Prolog

22 2 0
                                    

Hujan masih turun pagi itu. Aku bergegas meninggalkan kamar hotel menuju lobi. Kuserahkan kunci kamarku, dan aku menuju ke taksi yang telah menunggu untuk mengantarku ke bandara. "Bonjour monsieur" kata si tukang taksi yang berarti selamat pagi. "Bonjour" jawabku sembari menghempas tubuh ke kursi belakang. "Alain, Aldric Alain" kata si sopir memperkenalkan diri dan mengulurkan tangan, "Ailard, Albert Ailard" jawabku sambil menjabat tangannya. "Kemana pak?" tanya Alain. "Charles de Gaulle" jawabku singkat. Tanpa menunggu lama, taksi segera meluncur ke bandara utama Perancis itu.

"Sudah sampai pak" kata sang sopir. "Merci" kataku yang berarti terima kasih sembari menyerahkan beberapa franc. Alain beranjak pergi. Aku masih mematung. Kupandangi berbagai sisi bandara megah ini. Ada ratusan bahkan ribuan orang berjalan dari satu tempat ke tempat lain. Segera, aku kembali tersadar. Aku mendekati pintu masuk, dan menyerahkan tiket.

"Excusez-moi monsieur" seorang petugas keamanan menghadangku di pintu pemeriksaan. Aku pun diperiksa olehnya. "Merci" katanya lagi, setelah memeriksaku. Aku pun masuk ke ruang tunggu. Ada banyak sekali penumpang di situ. Aku juga melihat banyak layar LCD yang dipasang untuk menunjukkan jadwal penerbangan. Aku pun menuju sebuah bangku yang kosong di sudut bandara. Ada seorang bapak duduk disitu. "Ansell, Antoniette Ansell Archenchaud," sang bapak memperkenalkan diri. "Ailard, Albert Ailard" jawabku. Sang bapak tidak menunjukkan ekspresi apapun. Tangannya menggegam tas hitam dan mulutnya berkomat-kamit sesekali. Suasana menjadi aneh.

"Franc Air, Franc Air" sayup-sayup kudengar suara seorang petugas di ujung lorong. Aku melihat jam, dan melihat tiketku. "Oh, itu pesawatku" batinku pelan. Bergegas, aku mengangkat tas dan menuju ke pintu terminal. "Tiketnya pak," kata seorang petugas ramah. Aku menunjukkan tiket. Kemudian aku berjalan menuju garbarata yang menghubungkan terminal dengan pesawat.

Dibelakangku, aku melihat Ansell berjalan. Mukanya ditutupi topi, dia mengenakan jas hitam. Aku mengacuhkannya dan berjalan masuk ke dalam pesawat. Aku segera menuju ke kursiku di 15C. Tas yang tidak kumasukkan ke bagasi, kutaruh di container di atas tempat duduk. Tidak lama kemudian, seorang duduk disampingku. Jika melihat wajahnya, usianya belum begitu tua, mungkin sekitar 30-32 tahun. Aku segera memperkenalkan diri, ""Ailard, Albert Ailard" kataku. Sang pria tua tersenyum ramah dan membalas uluran tanganku. "Fluffettzen, Szhewentzhitz Flufettzen".

Awak kabin memulai penghitungan penumpang. Mereka juga mempraktekkan cara-cara penggunaan alat-alat keselamatan dalam pesawat. Sekilas, aku melihat Fluffetzen memperhatikan Ansell dengan tatapan tajam. Ansell terlihat sedang duduk di barisan belakang. Di kiri depan Ansell ada seorang pria juga yang mengenakan mantol hitam. Aku tidak mengetahui namanya, namun sekilas, dia tampak seperti keturunan orang Inggris.

Pesawat memulai pushback, dan menuju landasan pacu. Aku mengedarkan pandangan ke seluruh sudut pesawat. Ada beberapa orang yang sedang duduk terkantuk-kantuk sambil sesekali memejamkan mata. Ada pula yang sedang bercakap-cakap dengan orang di sebelahnya. Mereka tampak menikmati perjalanan ini. Beberapa orang pramugari tampak mondar-mandir mengecek kontainer di atas penumpang untuk memastikan sudah dikunci dengan rapat.

Pesawat mulai berlari, dan akhirnya terbang ke udara. Aku menghembus nafas lega setelah pesawat meninggalkan landasan pacu dan menuju langit. "Selamat tinggal Prancis," kataku. Langit yang berkabut menyambut kehadiran kami di angkasa. Walaupun hujan telah mereda, awan hitam masih juga bergantung. Pesawat terus melaju membelah langit menuju Belanda.


Bersambung...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 03, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ChildhoodWhere stories live. Discover now