[Chapter 1]

12.4K 1.5K 49
                                    

ǁ Try Again ǁ

.

0-0-0

.

Kim Doyoung
Jung Jaehyun
Mark Lee
Lee Jeno

.

.

.

Musim panas di Kanada memang menyenangkan. Banyak sekali orang asing yang datang hanya untuk menikmati cuaca cerah langit Kanada yang memang benar sangat indah.

Tapi bagi Jeno, ia merasa bosan. Seumur hidupnya, ia hanya berada di Kanada. Sekalipun pergi ketika libur panjang sekolah, ibunya akan membawanya ke Tokyo, London, Kuala Lumpur, kecuali Korea Selatan.

Jeno tidak habis pikir, kenapa ibunya begitu tidak ingin ia menginjakkan kaki di Negara tersebut. Ingin sekali Jeno bertanya dan menuntut jawaban, tapi ia tidak bisa melakukannya. Setiap ibunya pulang dari bekerja di malam hari, yang anak itu lakukan adalah tersenyum dan memeluk sang ibu.

Yang Jeno tahu… ibunya berjuang mati-matian demi membesarkannya dengan baik, demi menghidupinya dengan layak, demi menyekolahkannya setinggi mungkin, demi memberinya makanan kaya gizi dan nutrisi agar ia tetap dan akan selalu sehat.

Mengingat kembali hal itu, ada pertanyaan lain yang selalu terlintas di pikiran Jeno. Kenapa mereka hanya hidup berdua di Vancouver yang begitu jauh dari Negara tempat kelahiran ibunya? Kenapa mereka tinggal di Vancouver jika paman dan neneknya ada di Seoul sana? Kenapa ia bisa lahir jika tidak ada sosok ayah yang mendampinginya? Semua itu menjadi bercabang yang membuat Jeno selalu merasa pening jika memikirkannya.

“Jadi, kau akan ke Seoul liburan musim panas ini?”

“Eomma tidak memberi ijin jika itu Korea Selatan.” Jeno terlihat membuang nafasnya sedikit kesal, kemudian memandang Hyunjoon yang melebarkan mata. “Aku akan pergi kesana lain kali, jika eomma sudah mengatakan ‘iya’ untuk Korea Selatan.”

Remaja Heo yang garis lahirnya sama dengan Jeno itu kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Aku mendengar ini satu tahun yang lalu di liburan musim dingin kita. Dan sekarang… lagi?”

“Aku juga tidak mengerti, Joon-ah. Eomma tidak bicara apa-apa padaku.”

Hyunjoon kemudian hanya diam untuk beberapa saat. Tangannya terulur untuk menepuk punggung Jeno dua kali. “Ya sudah, kalau begitu. Jangan sedih hanya karena hal ini…” Ucapnya. “Setidaknya, ibumu pasti mempunyai pilihan lain, kan?”

“Yeah… Bangkok? Bali? Aku bisa memilih kemanapun aku mau.”

Tapi tetap saja… aku ingin pergi ke Korea dan menemukan apa yang terjadi disana yang membuat eomma begitu bungkam tentang hal ini. Dan juga… tentang appa.

.

.

Mark menatap ragu pada layar ponsel yang menampilkan kontak Gongmyung. Jemarinya sedari tadi terus bergerak lambat, antara menghubungi pamannya atau tidak.

Pertemuan secara tidak sengaja dengan sang paman minggu lalu masih menyimpan tanda tanya besar bagi Mark. Ia sudah cukup tahu dengan apa yang terjadi dalam keluarga mereka beberapa tahun yang lalu, yang membuatnya kini hanya tinggal berdua dengan sang ayah.

Tapi sebuah fakta yang kemarin ia dengar dari pamannya… itu sedikit memebuatnya bingung.

“Paman… aku tahu, kau menyembunyikan keberadaan eomma. Dimana, paman? Beritahu aku!”

