Itu saja sudah membuat jantung Sato berdegub kencang. "Terima kasih sudah mau datang."

Yuka berusaha untuk tetap tersenyum sepanjang makan malam. Sato tidak menutupi rasa sukanya terhadap Yuka. Ia berusaha untuk menarik perhatian Yuka.

Yuka ingin pergi dari tempat ini secepatnya. Yuka tidak ingin berada di tempat ini lebih lama lagi.

"Kamu tidak apa, Yuka-chan?" Sato bertanya.

Yuka memijit pelipisnya, "Mungkin aku terlalu banyak minum. Aku akan pulang saja." Yuka berdiri dari duduknya.

Sato ikut berdiri. "Biar aku antar." Sato menawarkan diri.

"Tidak perlu, Sato-san. Aku bisa memesan taxi. Tempatku menginap tidak jauh dari sini."

"Tidak, aku yang antar." Sato menarik tangan Yuka untuk mengikuti langkahnya.

Yuka hanya bisa mengikuti ketika Sato terus menariknya. Kepala Yuka semakin pusing. Ia tahu bahwa ia tidak seharusnya minum melebihi satu gelas. Yuka tidak tahan dengan alkohol.

"Apa yang kau lakukan, Sato-san?"

Sato memojokan Yuka ketika mereka hanya berdua di dalam lift. Ia memerangkap dengan kedua tangannya, agar Yuka tidak bergerak.

Yuka berusaha mendorong, tapi tangannya sendiri terasa lemas. Ia setengah sadar ketika Sato meraih gaun malam Yuka. Mencium leher Yuka dengan rakusnya. Sedangkan Yuka hanya bisa terisak. Ia tidak bisa melawan.

Ting!...

Pintu lift terbuka.

"Hei!!... apa yang sedang kau lakukan?!"

Sato ditarik menjauh.

Bukk!!! Orang itu langsung memukul Sato.

---

Toru baru saja sampai di Kyoto. Ia menemui Rei Fukuzawa, temannya, yang seorang pemilik hotel berbintang di daerah Kyoto. Setelah menemui Rei, Toru berniat kembali ke rumah pribadinya. Tapi, begitu ia berdiri di depan lift, ia melihat kejadian yang membuatnya marah.

"Hei!!... apa yang sedang kau lakukan?!" Toru mengenali cewek itu, seseorang yang pernah ia selamatkan belum lama ini.

Toru menarik laki-laki itu menjauh.

Bukk!!!... Toru memukulnya. "Pergi!" teriak Toru.

Sato pergi menjauh. Ia sendiri tidak ingin orang lain tahu. Ia tidak ingin terkena skandal.

Toru melihat keadaan Yuka, setelah memastikan laki-laki kurang ajar itu pergi. Ia segera melepas mantelnya dan menyelimutkan pada Yuka.

"Kau baik-baik saja?" Toru bertanya. Ia melihat mata Yuka yang mulai sayup dan wajahnya dipenuhi air mata.

Yuka menatap Toru. Ia bernafas lega begitu melihat wajah yang ia kenal. Namun perlahan matanya tertutup.

"Hei..." Toru menepuk-nepuk pipi Yuka. "Dia pingsan?" Toru menghela nafas, lalu mengangkat tubuh Yuka, dan membawanya pergi.

---

Toru membaringkan Yuka di kasur. Ia membawanya ke rumah pribadinya. Toru memiliki rumah pribadi di Kyoto. Rumah yang ia bangun tidak jauh dari tempat Ayah dan Ibunya tinggal. Berjarak lima belas menit untuk sampai ke rumah orang tua Toru.

Hanya kedua orang tuanya yang tahu rumah ini. Member OOR belum ada yang tahu. Toru membangun rumah ini berbeda dengan rumahnya yang berada di Tokyo. Jika rumah yang ada di Tokyo adalah rumah yang ia bangun untuk tempatnya istirahat saat bekerja, sekaligus studio tempat OOR berlatih. Rumah di Kyoto ini adalah rumah yang ingin ia jadikan tempat untuk menghabiskan masa tuanya nanti.

"Apa yang harus aku lakukan?" Toru menatap Yuka yang masih terbungkus dengan mantel tebal milik Toru. Tidak mungkin mengganti baju Yuka. Tidak ada siapapun di rumah ini kecuali Toru. Karena itu ia hanya membiarkannya begitu saja.

