Tembok Pesantren

1 0 0
                                    

Bandara banyuwangi terlihat lengang, waktu menunjukkan pukul 14.00 WIB. Dengan kondisi tersebut akan sangat mudah mencari orang yang sedang turun dari pesawat. Tampak dua orang berpakaian koko dengan identitas pondok pesantren sedang menunggu atau lebih tepatnya mencari. Identitas mereka yang bersarung, berpeci dan memakai baju pondok pesantren sangat mudah dikenali. Sosok yang ditunggu mereka pun akhirnya mendekati mereka

"sarwahayu,,,,"

"sarwahayu,,,,"balas kedua santri

"jenengan nyai rara ngeh?" ucap salah satu santri

Dibalas dengan anggukan oleh sosok perempuan berpakaian adat bali warna biru, dua santri itu pun saling menoleh dan menelan ludah, sekulum senyum tersimpul di bibir sang rara. Darah muda, selalu membawa gairah tersendiri, terutama dijawa tanah para leluhur sang hyang.

"kenalkan nyai saya udin dan ini soleh" ucap udin

"mari nyai saya antar ke mobil, barang bawaannya saya bawakan nyai" ucap soleh cepat

"yang saya bawa cuma yang melekat dibadan" balas nyai rara

Mereka pun menuju mobil dengan pendangan saling lirik dan malu, memang sang nyai rara bukan sosok sembarangan, diusianya yang sudah menginjak dewasa membuat tubuhnya semakin mantab dan bisa mengisi relung hati siapa saja. Ditambah bawaan yang tenang, kalem serta syahdu, bersama baju adat bali yang selalu dikenakan, menjadikan sosoknya sebagai dahyang jawa alit, sebutan untuk bali yang dulu pernah diceritakan legenda sebagai pecahan dari jawa

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, hingga mereka pun semakin dengan dengan pesantren kota tahu, atau bisa dikenal dengan daerah kerajaan daha pada masa lalu. Dan sebentar lagi mereka akan memasuki gerbang pesantren

"mas, tolong bisa turunkan saya sebentar didepan gapura,,"

"ngeh nyai,," balas soleh selaku sopir dan langsung menepikan mobil

Mereka pun turun dari mobil dan sontak membuat para santri langsung ramai dan heboh, bagaimana tidak sosok nyai rara begitu mempesona dan mampu menggetarkan siapa saja, apa lagi santri yang dalam kesehariannya dipisahkan dari lawan jenisnya. Sontak saja gerbang masuk pesantren menjadi ramai, tapi ketika tahu yang mendampingi sang nyai adalah tangan kanan sang ulama, para santri pun tak berani berlama-lama memandang hanya menunduk dan sempat melirik dari kejauhan

Nyai rara pun terlihat memandang gapura masuk pondok dan semakin mendongak ke atas

"dindingnya begitu tinggi sampai menembus langit" ucap lirih nyai rara

Sontak kedua orang terlihat terkaget-kaget, dan dalam sekejam saja suara adzan ashar berkumandang pertanda memasuki sholat jamaah ashar

"kang kok adzan ashar, jam berapa sekarang kang?" ucap udin

"jam tiga lebih sepuluh" balas soleh dan sejenak mereka pun memandang dengan penuh penasaran, bagaimana mungkin perjalanan banyuwangi kediri ditempuh dalam waktu satu jam. Serempak mereka pun memandang sosok nyai rara

"nyuwun sewu nyai badhe tangklet?" ucap udin

"ngeh,," balas nyai rara denga senyum, dan itu cukup menggetarkan hati siapa pun

"jenengan numpak pesawat nopo?"

Nyai rara cuma menggeleng

"jenengan mibur?" imbuh soleh

Nyai rara hanya tersenyum sambil memandang kedua santri itu

"akang mas,,," ucap nyai rara sambil matanya mulai berkaca

"sarwahayu nyai,,," ucap sosok berjubah

Dan seketika itu juga udin dan soleh terkaget, tiba-tiba saja gus shodiq sudah ada disamping mereka, dan langsung saja keduanya menyalami sosok yang dihormati

"mari nyai saya antar ke bale tamu,,," ucap gus shodiq

Mereka pun memasukin pesantren menuju bale yang dikhususkan untuk para tamu, bale tamu dekat dengan masjid utama dan didalamnya terpisah antara ruang tamu putra dan ruang tamu putri, dilengkapi dengan kamar-kamar bilamana tamu tersebut ingin menginap.

"nyai, sampean tunggu sebentar ngeh, saya kang udin dan kang soleh mau beribadah dahulu"

"inggeh kang mas" ucap nyai rara dengan tertunduk

"mari kang mumpung masih rokaat kedua, kita jamaah sholat ashar di masjid nanti setelah sholat ashar sampean ber dua bawa barang secukupnya dan setelah sholat magrib sampean antar nyai rara"

"ngeeh gus"

Mereka berdua pun menunaikan sholat berjamaan ashar dimasjid, kemudian langsung ke angkring masing-masing sambil meneteng tas pendakian, sudah diberi tahu sebelumnya bahwa mereka akan menemani tamu tersebut untuk pendakian. Adzan magrib pun berkumandang, soleh dan udin pun langsung menuju masjid untuk menunaikan sholat berjamaah. Ketika selesai dilanjut berwirid salah satu santri mendatangi udin dan soleh

"akang ber dua dipanggil gus shodiq dipangimanan" ujar santri

Pangimanan merupakan sebutan untuk ceruk kecil yang berada dimasjid, bisanya terlihat menjorok keluar dari bangunan masjid, tempat untuk menjadi pemimpin sholat dan biasanya menjadi satu untuk memberikan ceramah setiap jumat.

"akang berdua nanti antar nyai rara ke daerah keling, memudian bantu apapun yang diperlukan sampai selesai dan akang berdua bisa kembali ke pesantren"

"inggih gus"

"akang berdua saya beri wejangan sedikit, bahwasanya salah satu pusaka umat islam yaitu sholawat, dalam hati selalu sholawat,,, sholawat,,, sholawat,,, terus di hati setiap saat tak mengenal kondisi kita sudah bersuci atau tidak intinya sholawat ngehh"

Kedua santri pun memandang takzim sambil mulai mengisi hati dengan sholawat, setelah wejangan disampaikan merekapun menuju bale tamu dan menuju ke kantin untuk mengambil perbekalan yang sudah disiapkan

"kang dari tadi bertiga terus,," ujar santri penjaga kantin sambil melirik ke nyai rara

"lah tadi sore kan berempat waktu masuk pesantren" ujar udin

"loh nyai ne punya santri to disini kan? Siapa ?" balas santri penjaga kantin terheran-heran

"lah tadi kan dianter gus shodiq sendiri dari gapura menuju balai tamu" balas udin

"halah sampean ki enek-enek wae, lah wong gus shodiq dari dzuhur sampai magrib di pangimanan terus kok, gak kemana-mana" balas santri penjaga sambil menyerahkan kresek besar perbekalan

"loh trus yang tadi siapa?" ucap udin sambil memandang soleh dan keduanya pun bertatap muka kebingungan

Nyai rara pun hanya tersenyum kilu sambil memandang masjid pesantren dari kejauhan, iya sosok itu masih terlihat jelas, walau hanya punggungnya saja itu sudah cukup untuk menenangkan hati.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 23, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Durian SegaraWhere stories live. Discover now