“Mark, kau tidak bisa―”

“Tapi aku juga anaknya, paman… aku merindukan eomma…” Mark melemah, suaranya mengecil diakhir kalimatnya. “…meskipun aku tahu jika aku hanya anak angkat, tapi aku sangat merindukannya. Bayangkan, paman, berapa tahun aku tidak bertemu dengan eomma? Lebih dari sepuluh tahun!”

Gongmyung tidak mampu untuk mengeluarkan suaranya. Kepalanya berpaling kearah lain, tidak ingin menatap pada seorang pemuda yang kini beranjak dewasa; Mark, seorang anak laki-laki yang pada akhirnya menjadi putra pertama dari Jung Jaehyun dan Kim Doyoung.

“Kau hanya harus tahu bahwa dia juga sangat merindukanmu, Mark…”

“Tapi dimana―”

“Dia sehat, dia hidup dengan baik, dia melakukan segalanya dan selalu merindukanmu. Kau tidak harus tahu dimana dia… karena jika memang dia ingin kembali, maka dia akan kembali.”

“Apakah eomma berada sangat jauh dari jangkauanku, paman?”

“Ya, dia sangat jauh. Tapi… dia selalu berada denganmu, selalu dekat denganmu, selalu ada dalam hati dan pikiranmu.”

Mark menundukkan kepala. Memikirkan kembali betapa ia merindukan ibunya… Kim Doyoung yang begitu baik hati dan lembut. “Tidak bisakah aku mendengar suaranya, paman?”

Gongmyung menggelengkan kepala dengan senyum sendu.

“Tapi, Mark… Ibumu mengatakan jika aku tidak boleh mengatakan hal ini pada siapapun. Jadi, berjanjilah kau tidak akan mengatakan apapun tentang pertemuan kita pada ayahmu, hng?”

Mark mengangguk. Ia sudah terlalu tahu setiap akhir dari pertemuan tidak sengajanya dengan sang paman adalah rahasia yang harus ia tutupi rapat dari ayahnya sendiri. “…iya…”

“Adikmu juga sudah besar, Mark.”

Kalimat terakhir dari Gongmyung adalah sebuah tanda tanya besar baginya. Adiknya? Siapa? Apakah dia adalah anak lain yang diangkat oleh Doyoung?

Keraguan semakin merayap pada hatinya, hingga ia batal untuk menghubungi sang paman. Yang Mark lakukan setelahnya adalah menjatuhkan punggung keatas tempat tidurnya yang besar dan nyaman. Kedua matanya tertutup, hampir saja tertidur sebelum sebuah ketukan di pintu membuatnya terbangun kembali.

“Mark?”

Itu Jung Jaehyun, ayahnya. Mark segera bangkit untuk duduk, menatap ayahnya yang berjalan mendekat kearahnya. “Ada apa, appa? Apakah aku melupakan sesuatu?”

Jaehyun tentu saja menggelengkan kepala dengan senyum hangat. Segera saja ia duduk bersisian dengan Mark di tepi tempat tidur empuk itu. “Apa yang kau pikirkan?”

“Eomma…”

“Ah.” Jaehyun paham, sosok itu pasti selalu memenuhi isi pikiran Mark. Karena… dia juga begitu. “Kau ingin kita berlibur? Kemanapun kau ingin pergi, kita pergi.”

“Appa…”

“Kita sama-sama perlu untuk menyegarkan pikiran, kita juga sama-sama perlu untuk jalan-jalan walau sebentar. Kita bisa membeli sesuatu dalam perjalanan, memancing, bermain arcade, segalanya. Hm?”

Mark mengerti, mungkin itu adalah sebuah pengalihan yang Jaehyun lakukan untuk membuat ia lupa pada semua perkataan Kim Gongmyung. Jadi, Mark hanya menghela nafas dan mengangguk pasrah. Memangnya, sejak kapan ia bisa menolak?

“Kemana?”

“Kemanapun kau mau.”

“Walaupun keluar negeri?” Bisa Mark lihat ayahnya yang mengangguk dan tersenyum. “Baiklah, appa… Ayo kita pergi berlibur.”

.

.

To Be Continued~

Try AgainWhere stories live. Discover now