Poem Seems Undone

21 3 0
                                    

"Setelah buku ini terisi penuh, aku akan mengakhiri hidupku."

Kalimat itu tertulis pada halaman kedua sebuah buku kecil berukuran 11x15cm yang berisikan sekitar 100 lebih lembaran kertas. Sebuah buku yang biasa digunakan sebagai buku jurnal harian atau yang akrab disebut dengan buku diary.

Sampul buku itu berwarna biru muda dengan desain modern yang sedang tren akhir-akhir ini. Ada pula frasa "good vibes" tertulis sebagai ilustrasi sampul buku tersebut.

Buku itu milik seorang perempuan muda bernama Amara. Perempuan itu sudah berusia 25 tahun dengan pemikiran yang masih cukup kekanakan. Akan tetapi, ia selalu berhasil menutupi pemikiran kekanakannya itu dengan gaya bicara yang dewasa dan berwibawa. Tidak hanya kekanakan, ia juga terlalu sentimental. Ia terlalu melankolis hingga sempat merenungkan setiap hal yang ia lihat, dengar, cium bahkan rasakan. Ia menuliskan renungan dan curahan perasaannya tersebut secara detail ke dalam buku kecil itu, terutama tentang perasaannya setelah mendengarkan sebuah lagu.

Lagu.

Ia memutuskan untuk menuliskan perasaannya terhadap lagu-lagu yang ia dengarkan untuk memenuhi buku itu. Karena baginya, musik adalah hal yang paling dekat dengannya. Dekat, namun terasa jauh.

Setiap hari, Amara mendengarkan musik. Ia selalu menemukan lagu baru yang membuatnya berpikir. Bayangkan saja, pasti buku itu cepat terisi penuh dan ia akan segera mati dengan cara membunuh dirinya sendiri. Namun secara ajaib, buku itu tidak terisi penuh sampai genap satu tahun ia memilikinya.

Amara mencoba menuliskan perasaannya yang meluap-luap setelah mendengarkan lagu dengan kata-kata yang banyak, namun ia selalu tak sampai untuk melakukannya. Kata-katanya selalu habis. Tertahan di relung hatinya tanpa diizinkan untuk tercoret di atas kertas. Misalnya saja setelah ia mendengarkan lagu "In My Life" milik The Beatles, ia hanya bisa menulis, "Aku ingat keluargaku. Di mana kira-kira hati mereka berada? Di mana aku berada sekarang?" Hanya itu saja.

Itu bukan tafsiran. Itu hanya perasaannya.

Amara bukan sastrawan.

Bukan juga seorang musisi profesional.

Melihat catatannya yang tak kunjung penuh justru membuat semangat hidupnya semakin meluap. Amara lupa akan rencana bunuh dirinya. Ia semakin mencintai hidupnya. Ia mendapati masalah-masalahnya seakan menguap ke udara. Ia pun dikelilingi banyak teman. Ia hidup bahagia.

Hingga pada akhirnya ia mati karena suatu penyakit menular mematikan yang tanpa ia sadari telah menggerogoti tubuhnya selama beberapa tahun ini.

Catatan itu belum penuh hingga saat kematiannya tiba.

Semarang, 31 Januari 2018.
Elisabeth Cintami.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan Cerita Pendek Siang KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang