01. Gestur

13.6K 387 9
                                    

##

Aku masuk ke lift begitu pintunya terbuka. Masih dengan atribut kantor, dan pastinya wajahku sudah menampilkan kelelahan yang...tak bisa diungkapkan. Lengket badanku.

Harusnya aku tak kemari, aku sangat lelah. Tapi Mommy tetap menyuruhku datang, katanya agar aku langsung yang mengkonfirmasi tentang tamu-tamu yang bakal diundang diacara kami nanti.

Ah, sudahlah. Toh aku tak mau berdebat dengan ibu yang melahirkanku susah payah itu. Jasanya terlalu besar. Tentu saja.

Aku tiba di depan pintu apartemen mewah yang sedianya beberapa minggu lagi akan kutempati dengan suamiku eh, calon suamiku.

Kubuka dengan password.
Klik. Pintu pun terbuka. Aku diam. Kuteguk salivaku. Apa ini? Tas, jas, dasi, berceceran sepanjang koridor menuju ruang tamu, dapur, dan....

Pemandangan panas. Full naked! Wow! Kuambil ponselku, kurekam kegiatan gila didepan mataku. Bukti, bukti. Aku perlu bukti. Yeah!

Setelah itu aku menghampiri mereka dan melepas semua pakaianku, hanya menyisakan dalaman. Kurenggut laki-laki yang tengah menumbuk disana. Kujambak rambutnya hingga mendongak. Kulumat habis bibir penuh bisa itu. Yang bisanya hanya ngobral janji manis, ngegombal tiada henti.

Erangan dan engahan terdengar dari mulut berbisa, calon suamiku, Bram.

"Kau menikmatinya, babe?" sengaja kubuat suaraku seerotis mungkin.

Wajah Bram memerah menahan hasrat yang membuncah ingin segera disalurkan. Kusentuh wajahnya dengan gerakan sensual.

"C'mon babe," kujilat dan kumainkan nipplenya. Aku menyeringai mendengar dia melenguh kenikmatan.

Kulirik jalang dibawah kungkungan Bram yang terengah disana. Kulayangkan smirk evil andalanku.

"Kau bermain hebat, bitch! Puaskan dia, c'mon." seruku.

"Faster....fasterrrrhhh...."

"Just kissing you, Bram...."

Aku hanya mencium, melumat bibirnya yang memang sempat
membuatku gila kemaren-kemaren. Tangan Bram mulai bergerilya tapi kutepis.

"Aku yang pegang kendali, Jerk!" selaku.

"Do you want threesome? Hm?"

"Brammmhhhh...." si jalang melenguh lagi.

Aku turun dari pangkuan mereka, mengambil sesuatu dari tasku.

DOR! DOR!

"AAAKKKHHH....!!!"

Aku tersadar begitu mendengar erangan mesum itu. Aku tersenyum.

"Hai, Bram... Kayaknya jalang itu nikmat sekali ya? Oke, lanjutkan saja. Maaf, aku ganggu." kataku.

Bram melotot mendapatiku.

"Gie...ini, ini nggak -" Bram spontan melepas tautan ditubuhnya.

"Gie,, ini nggik kiyik ying kimi biyingkin. Dii kigirihin. Iki hinyi mimbinti. Itu pasti alasanmu, Bramasta." potongku.

Aku mendengus.

"Gie, beberapa minggu lagi kita...--"

Suaranya sudah tak kudengar lagi, karena aku telah keluar dari sana. Ampun deh!
Kupijit pelipisku. Kepalaku mulai pening. Andai ide gila yang tadi melintas dibenakku terealisasi...
Aku terkekeh. Pasti seru! Hehehe....

Asli, yang benar saja, kenapa juga harus repot ngotorin tanganku dengan menembaknya?

Seorang pemuda yang tersisa didalam lift memandangku sekilas yang mungkin ramalannya diriku kayak orang gila, yang senyum-senyum sendiri dan aku tak peduli.

My Romance Where stories live. Discover now