28. Khianat Seorang Pendekar

Start from the beginning
                                    

"Hemm... Apa yang kecil dan apa yang biasa-biasa?" bertanya lelaki botak. 

Matanya liar memandangi si pemuda dari atas sampai ke bawah. 

"Saya hanya ingin bicara dengan Memed Gendut. Tidak dengan lain orang." 

"Jangan begitu. Kami berdua adalah kawan-kawan orang yang kau cari. Jika 

kau ada keperluan kami bisa membantu." Kata si tinggi kekar. 

Pemuda itu berpikir sejenak. Akhirnya menjawab. 

"Terima kasih. Biar saya menunggu Memed Gendut saja 

"Sikapmu tidak mempercayai kami berdua huh?!" 5»ata si pendek botak 

dan.dia melangkah mundar-mandir di depan pemuda itu. Tangan kanannya 

bersitekan pada hulu golok. 

Si pemuda garuk-garuk kepalanya. "Apa gunanya saya tidak percaya pada 

kalian. Tapi apa untungnya kalau mempercayai kalian!" 

Si tinggi besar ulurkan tangannya dan tepuk-tepuk bahu pemuda itu. 

"Jangan bicara seperti itu anak muda. Orang hendak menolongmu kenapa 

bicara tidak enak begitu ...?" 

"Eh. aku tadi bilaa terima kasih. Dan tak mau ditolong karena ingin 

menunggu Memed Gendut. Tapi kalian seperti memaksa!',' Pemuda berambut 

gondrong yang bertampang seperti tolol itu kini keluarkan suara keras dan kasar 

karena jengkel. 

Si tinggi besar menyeringai dan kedipkan mata pada kawannya yang berkepala 

botak, lalu berkata pada pemuda di hadapannya. 

"Memed Gendut terkenal sebagai pedagang kuda di daerah ini. Jika ada orang 

asing mencarinya, pasti urusan jual beli kuda. Bukan begitu?" 

Si pemuda tak menjawab. 

Si botak kini ikut memegang bahu pemuda itu seraya berkata: "Jika kau 

memang ingin membeli kuda, serahkan saja uangmu pada kami. Tunggu di sini. 

Dalam waktu singkat kami akan kembali membawakan seekor kuda paling 

bagus untukmu.... Nah serahkanlah" 

"Serahkan apa?!" 

"Uang pembeli kuda!" 

"Apa kalian juga pedagang kuda?" 

Si tinggi menjawab: "Tadi sudah kami katakan. Kami ingin menolongmu. 

Ternyata betul kau ingin membeli kuda! Memed Gendut memang pedagang kuda 

terkenal. Tapi harga kudanya mahal.Kuda milik kami tak kalah bagus, malah 

jauh lebih murah. Tun jukkan berapa uang yang kau punya?" 

"Sudahlah. Biarkan aku sendirian di sini. Lebih baik kalian masuk lagi ke 

dalam meneruskan minum.." 

"Hemm " si tinggi besar usap-usap dagunya. "Kalau begitu kau harus bayar 

uang wara-wiri pada kami!" 

"Eh, bayar apa? Apa itu uang wara-wiri?" tanya si pemuda heran. 

"Sebagai ganti rugi karena kedatanganmu mengganggu makan-minum kami!" 

WIRO SABLENGWhere stories live. Discover now