai menaiki pagar pembatas jembatan. Akalnya seperti di telan bumi. Wajah keputusasaan jelas terpancar dari lelaki itu.

"Yaaa! Apa yang kau lakukan?", seorang berteriak terhadapnya.

Si lelaki hanya menoleh sekejap lalu mengacuhkannya.

"Heiii turun dari sana"

"Jangan ikut campur", jawab lelaki itu.

"Aku bukannya ikut campur, tapi aku paling benci orang yang tak menghargai nyawanya sendiri", ucap seorang gadis terhadapnya. Ya, yang berteriak tadi adalah seorang gadis.

"Hidupku tak ada gunanya lagi", lelaki tersebut berujar pelan tapi masih bisa didengar oleh gadis itu.

Si gadis melangkahkan kaki pelan. Berharap dapat mencapai si lelaki dan menariknya dari sana.

"Berhenti disana. Jangan coba menghentikanku. SUDAH KUBILANG JANGAN IKUT CAMPURRR!"

"Dasar bodoh. Kau punya masalah? Maka selesaikanlah! Jangan lari seperti ini"

"SUDAH KUBILANG PERGI! KAU ITU SOK TAHU", teriak lebih keras si lelaki tersebut.

"Sok tahu katamu? Terserah jika kau menganggapku sok tahu. Kau pikir hanya kau saja yang mempunyai masalah? Semua orang pasti punya, brengsek. Sebesar apa masalahmu hingga kau berniat menghilangkan nyawa eoh?"

"Kau tidak tau apa-apa. Jadi enyahlah"

"Aku hidup sebatang kara. Keluargaku mati di depanku. Hanya aku yang tersisa. Saat itu umurku 8 tahun"

"Aku tak butuh cerita sedihmu"

"Hahh, bukan seperti itu maksudku. Dengarkan dulu jangan menyela"

"Apa ini dongeng sebelum mati?", lelaki itu menyerigai.

"Saat sekolah menengah barulah kuketahui. Bahwa keluargaku meninggal bukan suatu kebetulan. Kerabatku ingin kekayaan orangtuaku. Tentunya setelah meninggal mereka meletakkanku di panti asuhan. Mengingatnya membuatku ingin mencekik mereka semua. Mereka membuat hidupku hancur berantakan. Dan membuat hidupku seperti ini. Bunuh diri? Bukankah wajar jika kata itu terlintas berulang-ulang di pikiranku? Bahkan ibu panti juga menyerah terhadapku. Karena sikapku yang tak mau diadopsi orang lain. Dia melepasku disaat aku butuh seseorang untuk mendukungku. Pendidikanku pas-pasan tentu sulit mencari pekerjaan yang sesuai. Bunuh diri memang cara terampuh mengakhiri hal itu semua. Tapi aku ingat mereka..."

Si gadis menunjukkan sebuah foto kedua orang yang tersenyum bahagia. Netra mata si lelaki memandang foto tersebut.

"Aku tak mau membayangkan wajah mereka yang bersedih jika aku mengakhiri hidupku. Aku yakin jika aku bahagia mereka pun turut bahagia"

Tertegun, itulah yang terjadi pada lelaki itu. Kata-kata itu mengingatkannya pada seseorang.

Flashback on

"Aku tak akan dengannya. Tenang saja"

"Oppa gwenchana. Oppa bisa memikirkannya pelan-pelan. Ingatt, jika oppa bahagia aku pun turut bahagia"

Flashback off

Lelaki itu turun dari pembatas jembatan. Hentah apa yang merasuki pikirannya. Dia meraih lengan gadis itu dan membawanya paksa.

"Yakk.. Lepaskan tanganku. Apa yang kau lakukan?"

"Kau benar-benar yeoja yang berisik"

Si gadis berusaha melepaskan diri dari lelaki tersebut.

"Lepaskan brengsek. Kau mau apa?"

"Aku sudah tidak mati. Sekarang kau harus menghidupiku"

"Mwo?"

"Aku akan tinggal denganmu. Kalau tak salah namamu Park.. Hyerim bukan?"

"Darimana kau tahu namaku?", si gadis nampak bingung dengan lelaki ini.

"Dasarr.. Kau gadis yang ceroboh di kedai tadi kan?"

"Eoh?"

"Baiklah Park Hyerim-ssi ingat namaku baik-baik. Namaku adalah Min Yoongi".

 Namaku adalah Min Yoongi"

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Wahhh... Terharu aku karena bisa menyelesaikan chapter ini

Di tengah-tengah proses sempet blank

Efek dari menunda-nunda dan perut lapar di kala siang bulan Ramadhan kayaknya kkk

Neomu neomu gomawo tuk pembaca yang membaca cerita ini

Kuharap semangatku tetap ada untuk cerita ini

Sekarang lagi bener-bener kesusahan untuk unpublish atau engga untuk cerita debutku

Aku pengen banget fokus ke second story-ku.. But, hentahlah

Masih tak tega dengan 'Music'

Doakan si author mumpung di kampung halaman dapat merefresh ide cemerlang disini

Oh Matta, tuk cerita ini semoga kalian sukaaaa yorobeun

So pasti jangan lupa dengan Vote dan masukan masukan indahnya

Annyeong....

-6 April 2018-

Pukul 8.39 WIB

"[Your Story and My Story]--Be Our Story"Où les histoires vivent. Découvrez maintenant