2|Langkah Awal

1K 129 5
                                    

Disc © Masashi Kishimoto

NaruHina

Teens

Romance, hurt/comfort

Warn! Typo

Take Me Away

"Maaf merepotkan Kushina-san dan Naruto-san," sesal Hinami sembari membungkuk.

Kushina menggeleng. "Seharusnya aku yang minta maaf. Karena melihat putraku, Hinata jadi pingsan." Dia mengerling pada putranya, sejenak melotot sebagai ancaman kau-akan-dihukum-nanti.

Naruto mendengkus. Aku kan hanya usil, batinnya.

Hinami hanya mengangguk. "Sekali lagi saya berterima kasih, kalau tidak ada Kushina-san dan Naruto-san aku akan bingung..."

Kushina mendengkus, lantas hanya mengibaskan tangannya. "Sudahlah, lagi pun ini juga salahku. Seharusnya aku tak menyuruh Naruto untuk mengantarkan makanan itu."

Naruto hanya diam sambil menatap Hinata yang masih tidur–ah, pingsan. Kembali teringat olehnya bagaimana reaksi gadis itu kala tahu Naruto--lebih tepatnya, sosok laki-lakilah yang menjadi tamu. Hinata langsung terkejut, begitu pucat dengan tangan dan badan gemetar hebat, sebelum akhirnya jatuh pingsan. Sepertinya sesuatu terjadi padanya di masa lalu. Tapi apa? batin Naruto serius.

Sebuah tepukan keras menyentuh pundak Naruto, membuatnya mengaduh sakit dan menatap Kaa-san nya yang menepuk pundak tadi. "Kenapa, sih?" ujarnya sedikit kesal.

"Kita pulang!"

Naruto menggerutu dan berjalan mengekor ibunya setelah membungkuk hormat pada Hinami. Namun bukan langsung keluar dari rumah, Nauto berbalik sekilas. Ditatapnya wajah Hinata sekali lagi. Ku pastikan kita akan bertemu lagi, Hinata, batinnya. Naruto tersenyum tipis.

🍁🍁🍁

Hinata memandang ibunya dengan sedih. "Maaf, Bu. Karena aku, Ibu sampai pulang. Padahal sedang bekerja."

Hinami tersenyum kecil sambil menggeleng. "Tidak apa. Bukan salahmu juga." Dengan lembut, wanita itu menyentuh rambut Hinata. Sebegitu besar rasa khawatirnya tadi, membuat Hinami tidak tega ingin sedikit menasehati putri cantiknya. Ada sebuah rasa bersalah teramat besar, dan kenangan buruk yang tiba-tiba menyeruak membuat Hinami menunduk.

Jantung wanita itu ... kembali seperti dihantam benda runcing. Sakit. Tidak berdaya. Putus asa.

Hinata memegang lengan Hinami, menarik perhatian sang ibu.

Hinami tersentak, lantas langsung tersenyum menatap Hinata penuh sayang. "Ya?"

"Kapan aku bisa sembuh? Aku tidak ingin seperti ini. Aku kesepian, Bu."

Senyum wanita dengan rambut pendek itu sirna. Berganti dengan hela napas panjang sebelum diembuskan tanpa harus diketahui Hinata. Putriku yang malang, batinnya.

Hinami bergerak merengkuh Hinata, memeluk tubuh gadis yang terlihat rapuh itu. Ini salahnya, yang tidak bisa menjaga putri yang sangat berharga. Sudah kewajiban orang tua melindungi anak, tetapi Hinami merasa gagal. Semua kejadian tempo lalu menghancurkan diri Hinata, lebur takada sisa. Hal yang hanya Hinami lihat hanyalah kesukaan Hinatanya pada seni lukis.

Putriku yang malang ..., batinnya pilu.

Hinami melepas pelukan, menangkup wajah Hinata agar putrinya beradu tatap. Ada kilat keinginan berbaur di sana, pula ketakutan pada suatu hal yang sebenarnya belum tentu terjadi. Hinami ingat pada pesan singkat yang pernah dikirimkan oleh seorang kenalan. Tentang Hinata dan kesembuhan trauma.

Take Me Away [RE-PUBLISH]Where stories live. Discover now