Number 7: one

1.6K 170 24
                                    

saya gak nyangka kalau banyak dari kalian yang mau saya lanjutin cerita ini. yaah. walau saya tau ini cerita mainstreme banget. jujur saya tau banget ceritanya biasa aja. tapi rasanya ingin nulis cerita ini. 

PS: apapun adegan yang ada di dalam cerita ini, saya kembali ingatkan. ini tidak ada di Indonesia, atau sekolah-sekolah lainnya. jadi tolong jangan ditiru. saya sebagai author hanya ingin memberitahukan bahwa pembullyan itu gak baik. bahkan akibat dari pembullyan itu berakibat fatal. di sini author ini menunjukkan bagaimana rasanya jadi seorang korban pembullyan. 

semoga kalian bisa ambil baiknya, yang buruk di buang.

.+.+.+.+.+.+.+

"Kenapa lo? Tumben telat." Evan meringis saat teman sebangkunya-Randi- menatapnya dengan tatapan heran. Evan terkekeh pelan dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tak apa. Tadi lagi sial aja aku."

Randi hanya menatap sekilas dan kembali memperhatikan papan tulis dimana Bu Ambar tengah menjelaskan biologi. Evan menghela nafas pelan dan mengeluarkan buku tulis dan peralatan tulisnya untuk mencacatan pelajaran hari ini. Walau hatinya masih sangat tidak nyaman dengan kejadian tadi pagi, Evan berusaha tenang.

King, atau Ardirex merupakan murid yang berkuasa pada sekolah ini. Dia mampu melakukan apapun yang dia mau tanpa ada satu orangpun yang berani menegurnya. Karena sekolah ini adalah milik keluarganya, itulah mengapa pihak sekolah maupun guru tak dapat berbuat apa-apa. Banyak sekali kelakuan minus yang menempel pada diri Ardirex, mulai dari seringnya membolos, berbuat onar, semena-mena pada guru, bahkan dia berani memasuki kamar mandi perempuan hanya demi melakukan hal tak senonoh. Walau banyak yang memprotes perilaku Ardirex, tapi tak banyak juga yang selalu mengagumi sosok Ardi. Dia bagaikan dewa yunani yang selalu dipuja-puja oleh kaum hawa.

Evan yang mengingat semua kelakuan si troublemaker itu hanya bisa mengelus-elus dadanya. Si Tyrex lebih cocok di panggil troublemaker di banding seorang king. Menurutnya itu adalah hal konyol. Yeah, sebutan tyrex memang cocok buat si pembuat onar itu.

"Evan, lo gak ganti baju?" Randi menatap teman sebangkunya itu dengan heran.

"Kamu duluan aja. Aku masih bereskan mejaku dulu." Randi menganggukkan kepala lalu meninggalkan Evan yang masih membereskan mejanya. Lalu saat dia ingin mengambil baju olahraganya, wajahnya terlihat dengan jelas raut panik bercampur takut.

Dengan cepat dia mulai menggeledah tasnya, dan nihil! Dia tak membawa baju olah raganya hari ini. "Mampus! Aku tak bawa baju olahraga, gimana ini? Ya ampun sial banget! Selalu begini."

Evan bahkan hampir menangis mengingat nasib sial yang menimpanya hari ini. Entah kenapa setiap dia berurusan dengan angka 7 nasibnya akan sial sepanjang hari. Karena itulah dia begitu membenci angka 7. Karena angka itulah yang selalu membuatnya sial. Evan bahkan membenci namanya sendiri, Seventyne Habibi Gumeisar. Seventin dalam namanya adalah plesetan dari bahasa Inggris 17 yang di sebut seventeen. Karena dia lahir tanggal 17 Februari, ibunya menamainya dengan Seventyne. Tapi perlu kalian ketahui, Evan begitu membenci tanggal dia lahir, bahkan dia juga membenci namanya. Dia berulang kali ngotot pada ibunya agar tidak memanggilnya dengan sebutan Evan, tapi tetap saja. Akhirnya dia membiarkannya walau tentu ada rasa tak nyaman dalam hatinya saat mendengar namanya sendiri.

Kembali di awal, Evan kini harus berjalan bolak-balik untuk meredahkan rasa takutnya karena dia tak membawa baju ganti. Ini kali pertamanya dia membolos atau lebih tepatnya tak mengikuti pelajaran, karena kecerobohannya sendiri. Mau tak mau, Evan harus menemui Pak Sodik yang merupakan guru olahraganya, untuk meminta maaf.

Dia brjalan perlahan agar dia juga dapat meredam rasa takutnya. Sesampai di lapangan, nyali yang sedari tadi dia kumpulkan kini mendadak menghilang setelah tahu teman-temannya sudah berkumpul di lapangan. Nyalinya mendadak menciut saat menatap Pak Sodik di tengah-tengah lapangan. Evan berusaha menelan air ludahnya yang terasa sangat berat. Dengan langkah ragu, Evan berjalan menemui gurunya itu.

Number 7 (Yaoi) (BxB)Where stories live. Discover now