[6]

2.5K 180 16
                                    


2009 – H Min Satu Pengibaran


Matahari sudah bertengger gagah di atas kepala. Peluh keringat mulai banyak membanjiri wajah-wajah lelah siswa Teladan. Begitu pula denganku dan Gibran. Baru seminggu menjabat di Osis, kami sudah dinanti untuk mengurus perayaan ulang tahun Teladan. Kala itu di ruang OSIS tertinggal aku dan Gibran yang sibuk mengetik proposal. Anggota yang lain sibuk dengan tugas yang sudah dibagi seperti mencari sponsor dan lainnya.

"Lo dateng latihan di kota 'kan ntar?" tanya Gibran padaku.

Aku mengangguk.

"Mau dijemput?"

Kugelengkan kepalaku, "Nanti mau bawa mobil sendiri. Tapi kayanya mobil aku mau dipake sama Tari, jadi dia yang anter aku."

"Tari? Mau ke mana tuh anak?" balasnya.

"Lah, kamu nggak tau emang, Gi?"

Gibran mengerutkan dahi, "Tau apaan, By?"

Aku buru-buru menyadarkan diri sebelum terlanjur keceplosan kalau Tari sedang pdkt dengan bang Raga dan akan ngedate setelah mengantarkanku nanti.

"Tau kalo es cendol di depan tuh enak???" jawabku asal.

Gibran menaikkan satu alisnya, "Jaka sembung bawa golok lo By!"

Aku tersenyum mendengar balasannya. Tiba sore hari dan latihan berlalu begitu saja. Seperti rencana awal, Tari mengantarku dan menjemputku kembali. Dia benar-benar akan jadian dengan bang Raga sepertinya.

"Gimana ngedate mu, Tar?" tanyaku saat kami menuju kostnya.

Dia tersenyum-senyum sendiri tanpa menjawab. "Eh By, sebenernya aku mau banget dateng liat kamu ngibar di kota sama liat Gibran juga. Tapi kayanya sekolah kita ada upacara kibaran tujuh belas juga deh. Dan kelas kita kebagian upacara. Gimana ya?"

"Ya nggak papa kalo nggak bisa dateng Tar. Dateng sorenya aja gimana pas penurunan?" balasku.

Dia menyetujui usulku. "Kamu gimana sama bang Tio?"

"Apanya yang gimana?" tanyaku keheranan. Memangnya aku ada urusan apa sama manusia galak satu itu?
"Ya itu.."

Kerutan muncul di dahiku. "Itu apa sih, Tar?"

"Dia kan follow kamu. Terus kelanjutannya gimana?"

"Ya nggak ada lanjutannya. Dia follow aku. Udah gitu aja."

Tari seperti hendak mengatakan sesuatu tetapi dia berangsur diam.

"Kalo kamu gimana sama bang Raga?"

Dia berbinar, "Dia ganteng, By."

"Yeeee itu mah jutaan orang juga tau kalo bang Raga ganteng makanya dia banyak fansnya. Hiiiii awas loh nanti kalo kamu jadian, diserbu deh sama fansnya!!" balasku menakut-nakutinya.

Tari menyenggol lenganku, "Lebih lebih kalo kamu jadian sama bang Tio. Satu indonesia nyerbu kamu By!"

Mataku terbelalak kaget. Apa katanya? Jadian? Sepertinya itu hal yg mustahil mengingat setiap aku melihatnya mataku tiba-tiba menjadi panas karena kesal.

"Ngimpi aja deh jadian sama manusia galak satu itu. Ogah!"

Tari tertawa seraya membalas, "Belum aja sekarang, tapi nanti coba deh. Lagian bang Tio itu orangnya loveable loh."

"Ckck, loveable ndasnya!" balasku sekenanya.

Tari terkekeh geli. Aku mengantarkan Tari pulang kekostnya lalu kembali kerumahku. Seperti halnya remaja yang sedang musimnya menggunakan media sosial Twitter masa itu. Aku mengetik sesuatu di kolom tweet.

ANOTHER BYANCAWhere stories live. Discover now