One

1.8K 233 31
                                    

Hari dengan jadwal yang padat sudah menjadi bagian dalam hidup Lalisa Manoban aka Lisa Blackpink. Ia sudah bangun sejak jam 4 pagi untuk bersiap ke salon dan berangkat ke stasiun televisi untuk gladi resik acara musik. Jangan salah paham, Lisa suka kesibukannya yang seperti ini it's her dream after all.

Saat ini Lalisa memilih untuk menghubungi orang tuanya di Thailand saat para staff Music Core mengatakan giliran mereka ditunda untuk beberapa jam kedepan. Member Blackpink yang lain juga tampak sibuk dengan ponsel mereka masing-masing.

Belum sempat Lalisa menelpon ibunya, nomor yang tampak familiar sudah tertangkap di layar ponsel Lisa. Dengan semangat Lisa mengangkatnya.

"Mom!!" ucap lisa riang. Tak ada jawaban dari ibunya yang lisa dengar hanya suara tangis yang samar-samar.

"Mommy ada apa?" tanya Lisa khawatir. Raut wajahnya tak lagi nampak ceria membuat Jennie yang duduk disamping Lisa ikut-ikutan khawatir.

"Kenapa?" tanya Jennie berbisik. Lisa hanya menggeleng tak tahu.

Kini Lisa yakin ia mendengar suara tangis dan sedikit suara gaduh dari sebrang telfon. Sebenarnya ada apa di rumahnya? Tanpa sadar air mata Lisa sudah menumpuk dan jatuh tanpa bisa ia tahan.

"Mommy katakan padaku ada apa ini? Kenapa kau menangis mom?" tanya Lisa menuntut.

"Li-lisa.. Nenek.. sudah pergi meninggalkan kita," ucap ibu Lisa pada akhirnya. Mendengar itu Lisa lemas seketika. Bahkan genggamannya di ponsel melonggar dan ponselnya jatuh cukup keras.

Jennie yang terkejut segera mengambil ponsel Lisa dan mencoba bertanya apa yang terjadi pada ibunya Lisa.

Lisa hanya memandang kosong kedepan. Air matanya sudah mengalir deras. Makeup matanya sudah tidak karuan. Lisa bahkan belum berpamitan kepada neneknya saat ia kembali ke Korea terakhir kali.

Bukan, neneknya bahkan tidak sakit. Bagaimana bisa?

"Oh, Lisa.." Jennie yang sudah mendengar dari ibunya Lisa segera memeluk member termudanya itu. Diikuti Jennie dan Rosé.

"A-aku.." ucap Lisa terbata-bata karena tangisannya yang semakin keras. Ketiga member Blackpink lainnya semakin erat memeluk Lisa. Berusaha memberinya kekuatan.

"It's okay Lis, you can cry.." bisik Rosé lembut.

"Kami disini," tambah Jisoo menenangkan. Lisa membalas pelukan membernya dengan erat.

"A-aku mau pulang," ucap Lisa lemah.

Sejujurnya ia tidak tahu apakah ia diijinkan pulang ditengah-tengah comeback mereka dengan jadwal super padat. Tapi Lisa ingin bisa memberi penghormatan terakhir kepada neneknya.

Another place

"Ten!! Kau gila? Mau kemana kau?!!"

Seorang pria blonde berteriak keras sambil menahan lengan pria lain yang sudah bersiap dengan ransel besarnya.

Pria bernama Ten itu menatap hyung nya dalam-dalam.

"If you were me.. can you stay and act like you ok?" tanya Ten lirih namun menusuk. Taeil menatap lantai kayu dorm mereka berpikir sejenak.

"Maybe i can, so can you.." jawab Taeil mantap. "Remember it's you dream. Your solo debut," lanjut Taeil tenang.

"I can't hyung." jawab Ten lemah.

Pria itu akhirnya terjatuh juga. Sejak menerima telfon tadi, seluruh persendiannya serasa tak berfungsi. Tubuhnya lemas dan hanya tekad untuk pulang secepatnya yang membuat Ten bisa berdiri tegak.

"Of course you can. Hanya sampai debut stagemu selesai besok Ten, setelahnya kau bisa pulang," ucap Taeil menenangkan roommatenya itu.

Dirasa Ten sudah cukup tenang Taeil membantu Ten beristirahat di kamar mereka. Yang tidak Taeil ketahui adalah pada saat itu Ten telah menetapkan hati untuk merelakan semuanya demi sang nenek.

"Kau bisa pulang nak?" tanya ibu Ten di telfon dua jam berselang Ten yang ditahan Taeil untuk pergi.

"Tentu bu. Penerbanganku satu jam lagi, sekarang aku sedang bersiap pergi ke bandara," jawab Ten lembut. Sama sekali tak terdengar suara serak bekas ia menangis sejak tadi pagi.

"Terimakasih nak. Hati-hati dijalan ya," ucap ibunya lembut.

"Iya bu, sampai jumpa." ucap Ten sebelum menutup panggilan telfon ibunya.

Setelah itu Ten ganti baju seolah dia hanya akan pergi latihan seperti biasa dan meninggalkan memo di nakas samping ranjangnya.

"Where are you going?" tanya Mark yang baru saja sampai di dorm.

"Practice," jawab Ten singkat lalu pergi begitu saja.

Saat ini yang dibawa Ten hanyalah paspor dan dompet miliknya. Sampai di lobby ia melirik ke kanan kiri memastikan tidak ada manajernya disana. Setelahnya Ten segera naik ke taksi yang mengantarnya sampai ke bandara Incheon.

Setelah tiba di bandara Ten segera menuju ke bagian ticketing saat ia tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang wanita. Wanita yang kelihatan tergesa-gesa sama seperti Ten.

"Ladies first," dengan sigap Ten merendahkan kepalanya, takut jika ia dikenali, lalu mempersilahkan wanita itu mengurus tiketnya terlebih dulu.

Ten tampak gusar berdiri ditempatnya. Ia takut memonya sudah ditemukan dan saat ini rombongan manajernya sudah berangkat kesini untuk membawa Ten kembali.

Setelah wanita itu bergeser barulah Ten bisa bernafas sedikit lega.

"Tuan Ten Chittaphon?!" petugas wanita itu tak sengaja menyebut nama Ten dengan sedikit keras. Memaksa beberapa orang yang melintas menatap ke arah mereka dengan aneh.

"Maaf," ucap petugas itu pada akhirnya dan proses ticketing Ten selesai.

Dan Ten menyadari wanita yang tadi antri didepannya saat ini sedang menatap Ten dalam-dalam dengan pandangan sendu.

"Lalisa?" ucap Ten lirih.

"Yeah.. Ten," balas wanita itu tak kalah lirih dengan suara seraknya.

tbc.

<<<Preview next one >>>

Okay its TenLisa for the Win!!! Kapal aku yang ini entah kenapa kok penumpangnya sepi, padahal cucok sekalee

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Okay its TenLisa for the Win!!! Kapal aku yang ini entah kenapa kok penumpangnya sepi, padahal cucok sekalee.

Klik bintang +tinggalkan review di bawah ini juseyong~ 😀

Friend for Life /under revision/Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang