welcome to the madness

Start from the beginning
                                    

Tuk

Tuk

Tuk

Tuk

Tuk
Tuk
tuk

Suara langkah kaki kembali terdengar mendekat. Temponya yang sebelumnya lambat dan konstan kini semakin cepat, sesuatu itu seperti hendak melancarkan serangan. Disaat yang sama musik yang mengiringinya semakin keras dan cepat, sumber penerangan diruangan itu ikut melemah, cahayanya hanya remang remang dan sesekali mati, seolah olah semua hal itu menunjukkan bahwa puncak ketegangan dari kengerian ini baru saja dimulai.

keganjilan itu membuat jiwa kedua wanita disana semakin panik. Hal itu mematahkan kepercayaan sang wanita sebelumnya. Tangannya mulai bergetar, keringat sebesar biji jagung tercipta dari pori porinya dengan  Suara yqng tercekat ditenggorokan, Ia membeku disaat saat seperti ini.

Rekannya yang sedari tadi membisu mulai mengangkat tangannya dengan gerakan kaku, masih dengan wajah takutnya. menunjuk sesuatu yang sedang  berlari kearah mereka disertai dengan teriakan nyaring yang telah ia tahan. Dan itu kesalahan terbesar dalam hidupnya.

"KYAAAAAAAAAA"

Tuk
Tuk
Tuk
Tuk

Crasssssssssshh

Bruk

Dia ambruk, satu tusuka telah berhasil membuatnya menggelupur dilantai dengan memegangi jantungnya, 'nutcracker' masih mengalun dengan tempo cepat dan intonasi yang semakin kuat. Rekannya masih berdiri ditempat, menonton dengan mata terbelalak dan wajah tak percaya, kakinya melemas, rasa takut mengambil alih sepenuhnya, darah wanita itu terciprat dan mengenai wajahnya. Semuanya terlalu cepat, terlalu cepat hingga ia tidak menyadari sesuatu itu telah berdiri dibelakangnya. Bersiap dengan pisau yang ia sembunyikan dibelakang punggungnya beserta dengan senyum lebar yang hampir mencapai telinga.

Wanita itu hanya bisa membeku. Kali ini raut wajanya sama persis dengan rekannya dengan nafas yang tertahan. Entah mengapa, ia masih percaya bahwa jika ia berbalik maka ia akan bernasib sama seperti rekannya. Mati dengan wajah ketakutan ditangan sesuatu dibelakangnya.

"K-k-ku mohon...."
Ia menciptakan suara, merasa sedikit lega karena pisau itu belum menembus punggungnya karena suara yang ia buat. Ia menelan ludah dengan paksa.

"B-b-biarkan....a-aku h-h-hidup...hiks"

Ada jeda panjang yang membuat kesunyian kembali mengambil alih, hingga tangan dilapisi sarung tangan itu terangkan dengan pisau ditangannya, sang wanita menutup matanya, bersiap dengan hal yang akan terjadi selanjutnya. sesuatu itu tak lagi menyembunyikan pisau penuh darahnya dibalik punggung. Tapi kali ini mengancamnya, siap menancap di atas kepala sang wanita untuk menyentuh otaknya sebelum ia menjawab dengan suaranya yang  tercekik.

"Silahkan..."

Matanya membelalak, tubuhnya lemas karena ketakutan luarbiasa yang sempat singgah berubah menjadi keterkejutan. tidak percaya dengan jawaban sesuatu dibelakangnya. Namun ia tak ingin larut dalam ketidakpercayaannya hingga sesuatu itu berubah pikiran untuk meneruskan pisau yang berada 5 senti diatas kepalanya.

"T-terimakasih...."
Katanya. Ragu.

Dengan kaki gemetar ia membuat satu langkah tak pasti. Ia tak ingin berlari, lebih tepatnya tak sanggup. Sesuatu itu masih dibelakangnya bersama dengan rekannya yang terbunuh. Apapun yang terjadi jangan pernah berbalik, itu keyakinan yang masih ia pegang saat ini. Pintu keluar ada di depan  mata, Namun entah bagaimana ia merasa semakin dekat ia dengan pintu itu, semakin dekat ia dengan kematian.

"T-t-to...long...uhuk.."

"Huh?"

Tuk
Tuk
Tuk
Tuk

NyctophobiaWhere stories live. Discover now