Rumah pribadi milik Toru masihlah baru. Saat ini hanya ada satu kamar yang berisi ranjang. Ruangan lain masih kosong.

"Kenapa juga aku ikut campur urusan orang?" ia baru menyesalinya sekarang. Toru berjalan ke arah dapur. Menuang segelas air putih, lalu meminumnya.

"Aaaa!!!..."

Suara teriakan Yuka terdengar, membuat Toru segera berlari menghampiri.

Yuka berteriak sambil terisak. Ia memeluk tubuhnya sendiri dengan tangan bergetar.

Toru mendekat, ia menyentuh bahu Yuka. "Hei... Kau aman sekarang." Toru berusaha menyadarkan.

Yuka tersentak menatap Toru. Air matanya masih menetes. Kesadarannya mulai kembali.

"Kau aman. Tidak ada yang perlu ditakutkan." Toru menghapus air mata Yuka dengan jarinya. "Jangan takut. Aku di sini." Toru berkata selembut mungkin.

Yuka mengangguk. Nafasnya mulai teratur.

"Sebaiknya kau ganti baju. Aku tidak ada pakaian perempuan. Jadi pakai saja apa yang membuatmu nyaman." Toru berkata setelah melihat Yuka lebih tenang.

Yuka melihat dirinya sendiri. Ia mengenakan mantel tebal. Gaunnya pasti sudah koyak karena perlakuan laki-laki kurang ajar bernama Sato itu. "Dimana ponselku?"

Toru menunjuk meja di sebelah ranjang. Di sana tergeletak tas dan ponsel Yuka.

Yuka segera maraih ponselnya.

"Ponselmu sepertinya rusak karena terjatuh."

"Miya pasti mencariku." Yuka menggigit bibir bawahnya. Ia yakin kalau Miya pasti khawatir menunggunya pulang. "Sekarang jam berapa?"

"Dua pagi." Jawab Toru.

Yuka menghela nafas. Miya akan marah.

"Kau ganti baju lebih dulu, setelah itu kau bisa menghubungi temanmu itu."

---

Yuka berdiri di depan lemari pakaian. Bibirnya tersenyum malu ketika ia harus memilih salah satu pakaian Toru, lalu memakainya. Yuka mulai tertarik dengan Toru sejak pertama kali mereka bertemu. Toru satu-satunya laki-laki yang tidak menatap Yuka dengan tatapan mesum.

"Toru-san?" Yuka mencari keberadaan Toru.

"Di sini." Toru duduk dengan memejamkan mata, di sofa ruang tamu. Kedua kakinya naik ke atas meja di depannya, agar bisa meluruskan kakinya.

Yuka menghampiri Toru. "Terima kasih sudah menolongku, dan meminjamkanku bajumu." Yuka mengenakan sweater milik Toru. Panjangnya hampir selutut.

Toru menoleh, "Kau sudah menghubungi temanmu?"

"Sudah. Tapi dia tidak bisa menjemputku."

"Yasudah, kau bisa memakai kamar itu." Toru kembali memejamkan matanya.

Yuka diam memperhatikan. "Toru-san? kau tidur dimana?"

"Di sini." Toru menepuk sofa yang sedang ia duduki. Masih dengan mata terpejam.

Yuka berkata ragu, "Kalau tidak keberatan. Kita bisa berbagi ranjang."

Toru membuka matanya, lalu ia menoleh, menyipit menatap Yuka yang masih berdiri di dekatnya. "Kau tidak takut? Aku bisa saja menyerangmu."

Yuka menggeleng. "Tidak. Karena Toru-san tidak akan berbuat macam-macam."

Toru berkedip menatap Yuka. "Kenapa kau seyakin itu?" cewek ini polos atau bodoh? Toru tidak mengerti jalan pikiran Yuka.

"Aku percaya dengan Toru-san."

Toru terdiam cukup lama. Apa yang di katakan Yuka sama persis seperti yang dikatakan Hana dulu. "Aku percaya dengan Toru-san", itu yang Hana katakan.

Toru memejamkan matanya untuk mengenyahkan bayangan Hana. "Baiklah. Aku juga tidak akan nyaman tidur di sofa pendek ini." Toru sangat lelah, dan badannya butuh istirahat.

---

Toru berbaring di sebelah Yuka.

"Selamat malam." Ucap Yuka.

"Hm."

Toru (OOR)Where stories live. Discover now