"Itukah keputusan Sri Baginda?" bertanya Jayengrono.
"Itu keputusan raja! Sekalipun anak dan istri sendiri, jika membuat kesalahan
perlu dihukum. Pengadilan para sesepuh Kerajaan nanti yang akan menentukan
hukuman apa yang patut dijatuhkan terhadap kedua perempuan itu....."
"Jika begitu bunyi perintah, begitu pula yang akan saya lakukan. Saya kawatir
sekali akhir-akhir ini Sri Baginda....."
"Hemmmm..... Apa maksudmu Raden Mas?"
3
"Saya kawatir kalau-kalau Raden Ajeng Siti Hinggil dan puterinya secara
diam-diam bersekutu dengan Pangeran Matahari untuk merampas tahta kerajaan.
Bukankah tempo hari sewaktu menyerbu ke mari Pangeran jahat itu bermaksud
menghabisi Sri Baginda? Dan bukan mustahil pula orang-orang di utara mengipas-
ngipas terjadinya pemberontakan. Yaitu sejak gembong-gembong pemberontak kita
tangkap dan hukum mati menjelang bulan Maulud dua tahun silam....."
"Semua akan tersingkap di sidang pengadilan para sesepuh kelak....."
"Saya harapkan begitu," kata Raden Mas Jayengrono pula. Lalu Panglima
Balatentara Kerajaan ini menghaturkan sikap hormat dan mohon diri.
Baru saja matahari menerangi jagat pagi itu, Raden Ayu Puji Lestari
Ambarwati yang tegak di belakang jendela berpaling pada ibunya dan berkata "Ada
rombongan datang....."
Raden Ajeng Siti Hinggil bangkit dari kursinya, menyibakkan tirai jendela dan
memandang ke arah halaman. Benar apa yang dikatakan puterinya. Serombongan
orang terdiri dari delapan perajurit memasuki halaman gedung kediamannya. Di
sebelah belakang menyusul sebuah kereta. Lalu paling belakang sekali seorang lelaki
berpakaian mewah, menunggang seekor kuda coklat yang bukan lain Jayengrono,
Panglima Balatentara Kerajaan.
"Dugaan ibu tidak meleset Puji. Manusia itu benar-benar menjalankan niat
busuknya. Mereka datang untuk menangkap kita....."
"Menangkap kita?!" kejut Puji Lestari mendengar ucapan sang ibu.
"Benar. Menangkap kita anakku. Menangkap kau dan aku!"
"Tapi apa salah kita?!" tukas sang puteri dengan mata membelalak.
Raden Ajeng Siti Hinggil ingat pada pembicaraan dan ancaman Jayengrono
kemarin, lalu menjawab "Jika seseorang ingin mencelakai kita, dia bisa mendapatkan
seribu satu kesalahan pada diri kita....."
"Tapi ibu! Kita ini bukan rakyat jelata yang bisa dilakukan semena-mena. Kau
adalah istri Sri Baginda Raja! Dan aku puteri raja!"
"Jawabnya mudah anakku! Sri Baginda telah termakan dan percaya pada hasut
34. Panglima Buronan
Mulai dari awal