---Lavender Sweet Orange---

Start from the beginning
                                    

...

Satu hari sebelum pernikahan, Namikaze Naruto menyelinap ke dalam kompleks perumahan Hyuga. Matahari belum nampak saat pemuda itu mengetuk jendela kamar Hinata.

"Naruto?!" Hinata hampir saja berteriak karena mengira pemuda itu sebagai pencuri.

"Mau jalan-jalan?" ajak Naruto.

"Di udara sedingin ini?" Hinata bertanya tetapi, dia tanpa ragu mengambil mantel dari lemarinya. Dengan bantuan Naruto gadis itu melompati jendela. "Aku harus kembali sebelum ayah menyadari kepergianku." Naruto mengangguk. Mereka mengendap-endap tanpa terlihat hingga ke luar dari gerbang mansion Hyuga.

Naruto memacu motornya dengan kecepatan pelan. Jalan yang licin akan mudah mengakibatkan kecelakaan. "Kau bisa memelukku kalau kau kedinginan," tawar Naruto.

Hinata mengalungkan lengannya ke perut calon suaminya. "Kau adalah orang asing bagiku tetapi... Aku merindukanmu."

Perjalanan terasa sangat singkat. Mereka sudah berada di kawasan Gunung Moiwa. "Tempat ini buka pukul sebelas," kata Hinata.

"Justru itu, ini adalah waktu yang tepat."

Dalam gerakan cepat Naruto mengangkat tubuh Hinata ke dalam gendongannya. Pemuda itu bermaksud mendaki gunung yang berselimut salju.

Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah hamparan salju berwarna putih dan batang-batang pohon hitam meranggas. Hinata menyadari sesuatu saat memeluk leher Naruto. Suhu tubuh pemuda itu terasa familiar. Kulitnya terasa panas di atas rata-rata suhu tubuh manusia normal.

Hinata tidak banyak bicara, dia mempercayai Naruto bahwa lelaki itu tidak akan membuatnya dalam bahaya. Jalan setapak yang mereka lalui sudah melenceng jauh dari jalur pendakaian yang disediakan pengelola gunung.

"Sudah sampai."

Hinata mengamati sekelilingnya. Tidak ada apaun selain warna putih dan hitam. Pohon-pohon kering yang menjulang terlihat seperti kue jahe yang bertabur gula bubuk.

"Aku tau akan menyesali ini seumur hidupku. Aku sudah bersiap dengan semua resikonya." Naruto berbicara sambil tersenyum sedih.

"Apa yang sedang kau bicarakan?" Yang tidak diketahui oleh Hinata adalah resiko yang dia maksudkan adalah jika Hinata memutuskan untuk menolak jati dirinya, maka Naruto memilih untuk mengakhiri hidup.

" Jadi apa yang ingin kau tunjukan?"

Naruto meminta Hinata menjauh dengan isyarat tangan. Saat dia merasa jaraknya aman. Naruto menanggalkan pakaiannya satu persatu.

"Apa maks---" Hinata memalingkan wajah dari penampakkan Naruto yang tanpa sehelai benangpun di tubuhnya.

"Jangan mengalihkan pandangan," pinta Naruto. Hinata menoleh dengan tegukan ludah yang terdengar jelas di hutan yang sunyi. Kemudian terjadilah hal yang tidak pernah dia perkirakan sebelumnya.

Tubuh Naruto menyusut. Dari kulitnya tumbuh bulu-bulu lebat dengan kecepatan mencengangkan. Lututnya tertekuk, kedua lengannya jatuh menapak tanah. Perlahan kepalanya berubah menjadi moncong. Hanya butuh beberapa detik proses perubahan wujud itu terjadi, hingga dalam sekejab seekor anjing Siberian Husky telah berdiri di depan mata Hinata.

Bola mata Hinata membelalak, gadis itu membuka mulutnya ingin menjerit. Kakinya refleks melangkah mundur, insting ingin mempertahankan hidup membuatnya ingin berlari sejauh mungkin.

"Apa kau takut?" Anjing itu berbicara dalam suara Naruto yang rendah dan sensual.

"Ka... kau bisa bicara?" kata Hinata terbata-bata. "Jadi kau Naruto yang itu?" Yang Hinata maksudkan adalah anjing yang mengikutinya pulang dari tempat rehabilitasi narkoba.

Diamond DustWhere stories live. Discover now