Sepasang Kancing Botol

21 0 0
                                    


Aku terbangun karena cahaya matahari mengelus lembut mataku lewat lubang-lubang yang ada di dinding rumah. Ku perkirakan hari sudah siang dan sudah jelas aku terlambat bekerja. Entah kenapa hari ini aku malas sekali melakukan apapun. Ingin rasanya seharian ini saja aku hanya rebahan di kasur.

Setelah menengok ibu yang sedang bermain bersama adik, aku segera membeli sarapan untuk mereka, untuk lalu segera berangkat mencari uang. Ku raih sebatang kayu yang dilengkapi dengan sebuah paku dan tiga buah tutup botol yang aku buat sendiri sekitar 6 tahun yang lalu. Pagi ini, untuk yang kesekian kalinya aku berjalan menyusuri jalan-jalan besar di kota Bandung.

Dan sudah selama itu pula aku menjadi seorang pengamen jalanan, mengharap belas kasih dari orang-orang yang kutemui. Ini memalukan, sebenarnya aku tidak mau melakukan ini mengingat semua perkataan guru mengajik, dia bilang Rasulullah pernah bersabda "Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya".

Aku sangat sadar ini salah, mungkin Tuhan kecewa. Namun, saat ini aku yang bertanggung jawab atas keluargaku. Aku sudah tidak memiliki ayah, sedangkan ibuku tidak bisa bekerja karena dia memiliki penyakit stroke, adikku sekarang bersekolah di salah satu sekolah dasar dan syukurlah tidak memungut biaya sama sekali. Kakakku, entah dimana dia...bahkan jarang sekali dia pulang ke rumah. Seharusnya dialah tulang punggung keluarga kami.

Pernah aku merasa aku membenci keadaanku yang tak pernah sedikit pun berpihak padaku. Tapi itu dulu, ketika pertama kalinya kakak meninggalkan rumah, yang dia lakukan justru membuatku ingin lari juga. Tidak lama aku sadar, apa yang akan terjadi pada keluargaku? bukan! tapi apa yang akan terjadi pada Ibu dan adikku jika aku menyerah saat itu.

***

Dari setiap kali lampu merah, aku bisa mendapatkan tiga ribu rupiah sampai lima ribu rupiah jika beruntung. Dan aku bisa berkeliling hingga 8 sampai 10 kali lampu merah. Tapi, jika kurasa uang yang dihasilkan belum mencukupi, aku mengamen di setiap warung dan rumah makan yang aku lewati sambil jalan menuju rumah. Kau tau, penghasilan orang cacat lebih besar daripada pengamen seperti aku ini.

Karena sekarang baru pukul 11.10 maka aku akan pergi untuk istirahat di gang dekat rumah makan padang, jaraknya hanya beberapa blok dari lampu merah Asia Afrika. Belum sampai hati ingin membeli makan, tiba-tiba saja 3 orang remaja laki-laki menghampiriku dan mendorong pundakku dengan telunjuknya, "Neng, bagi atuh duitnya! Buru! Aing liat dari tadi maneh sibuk pisan, pasti duitna banyak nya'?"

"Engga, a, uang saya baru sedikit, ini buat beli makan ibu," kataku memelas.

"Eh, enya' enggke maneh neangan deui kan gampang atuh! Buru, mun heunteu ku aing di seret sia ka tukang!" ancamnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 03, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Bungaku Masih Belum Mekar (Edisi Revisi)Where stories live. Discover now